Di bawah langit Hanoi yang penuh semangat dendam, Vietnam akhirnya merasakan euforia revenge. Tapi tunggu dulu, euforia ini ternyata sedikit palsu, seperti lukisan cantik tapi warnanya luntur saat kehujanan. Lawannya? Timnas Indonesia, tapi versi bocil alias junior. Sementara Nguyen turun dengan skuad penuh pengalaman, macam gladiator yang sudah lulus ujian perang di Colosseum.
Babak pertama di My Dinh, Timnas lebih banyak bertahan. Ya, parkir bus ala Shin Tae-yong (STY) lagi-lagi jadi strategi. Gempuran Vietnam bak tsunami, deras dan ganas. Hoang Duc Nguyen dan kolega menyerang tanpa henti, tapi Kadek Ariel, Donny Pamungkas, dan Ferarri masih kokoh, macam pagar bambu yang tahan badai. Kiper Cahya Supriadi, meski terlihat seperti tidak ngopi, tetap berjaga dengan tenang. Sebaliknya, Filip Nguyen, kiper Vietnam, terlihat santai seperti lagi main catur di warung kopi.
Menit ke-38, STY memainkan kartu andalannya, Rafael Struick. Harapan tambahan daya gedor ternyata nihil, ibarat ngirim pesan tapi ceklis satu. Vietnam tetap mendominasi, babak pertama berakhir imbang tanpa gol. Tapi ada rasa puas di wajah bocil-bocil Timnas: “Kami bisa bertahan, lawan senior lagi.”
Babak kedua dimulai, Vietnam semakin beringas. Pelatih Sang-Sik Kim memacu timnya untuk tidak malu di depan 60 ribu suporter, yang sorakannya bisa bikin kuping berdenging. STY mencoba variasi dengan memasukkan Victor Dethan menggantikan Hokky Caraka, tapi serangan masih mandek, macam motor tua kehabisan bensin.
Menit ke-78, petaka akhirnya tiba. Quang Hai Nguyen, si jagoan tuan rumah, membobol gawang Cahya. Teriakan penonton Vietnam membahana, seperti konser rock tanpa tiket. Para pemain Vietnam bersorak, seolah baru menang final Piala Dunia.
Wasit dari Arab Saudi, Al Shehri, memimpin laga ini dengan tenang, walau beberapa kali terlihat seperti sedang mengantuk.
Usai laga, netizen Indonesia langsung menyerang Vietnam di dunia maya. Komentar-komentar satire mulai bermunculan:
"Cie… cie… menang lawan bocil. Bangga banget kayak ngalahin Brasil."
Dengan hasil ini, Vietnam memimpin Grup B Mitsubishi Cup 2024 dengan nilai enam dari dua laga. Sementara Timnas Indonesia ada di posisi kedua dengan nilai empat.
Kesimpulan? Vietnam boleh balas dendam, tapi kemenangan ini seperti kopi sachet murahan, manis, tapi tak ada rasa. Di balik skor dan dominasi permainan, ada ironi, menang lawan bocil tak akan tercatat dalam sejarah sebagai prestasi murni. (Rosadi Jamani)
