Minggu, 16 Februari 2025
lidahrakyat.com
id
en
LidahRakyat
LidahRakyat

Teori Transformasi Hukum Keuangan Negara Prof. Dr. Arifin P. Soeria Atmadja, S.H. Dalam Pengelolaan Keuangan Pemerintahan Daerah

Sebuah Refleksi Pemikiran

Oleh: Geofani Milthree Saragih*
Minggu, 13 Oktober 2024 268
LidahRakyat
Dok. Pribadi Geofani Milthree Saragih

Pandangan Prof. Dr. Arifin P. Soeria Atmadja mengenai teori transformasi hukum keuangan negara, menekankan pada transparansi dan akuntabilitas, memiliki relevansi yang sangat kuat dalam upaya memperbaiki pengelolaan keuangan di tingkat daerah, terutama di desa. Salah satu aspek kunci dari teori ini adalah konsep "kedap air" atau waterdicht, yang mengedepankan pentingnya pengelolaan keuangan dengan transparansi tinggi dan sistem akuntabilitas yang jelas. Prinsip ini sangat penting dalam mencegah penyalahgunaan, kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN), yang sayangnya masih sering terjadi dalam pengelolaan keuangan di tingkat daerah dan desa.

Dalam konteks pengelolaan keuangan desa, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan didukung oleh kebijakan Dana Desa, tantangan yang dihadapi adalah lemahnya sistem pengawasan dan akuntabilitas. Salah satu kendala utama adalah kurangnya transparansi dan kapasitas pengelola anggaran desa, yang berpotensi membuka ruang bagi terjadinya penyalahgunaan dana desa. Dalam banyak kasus, pengelolaan dana desa masih rentan terhadap praktik KKN karena kurangnya pemahaman mengenai tata kelola keuangan yang baik, minimnya pengawasan, dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengawasi penggunaan anggaran desa.

Teori transformasi hukum keuangan negara yang dikemukakan Prof. Arifin P. Soeria Atmadja dapat memberikan kerangka yang lebih jelas dalam menangani permasalahan ini. Penerapan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa seperti yang diterapkan dalam pengelolaan keuangan negara dan BUMN akan mendorong setiap perangkat desa untuk bertanggung jawab secara terbuka atas penggunaan dana desa. Ini dapat dilakukan melalui penguatan audit internal, pengawasan eksternal oleh lembaga berwenang, serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan pengelolaan anggaran desa.. Sebagai contoh, konsep transformasi hukum keuangan negara dapat diadopsi dalam bentuk pelatihan dan peningkatan kapasitas aparat desa agar mereka lebih memahami bagaimana mengelola keuangan dengan prinsip akuntabilitas. Selain itu, sistem informasi keuangan desa yang lebih transparan, seperti Sistem Keuangan Desa (Siskeudes), dapat dioptimalkan untuk memastikan bahwa setiap dana yang digunakan dapat dilacak dan diawasi secara tepat. Dengan demikian, pengelolaan keuangan desa tidak hanya terfokus pada kepentingan jangka pendek, tetapi juga diarahkan untuk memberikan dampak positif jangka panjang bagi pembangunan desa dan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan data dari Indonesia Corruption Watch (ICW), selama tahun 2023 tercatat 187 kasus korupsi di desa, yang menunjukkan betapa rentannya sektor pedesaan terhadap praktik korupsi di Indonesia. Selain itu, terdapat 108 kasus korupsi di sektor pemerintahan, 103 kasus di sektor utilitas, dan 65 kasus di sektor perbankan. Data ini menyoroti bahwa korupsi tidak hanya terjadi di tingkat pusat atau kota besar, tetapi juga meluas hingga ke desa, yang sebenarnya memiliki peran penting dalam pembangunan lokal dan kesejahteraan masyarakat. Korupsi di desa umumnya melibatkan pengelolaan Dana Desa, yang seharusnya difokuskan untuk pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik. Namun, sering kali dana ini disalahgunakan oleh aparat desa melalui berbagai modus seperti mark-up proyek, penggunaan anggaran fiktif, dan manipulasi laporan keuangan. Jika dianalisis melalui teori transformasi hukum keuangan negara yang diusulkan oleh Prof. Dr. Arifin P. Soeria Atmadja, akar permasalahan ini terletak pada lemahnya sistem transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan di tingkat desa. Teori ini menekankan bahwa pengelolaan keuangan harus bersifat "kedap air" atau waterdicht, yaitu memiliki pengawasan yang ketat, transparan, dan akuntabel. Pengelolaan yang buruk membuka peluang besar bagi korupsi, karena tidak ada pemisahan yang jelas antara keuangan negara dan kepentingan pribadi.

Untuk mengatasi masalah ini, salah satu solusinya adalah meningkatkan transparansi melalui teknologi seperti Sistem Keuangan Desa (Siskeudes), yang memungkinkan pengawasan lebih terbuka. Selain itu, peningkatan kapasitas aparat desa dalam hal pengelolaan keuangan serta partisipasi masyarakat dalam pengawasan dana desa sangat penting untuk mengurangi peluang korupsi. Penerapan prinsip-prinsip teori transformasi keuangan negara dapat membantu menciptakan sistem keuangan desa yang lebih efektif, transparan, dan bebas korupsi. Dengan mengadopsi konsep-konsep dari teori transformasi keuangan ini, diharapkan ada perbaikan signifikan dalam tata kelola keuangan di desa, yang pada akhirnya dapat menekan angka korupsi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah pedesaan.

 

*Penulis adalah Mahasiswa Magister Hukum Universitas Sumatera Utara

Komentar
Silakan lakukan login terlebih dahulu untuk bisa mengisi komentar.
LidahRakyat