Dalam dunia demokrasi, pejabat publik memegang peran strategis sebagai representasi aspirasi rakyat. Namun, tidak jarang kita mendengar pernyataan dari pejabat yang justru menyakiti hati rakyat kecil, mencerminkan lemahnya moralitas dan kurangnya etika publik. Pernyataan yang menghina, merendahkan, atau menyalahkan rakyat sering kali memperlihatkan betapa jauhnya kesadaran pejabat publik dari realitas kehidupan masyarakat yang mereka wakili.
- Fenomena Penghinaan oleh Pejabat Publik
- Kasus penghinaan terhadap rakyat kecil oleh pejabat publik bukanlah hal baru. Dalam beberapa kesempatan, kita menemukan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak empatik, bahkan cenderung arogan. Misalnya, seorang pejabat daerah pernah berkata, "Kalau tidak mampu bayar listrik, jangan pakai AC!". Pernyataan semacam ini menegaskan adanya jarak psikologis antara pejabat dan rakyat kecil.
- Menurut Emha Ainun Nadjib, "Pemimpin itu bukan tentang kursi, melainkan tentang rasa." (Nadjib, 2010). Ketika pejabat lupa akan esensi kepemimpinan sebagai bentuk pengabdian, mereka mudah terjebak dalam sikap elitis dan arogan.
- Dampak Pernyataan yang Merendahkan
- Pernyataan yang merendahkan rakyat kecil dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, di antaranya:
- 1. Erosi Kepercayaan Publik
- Kepercayaan publik terhadap pemerintah menjadi pilar utama stabilitas sosial. Ketika pejabat bersikap menghina, legitimasi moral mereka di mata rakyat runtuh. Sebagaimana dikatakan oleh Fukuyama (1995), "Trust is a key element in the functioning of democratic institutions."
- Rakyat yang merasa diremehkan cenderung menjadi skeptis dan kritis terhadap kebijakan pemerintah, memicu polarisasi yang lebih dalam.
- 3. Pengabaian Suara Rakyat Kecil
- Sikap merendahkan menciptakan kesan bahwa pemerintah tidak serius mendengar dan memahami suara rakyat kecil. Hal ini bisa memperlebar jurang sosial-ekonomi.
- Sikap arogan dan penghinaan oleh pejabat publik sering kali berasal dari:
- Banyak pejabat yang tidak memiliki pengalaman langsung hidup di tengah keterbatasan ekonomi sehingga sulit memahami kebutuhan rakyat kecil.
- Tidak semua pejabat memahami pentingnya menjaga etika komunikasi, khususnya dalam posisi yang melibatkan publik secara luas.
- Sistem yang terlalu memanjakan pejabat sering kali menciptakan rasa superioritas yang salah tempat.
- Solusi: Menanamkan Kesadaran Moral dan Etika
- Untuk mengatasi fenomena ini, langkah-langkah berikut dapat menjadi solusi:
- 1. Pendidikan Etika Publik untuk Pejabat
- Semua pejabat publik harus mendapatkan pelatihan intensif mengenai etika komunikasi, khususnya dalam menangani rakyat kecil.
- 2. Membangun Budaya Empati
- Program-program yang mempertemukan pejabat dengan kondisi nyata rakyat kecil dapat membantu meningkatkan empati mereka.
- 3. Pengawasan oleh Publik dan Media
- Media dan masyarakat harus lebih proaktif dalam mengawasi serta mengkritik pernyataan dan tindakan pejabat publik.
- Pernyataan pejabat publik mencerminkan bukan hanya sikap individu, tetapi juga moralitas institusi yang mereka wakili. Sebagai pelayan rakyat, pejabat harus memahami bahwa setiap kata yang mereka ucapkan memiliki kekuatan untuk membangun atau menghancurkan kepercayaan masyarakat. Mengutip Mahatma Gandhi, "The best way to find yourself is to lose yourself in the service of others." Jika pejabat ingin dihormati, mereka harus belajar untuk terlebih dahulu menghormati rakyat kecil.
- 1. Nadjib, Emha Ainun. Markesot Bertutur Lagi. Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2010.
- 2. Fukuyama, Francis. Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity. New York: Free Press, 1995.
- 3. Gandhi, Mahatma. Collected Works of Mahatma Gandhi. New Delhi: Publications Division, 1964. (Ahkam Jayadi)