Minggu, 19 Januari 2025
lidahrakyat.com
id
en
LidahRakyat
LidahRakyat

Lidah yang Terbakar Matahari & Jeritan Anak Palestina di Tenda Pengungsian

Kumpulan Puisi Leni Marlina

Oleh: Leni Marlina*
Rabu, 4 Desember 2024 1812 376
LidahRakyat
Ilustrasi
Ilustrasi Leni Marlina (Padang) "Lidah yang Terbakar Matahari & Jeritan Anak Palestina di Tenda Pengungsian". Sumber gambar: Starcom Indonesia's Artwork No. 321 by AI.

/1/
Lidah yang Terbakar Matahari

Lidahku terbakar matahari,
bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah.

Perut ini kosong, seperti laut yang menelan bintang,
tak ada gelombang yang datang untuk memberi makan.

Tapi aku tahu,
mungkin aku lebih kuat dari api,
karena aku menyala meskipun tidak ada api yang menghanguskan.

Kelaparan ini bagaikan rumah yang aku tinggali,
dan aku ibarat penghuni yang tidak pernah tidur—
menunggu uluran tangan yang yang belum kunjung datang,
nampaknya tak ada yang berdiri untuk kami,
kecuali tenda penuh sesak pengungsi.

Padang, Sumbar, 2022

/2/
Tanah yang Memuntahkan Air Mata


Tanah ini tidak lagi memberi hasil,
ia memuntahkan air mata yang tertimbun di dalamnya,
sungai-sungai yang dulu memberi kehidupan,
sekarang hanya aliran darah dan debu.

Aku menelan tanah itu,
seperti menelan dunia yang terluka,
dan tersedak pada  harapan yang hilang.

Di dalam perut ini, tanah itu tumbuh,
tapi ia tidak mengubah apapun—
ia hanya memakan tubuhku,
sampai aku menjadi tanah itu sendiri,
yang memimpikan datangnya sepotong roti.

Padang, Sumbar, 2022


/3/
Angin yang Mengunyah Perutku


Angin datang, tapi bukan membawa kesejukan,
ia mengunyah perutku,
memeras segala yang tersisa di dalam tubuh ini,
seperti gurun yang menelan segala yang hijau.

Aku berdiri diam,
seperti pohon yang tak punya akar,
dihembus angin yang tidak pernah datang untuk menumbuhkan.

Di dalam angin ini,
aku menemukan kebuntuan,
karena bahkan udara pun tak bisa meniupkan obat kelaparan,
aku menunggu makanan,
diantara bayang kematian di pengungsian.

Padang, Sumbar, 2022


/4/
Bulan di Tenda Pengungsian


Bulan itu menggantung rendah,
seperti jejak-jejak kelaparan yang tak bisa disembunyikan.

Aku melihatnya bukan sebagai cahaya,
tapi sebagai pelajaran yang mengajarkanku
bahwa malam ini, seperti malam sebelumnya,
tidak akan memberi makanan.

Bulan itu bagaikan api yang membakar ilusi—
ia menyinari kelaparan yang tak terlihat,
seperti bintang yang menghapus cahayanya sendiri,
agar dunia tahu bahwa tidak ada yang akan datang,
bahkan bulan pun tertutup oleh awan kelaparan ini.

Padang, Sumbar, 2023

/5/
Tangan yang Memungut Umpan dari Hujan Debu


Tangan ini tidak lagi menunggu roti,
tapi memungut umpan dari hujan debu yang jatuh.

Tetesannya menjadi air mata yang tak bisa ditahan,
membasahi kulit yang terluka,
membuat tubuh ini semakin tak terlihat.

Aku menadah hujan,
dan ia mengubah wajahku menjadi tanah,
hanya mengisi ruang kosong yang tak bisa dipenuhi.

Tapi aku tahu,
bahkan hujan pun terkadang terhenti—
membiarkan tubuhku mengering,
di bawah langit yang masih tak peduli.

Padang, Sumbar, 2023

/6/
Api yang Tidak Pernah Memasak


Aku menyalakan api di atas batu-batu pecah,
tapi ia tidak pernah memasak apa-apa.

