Minggu, 19 Januari 2025
lidahrakyat.com
id
en
LidahRakyat
LidahRakyat

Kursi yang Tersenggol

Kumpulan Cerpen Lidah Rakyat

Oleh: Meja Redaksi Lidah Rakyat
Senin, 23 Desember 2024 47
LidahRakyat
Ilustrasi
  • Di warung Dzikra  Jalan Wahidin Pontianak dua pensiunan abdi negara, Wak Dalek dan Wan Dolah, duduk santai menikmati bubur lemak Dzikra. Bubur ini bukan sembarang bubur. Isinya udang yang bersolek seperti ratu kecantikan, disandingkan dengan toping teri goreng yang menggoda selera. Tapi jangan salah, bukan karena rasa, karena gigi sudah pada tak kuat.

  • “Wan, kau rasa ini bubur lebih mahal dari BBM?” tanya Wak Dalek sambil menyendokkan bubur udang ke mulutnya yang sudah berantakan tanpa gigi depan.

  • “Ah, Wak, jangan bandingkan. Bubur ini premium, BBM itu subsidi. Lagian kalau kita makan bubur subsidi, kau mau tambah udang apa batu kerikil?” jawab Wan Dolah sambil menyeruput kuah.

  • Obrolan mereka pun bergeser ke berita yang lagi viral. Presiden Turki, Recep Erdogan, katanya menyenggol kursi Presiden Prabowo saat pidato di Kairo.

  • “Aduh, Wak, aku sebagai rakyat Indonesia rasanya sakit hati. Kok bisa Presiden kita lagi pidato, malah disenggol kayak kursi itu musuh bebuyutannya di masa lalu,” ujar Wan Dolah sambil menggeleng-geleng.

  • Wak Dalek tersenyum tipis, lalu membalas, “Itulah dunia internasional, Wan. Erdogan itu mungkin lupa adab. Mungkin di Turki, kursi itu simbol negara, jadi senggol menyenggol adalah bentuk komunikasi politik.”

  • “Tapi Wak, ini kan bukan gulat kursi, ini forum tingkat tinggi. Masa ya kita dibiarkan jadi tontonan dunia? Apa nanti mereka pikir Indonesia cuma tempat orang bikin kursi doang?”

  • Wak Dalek menyandarkan tubuhnya ke kursi plastik warung yang mulai reot. “Kau tahu kenapa Erdogan keluar ruangan?”

  • “Kenapa, Wak?”

  • “Karena mungkin dia takut Prabowo jadi Presiden Indonesia yang lebih keren dari dia. Tengoklah, Prabowo kan banyak pendukungnya sekarang. Bahkan kursi di ruang itu pun dia rebut perhatian sampai disenggol.”

  • Wan Dolah tertawa terbahak-bahak. “Jadi maksudmu, Erdogan itu cemburu sama kursi Prabowo?”

  • “Betul, Wan. Ini bukan soal pidato atau protokol, ini soal perebutan perhatian. Presiden kita terlalu bersinar, bahkan di kursi pun Erdogan kepanasan.”

  • “Tapi Wak, kau percaya Erdogan minta maaf?”

  • “Ah, itu bisa jadi. Tapi kalaupun nggak, kita kan bangsa pemaaf. Lihat aja, dari kecil kita diajarkan memaafkan, sampai nyenggol dompet rakyat pun kita maafkan terus-terusan. PPN 12 persen mau diberlakukan, eh ada yang senang. Bangsa pemaaf,” ujar Wak Dalek dengan nada sarkastik.

  • Mereka pun tertawa bersama, meski dalam hati ada sedikit getir. Bubur udang pun habis, tapi topik ini terus hangat seperti bubur baru disajikan. Di akhir perbincangan, Wan Dolah berkata, “Wak, kita ini cuma rakyat kecil, yang penting bubur udangnya enak. Masalah kursi, biar mereka atur sendiri.”

  • Keduanya pun meninggalkan warung, bukan dengan rasa kenyang, tapi dengan harapan bahwa suatu hari, kursi siapa pun yang disenggol, rakyat tetap bisa makan bubur tanpa harus bingung dengan harga.
Komentar
Silakan lakukan login terlebih dahulu untuk bisa mengisi komentar.
LidahRakyat