Pandangan Prof. Dr.
Arifin P. Soeria Atmadja mengenai teori transformasi hukum keuangan negara,
menekankan pada transparansi dan akuntabilitas, memiliki relevansi yang sangat
kuat dalam upaya memperbaiki pengelolaan keuangan di tingkat daerah, terutama
di desa. Salah satu aspek kunci dari teori ini adalah konsep "kedap
air" atau waterdicht, yang mengedepankan pentingnya pengelolaan
keuangan dengan transparansi tinggi dan sistem akuntabilitas yang jelas. Prinsip
ini sangat penting dalam mencegah penyalahgunaan, kolusi, korupsi, dan
nepotisme (KKN), yang sayangnya masih sering terjadi dalam pengelolaan keuangan
di tingkat daerah dan desa.
Dalam konteks
pengelolaan keuangan desa, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa dan didukung oleh kebijakan Dana Desa, tantangan yang dihadapi
adalah lemahnya sistem pengawasan dan akuntabilitas. Salah satu kendala utama
adalah kurangnya transparansi dan kapasitas pengelola anggaran desa, yang berpotensi
membuka ruang bagi terjadinya penyalahgunaan dana desa. Dalam banyak kasus,
pengelolaan dana desa masih rentan terhadap praktik KKN karena kurangnya
pemahaman mengenai tata kelola keuangan yang baik, minimnya pengawasan, dan
rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengawasi penggunaan anggaran desa.
Teori transformasi
hukum keuangan negara yang dikemukakan Prof. Arifin P. Soeria Atmadja dapat
memberikan kerangka yang lebih jelas dalam menangani permasalahan ini.
Penerapan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan
keuangan desa seperti yang diterapkan dalam pengelolaan keuangan negara dan
BUMN akan mendorong setiap perangkat desa untuk bertanggung jawab secara
terbuka atas penggunaan dana desa. Ini dapat dilakukan melalui penguatan audit
internal, pengawasan eksternal oleh lembaga berwenang, serta peningkatan
partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan pengelolaan anggaran desa..
Sebagai contoh, konsep transformasi hukum keuangan negara dapat diadopsi dalam
bentuk pelatihan dan peningkatan kapasitas aparat desa agar mereka lebih
memahami bagaimana mengelola keuangan dengan prinsip akuntabilitas. Selain itu,
sistem informasi keuangan desa yang lebih transparan, seperti Sistem Keuangan
Desa (Siskeudes), dapat dioptimalkan untuk memastikan bahwa setiap dana yang
digunakan dapat dilacak dan diawasi secara tepat. Dengan demikian, pengelolaan
keuangan desa tidak hanya terfokus pada kepentingan jangka pendek, tetapi juga
diarahkan untuk memberikan dampak positif jangka panjang bagi pembangunan desa
dan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan data
dari Indonesia Corruption Watch (ICW), selama tahun 2023 tercatat 187
kasus korupsi di desa, yang menunjukkan betapa rentannya sektor pedesaan
terhadap praktik korupsi di Indonesia. Selain itu, terdapat 108 kasus korupsi
di sektor pemerintahan, 103 kasus di sektor utilitas, dan 65 kasus di sektor
perbankan. Data ini menyoroti bahwa korupsi tidak hanya terjadi di tingkat
pusat atau kota besar, tetapi juga meluas hingga ke desa, yang sebenarnya memiliki
peran penting dalam pembangunan lokal dan kesejahteraan masyarakat. Korupsi di
desa umumnya melibatkan pengelolaan Dana Desa, yang seharusnya difokuskan untuk
pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik. Namun, sering kali dana ini
disalahgunakan oleh aparat desa melalui berbagai modus seperti mark-up proyek,
penggunaan anggaran fiktif, dan manipulasi laporan keuangan. Jika dianalisis
melalui teori transformasi hukum keuangan negara yang diusulkan oleh Prof. Dr.
Arifin P. Soeria Atmadja, akar permasalahan ini terletak pada lemahnya sistem
transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan di tingkat desa.
Teori ini menekankan bahwa pengelolaan keuangan harus bersifat "kedap
air" atau waterdicht, yaitu memiliki pengawasan yang ketat,
transparan, dan akuntabel. Pengelolaan yang buruk membuka peluang besar bagi
korupsi, karena tidak ada pemisahan yang jelas antara keuangan negara dan
kepentingan pribadi.
Untuk mengatasi masalah ini, salah satu solusinya adalah meningkatkan transparansi melalui teknologi seperti Sistem Keuangan Desa (Siskeudes), yang memungkinkan pengawasan lebih terbuka. Selain itu, peningkatan kapasitas aparat desa dalam hal pengelolaan keuangan serta partisipasi masyarakat dalam pengawasan dana desa sangat penting untuk mengurangi peluang korupsi. Penerapan prinsip-prinsip teori transformasi keuangan negara dapat membantu menciptakan sistem keuangan desa yang lebih efektif, transparan, dan bebas korupsi. Dengan mengadopsi konsep-konsep dari teori transformasi keuangan ini, diharapkan ada perbaikan signifikan dalam tata kelola keuangan di desa, yang pada akhirnya dapat menekan angka korupsi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah pedesaan.
*Penulis adalah Mahasiswa Magister Hukum Universitas Sumatera Utara