Di sebuah negeri yang katanya kaya raya, presiden ingin ngecat istananya. Bukan tanpa alasan, istana itu katanya mulai kusam, seperti moral sebagian oknum pejabat yang makin pudar. Warna merahnya semakin kusam. Sang presiden ingin mengganti dengan warna merah putih.
- Lewat sekretaris istana diumumkan, dicari kontraktor hebat yang bisa ngecat istana. Lengkap dengan rincian biayanya.
- Maka datanglah tiga kontraktor dari China, Eropa, dan lokal. Biasa, di negeri ini kalau ada proyek, bursa kontraktor itu lebih rame dari pasar diskonan.
- Kontraktor pertama, dari China, berbicara penuh percaya diri:
- “Tiga miliar, Pak. Satu untuk cat, satu untuk tukang, dan satu untuk saya.”
- “Murah sekali,” gumam presiden, terkesan tapi ragu.
- Lalu datang kontraktor Eropa, dengan setelan jas rapi dan bahasa yang kaku:
- “Tujuh miliar. Tiga untuk cat premium, dua untuk tukang profesional, dan dua untuk keuntungan. Hasilnya akan tahan puluhan tahun, seindah kastil di negeri kami.”
- “Hmm,” presiden mengangguk perlahan. Mahal, tapi mungkin sepadan.
- Terakhir, kontraktor lokal tiba dengan senyum lebar yang hampir menyilaukan:
- “Sepuluh miliar? Jelaskan kenapa semahal itu!”
- Awalnya sang presiden agak kaget dengan angka 10M itu. Lalu, menjadi hening. Mata presiden menyipit, entah karena marah, bingung, atau... kagum. Lalu ia tersenyum tipis, seakan menemukan jawaban dari teka-teki moral yang tidak pernah selesai.
- “Baiklah, kontraktor lokal yang saya pilih,” katanya sambil menjabat tangan si lokal erat.
- Cerita di atas mungkin hanya fiksi, namun sering muncul di Tiktok. Karena sering muncul menjadi sangat familiar di telinga kita. Setiap 9 Desember, Hari Antikorupsi Sedunia dirayakan dengan seminar megah, spanduk besar, dan janji-janji di podium. Lucunya, korupsi tetap meriah dan marak. Seolah perayaan itu hanya undangan makan siang bagi para pejabat.
- Korupsi di negeri ini mirip cat tembok, tebal di luar, tapi di dalam rapuh. Proyek-proyek sering dihiasi dengan markup, mirip seperti melukis langit biru di atas lubang ozon. "Bersih" hanya ada di iklan deterjen.
- Hari Antikorupsi seharusnya menjadi momen refleksi, bukan sekadar seremoni. Mulailah dari hal kecil, seperti menolak sogokan, meskipun itu hanya tiket bioskop gratis. Karena dari cat kecil, bisa jadi proyek istana.
- Hingga hari ini, warna merah putih di istana tetap berkibar. Tapi mari kita renungkan, apakah merahnya masih simbol keberanian? Apakah putihnya masih melambangkan kesucian? Atau, seperti cerita tadi, hanya selimut untuk menutupi noda?
- Ah, sudahlah. Kalau kontraktor lokal itu ada, mungkin ia kini sudah pensiun di vila mewahnya, menonton acara Hari Antikorupsi sambil minum es teh. Ironis sekali, es teh itu mungkin juga dibeli dari dana korupsi.
- Waktu berlalu, istana tetap berdiri dengan catnya yang indah. Tapi di malam yang sepi, jika kau berdiri cukup dekat, kau akan mendengar bisikan-bisikan kecil dari temboknya.
- “Empat miliar untuk Bapak...”
- “...dan sisanya untuk China...”
- Bisikan itu tidak pernah hilang. Sebab, tembok itu tidak pernah lupa siapa yang melukisnya. Cerita pun selesai. (Rosadi Jamani)