Pesta
demokrasi 2024 telah berlalu, meninggalkan jejak euforia, debat sengit,
dan bahkan friksi di antara masyarakat. Namun, setelah pemilu usai, apa
yang tersisa? Kemenangan satu pihak dan kekalahan pihak lain hanyalah
bagian dari siklus demokrasi. Saat ini, yang lebih penting adalah
menyatukan energi yang sempat terpecah untuk tujuan yang lebih besar:
membangun daerah kita.
Sebagai Ketua Literasi SMSI Kabupaten TTU
Saya
ingin mengingatkan bahwa demokrasi sejati bukan sekadar memilih
pemimpin, tetapi juga kemampuan kita untuk kembali bersatu pasca
perbedaan. Di tengah semarak bendera dan slogan kampanye yang menghiasi
jalanan, kita sering lupa bahwa politik hanyalah alat, bukan tujuan.
Tujuan utamanya adalah menciptakan masyarakat yang sejahtera dan
berkeadilan.
Namun, realita menunjukkan tantangan besar. Usai
pemilu, kita kerap terjebak dalam residu politik—polarisasi, kebencian,
bahkan sikap saling menolak. Padahal, pembangunan tidak mengenal warna
politik. Jalan raya yang baik, sistem pendidikan yang unggul, dan
pelayanan kesehatan yang memadai adalah kebutuhan semua warga, terlepas
dari siapa yang mereka dukung. Jika kita terus membiarkan ego politik
memimpin langkah kita, maka kemajuan daerah hanya akan menjadi mimpi
semu.
Menyatukan Perbedaan dalam Kebersamaan
Penting untuk
menyadari bahwa perbedaan pandangan adalah kekayaan demokrasi. Jika
semua orang sepakat tanpa kritik, maka stagnasi akan menjadi
keniscayaan. Namun, kritik yang sehat harus melahirkan solusi, bukan
sekadar cacian. Oleh karena itu, kita perlu memulai dialog produktif
antar kelompok. Tidak ada gunanya memelihara dendam politik; yang kita
perlukan adalah visi bersama untuk membangun Kab. TTU.
Di sinilah
peran literasi menjadi penting. Masyarakat harus diarahkan untuk
memahami bahwa proses politik adalah langkah menuju pembangunan, bukan
arena untuk memupuk permusuhan. Literasi politik harus ditingkatkan agar
masyarakat dapat berperan aktif dalam pengawasan dan partisipasi tanpa
terjebak dalam fanatisme.
Bersama dalam Aksi Nyata
Mari
tinggalkan atribut kampanye dan mulai bekerja bersama. Pemerintah,
organisasi masyarakat, akademisi, dan pemuda harus duduk bersama,
merancang agenda strategis demi kemajuan daerah. Peningkatan ekonomi
lokal, pengembangan sektor pendidikan, dan penguatan infrastruktur harus
menjadi prioritas utama.
Sebagai pemimpin literasi di Kab. TTU,
saya menyerukan kepada semua pihak untuk menempatkan kepentingan bersama
di atas kepentingan pribadi atau golongan. Demokrasi tidak berakhir di
bilik suara; demokrasi berlanjut di ruang-ruang kerja, di sawah, di
pasar, dan di ruang kelas.
Harapan untuk TTU
Kabupaten
Timor Tengah Utara memiliki potensi besar, baik dari segi sumber daya
alam maupun manusianya. Namun, potensi ini hanya akan terwujud jika kita
mampu bekerja sama tanpa memandang latar belakang politik. Mari jadikan
momen ini sebagai titik balik.
Politik telah usai. Kini saatnya
kita bergandengan tangan, menghapus sekat perbedaan, dan melangkah
bersama untuk membangun Kab. TTU yang lebih baik. Masa depan daerah ini
ada di tangan kita semua. Mari, kita songsong bersama dengan penuh
semangat dan harapan.
*Penulis Adalah Pegiat Sosial Media, Alumnus Fakultas Filsafat Seminari Tinggi Santo Mikhael Penfui-Kupang