Api itu hanyalah ilusi,
seperti janji-janji yang terbakar oleh waktu,
tanpa menghasilkan apapun selain asap yang menyiksa.

Aku menatap api,
dan api itu menatapku kembali,
seperti harapan yang dibakar untuk tidak tumbuh.

Api itu adalah angan yang tak bisa dimakan,
seperti mimpi yang dibakar tanpa bisa meninggalkan bekas.


Padang, Sumbar, 2023

/7/
Tetesan Air yang Menjadi Garam


Kau bertanya tentang air di pengungsian ini,
air itu datang,
tetapi bukan untuk menyegarkan,
melainkan untuk menjadi garam di luka.

Tetesan yang jatuh bukan menyejukkan,
tapi mengikis tubuh yang sudah kurus
seperti laut yang menggerus pantai.

Aku meneguk air itu,
dan ia menjadi pahit seperti kenangan yang hilang,
seperti segelas air yang aku tunggu-tunggu,
tapi akhirnya mengering dalam kehausan yang tidak pernah terpuaskan.

Tak usah pula kau tanya air yang keruh dan beracun, yang sudah menodai tenggorakanku bertahun-tahun.

Padang, Sumbar, 2024

/8/
Lautan Tanpa Ikan


Di Palestina,
laut itu ada,
tapi ia kosong,
seperti perutku yang menunggu sesuatu
yang tidak pernah datang.

Gelombang-gelombag itu terhempas ke pantai,
meninggalkan pasir yang kering dan tubuh yang lebih lemah.

Di tenda pengungsian ini,
aku mengingat laut yang kehilangan ikan,
seperti aku yang kehilangan makanan,
di mana lautan yang kaya telah menjadi kuburan,
untuk mereka yang lapar,
dan pantai dalam ingatanku,
menjadi tanah yang sudah mati,
dan tenda  tempat aku mengungsi,
sudah duluan mati.


Padang, Sumbar, 2024


/9/
Jari-jari yang Memetik Langit Kosong


Jari-jari ini, yang dulunya memetik buah dari pohon-pohon,
sekarang hanya menggapai langit kosong.

Di luar tenda lusuh,
aku seolah memetik bintang,
tapi mereka terjatuh sebelum bisa aku pegang.

Aku menatap langit,
tapi ia hanya menatap balik,
seperti wajah yang tersenyum untuk tidak memberi makan.

Langit itu bagai kaca yang tak pernah memantulkan kenyataan,
dan aku ibarat bayangan yang menghilang,
sebelum aku sempat menyentuh apapun.

Padang, Sumbar,  2022


/10/
Kepingan Roti yang Terbang Menjadi Debu


Di tenda pengungsian ini,
kepingan roti itu terbang,
tapi ia tidak jatuh ke tanah,
ia menjadi debu yang berterbangan,
seperti mimpi yang hilang di udara.

Aku mengejarnya,
dan debu itu mengelak,
seperti waktu yang menipu untuk berharap,
tanpa memberi sedikitpun.

Kepingan roti itu bagai janji kosong,
yang tidak pernah menjejakkan kaki di bumi,
mungkin menunggu aku jatuh pingsan  bersamanya.


Padang, Sumbar, 2022


*Biografi Singkat

Puisi ini awalnya ditulis oleh Leni Marlina tahun sebagai karya untuk  koleksi puisi pribadi tahun  2022. Puisi tersebut direvisi kembali serta dipublikasikan pertama kali oleh penulisnya melalui media digital tahun 2024.
Leni Marlina merupakan anggota aktif Asosiasi Penulis Indonesia, SATU PENA cabang Sumatera Barat. Ia juga merupakan anggota aktif Komunitas Penyair & Penulis Sastra Internasional ACC di Shanghai, serta dipercaya sebagai Duta Puisi Indonesia untuk ACC Shanghai Huifeng International Literary Association. Selain itu, Leni terlibat dalam Victoria's Writer Association di Australia. Sejak tahun 2006, ia telah mengabdikan diri sebagai dosen di Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang.
Leni juga merupakan pendiri dan pemimpin sejumlah komunitas digital yang berfokus pada sastra, pendidikan, dan sosial, di antaranya:, (1) Komunitas Sastra Anak Dunia (WCLC): https://rb.gy/5c1b02, (2) Komunitas Internasional POETRY-PEN; (3) Komunitas PPIPM (Pondok Puisi Inspirasi Masyarakat): https://tinyurl.com/zxpadkr; (4) Komunitas Starcom Indonesia (Starmoonsun Edupreneur Community Indonesia): https://rb.gy/5c1b02.

Komentar
Muhammad Farras Dzikra
1 bulan yang lalu
1. The poem depicts the suffering of Palestinian children in refugee camps, facing hunger, loss of hope, and despair due to the ongoing conflict. Symbols such as "sunburned tongues" and "hands picking up bait from the rain of dust" imply the struggle to survive in very difficult conditions. 2. "Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah." 3. Business idea: Initiate a donation campaign or product launch where the proceeds go to support the education and recovery of children in refugee camps. Muhammad Farras Dzikra 24 JD EPR KM 7-8 NK 3 23 LM
Farlingga Fadjrin
1 bulan yang lalu
"Lidah yang Terbakar Matahari": 1) First Comment: The poem speaks to the profound struggle of those living in despair and hunger, emphasizing resilience in the face of overwhelming adversity. It reflects a deep yearning for hope and support, illustrating how even in dire circumstances, the human spirit can endure. 2) Second Comment: I particularly appreciate the line "mungkin aku lebih kuat dari api," as it beautifully encapsulates the strength and determination that can arise from suffering and hardship. 3)Third Comment: After reading the poem, one business idea that comes to mind is establishing a social enterprise that provides nutritious meals and educational programs for refugees, aiming to empower them and improve their living conditions.
Ikhwanul Dhafa Alghifari
1 bulan yang lalu
Establish a sustainable food aid initiative that combines emergency relief with long-term solutions, like local farming programs, to address hunger in refugee camps and empower communities to grow their own food. Ikhwanul Dhafa Alghifari 24 JD EPR KM 7-8 NK3-23 LM
Ikhwanul Dhafa Alghifari
1 bulan yang lalu
The line, "aku berdiri diam, seperti pohon yang tak punya akar," is striking, as it powerfully conveys the feeling of disconnection and vulnerability, emphasizing the fragility of life in such dire circumstances. Ikhwanul Dhafa Alghifari 24 JD EPR KM 7-8 NK3-23 LM
Ikhwanul Dhafa Alghifari
1 bulan yang lalu
This poem portrays the haunting experience of hunger and despair, symbolized by the harshness of the wind. It captures the plight of refugees, whose lives are marked by emptiness, helplessness, and the constant struggle to survive in a world that seems indifferent to their suffering. Ikhwanul Dhafa Alghifari 24 JD EPR KM 7-8 NK3-23 LM
Dewinta Darmasari
1 bulan yang lalu
The poem is profound, with a thought-provoking perspective on balance and self-awareness. **2) First Comment: What is the meaning of the poem to you?** To me, the poem conveys the importance of balance and moderation, emphasizing that even light and success need pauses and reflection to maintain their beauty and purpose. **3) Second Comment: Which line/stanza do you like very much?** I like the stanza: *"Mungkin, kau harus belajar dari senja, bahwa indahnya cahaya adalah karena ia tahu kapan berhenti,"* as it beautifully illustrates the value of rest and humility. **4) Third Comment: What is one of the business ideas that comes to your mind after reading the poem?** Developing a productivity app that encourages balanced work schedules and mindfulness breaks, inspired by the rhythm of day and night. Dewinta Darmasari 24 JD EPR K1/22 KM9-11 LM
Jesica Imelda Pasaribu
1 bulan yang lalu
What is the meaning of the poem to you? The poem powerfully conveys the profound despair and resilience of those living in dire conditions, reflecting a relentless struggle against hunger, loss, and broken promises. Jesica Imelda Pasaribu 24 JD EPR KM 7-8 NK3-23 LM
Jesica Imelda Pasaribu
1 bulan yang lalu
Which line/stanza you like very much? I deeply resonate with the line, "Aku menatap api, dan api itu menatapku kembali, seperti harapan yang dibakar untuk tidak tumbuh," as it poignantly captures the futility of hope amidst suffering. Jesica Imelda Pasaribu 24 JD EPR KM 7-8 NK3-23 LM
Jesica Imelda Pasaribu
1 bulan yang lalu
What is one of the business ideas that comes to your mind after reading the poem? One business idea inspired by the poem is creating a nonprofit organization that provides sustainable food and clean water solutions for refugee communities worldwide. Jesica Imelda Pasaribu 24 JD EPR KM 7-8 NK3-23 LM
Alhamdi Arif
1 bulan yang lalu
The poem evokes deep emotional responses by highlighting the suffering and resilience of children living in refugee tents. It underscores themes of hunger, hopelessness, and the harsh realities of life in conflict zones, while also portraying a sense of enduring spirit amid despair. It is a poignant reminder of the struggles faced by individuals in these situations, and it calls attention to the urgent need for humanitarian aid. Alhamdi Arif (22018087) 24 JD EPR K1/22 KM9-11 LM
Alhamdi Arif
1 bulan yang lalu
I particularly resonate with the stanza that illustrates the metaphor of the earth that "does not give results, but instead spits out tears." This line powerfully conveys the pain and hopelessness felt by those in that environment, effectively capturing the emotional and physical toll on individuals caught in such dire circumstances. Alhamdi Arif (22018087) 24 JD EPR K1/22 KM9-11 LM
Alhamdi Arif
1 bulan yang lalu
One business idea that comes to mind is establishing a non-profit organization that focuses on providing educational resources and nutritional support to refugee children. This initiative could include mobile classrooms with trained volunteers to offer education, access to nutritious food, and mental health support, helping to restore hope and stability in their lives. Alhamdi Arif (22018087) 24 JD EPR K1/22 KM9-11 LM
Alimin sahid
1 bulan yang lalu
2. This poem highlights the suffering and resilience of Palestinian children in refugee camps, reminding us of the harsh realities of war and the need for global compassion and action Alimin Sahid 22018003 24 JD EPR K1/22 KM9-LM 11
Alimin sahid
1 bulan yang lalu
3. I love the line, 'Lidah yang terbakar matahari, jeritan itu tak pernah reda,' because it powerfully conveys the pain and enduring struggle faced by innocent children in times of conflict. Alimin Sahid 22018003 24 JD EPR K1/22 KM9-LM 11
Alimin sahid
1 bulan yang lalu
4. One business idea is to create an international awareness campaign using art and poetry to support humanitarian efforts for children in conflict zones. Alimin Sahid 22018003 24JD EPR K1/22 KM9-LM11
Mutiara Asa Mukhti
1 bulan yang lalu
Comment 1: This poem shows the pain of hunger and lost hope. It describes someone struggling but staying strong even when they feel alone. (MUTIARA ASA MUKHTI/ 24 JD EPR K1/ 22 KM9-11 LM)
Mutiara Asa Mukhti
1 bulan yang lalu
Comment 2: The line I like the most is, "aku menyala meskipun tidak ada api yang menghanguskan," because it shows how someone can stay strong even without help. (MUTIARA ASA MUKHTI/ 24 JD EPR K1/ 22 KM9-11 LM)
Muhammad Wirhan Syah
1 bulan yang lalu
First Comment: What is the meaning of the poem to you? The poem portrays the resilience of the human spirit amidst profound hunger and despair, capturing a stark yet powerful image of survival and unfulfilled hope. Second Comment: Which line/stanza do you like very much? I deeply resonate with the lines: "Tapi aku tahu, mungkin aku lebih kuat dari api, karena aku menyala meskipun tidak ada api yang menghanguskan," as they embody an indomitable strength that persists despite overwhelming challenges. Third Comment: What is one business idea that comes to your mind after reading the poem? Developing a sustainable food aid initiative that combines local community farming with direct distribution to refugee camps to address hunger and create lasting solutions. Muhammad Wirhan Syah 24 JD EPR K1/22 KM9-11 LM
Mutiara Asa Mukhti
1 bulan yang lalu
Comment 3: A business idea from the poem is starting a project to give food or support to people in need, using new ways to fight hunger. (MUTIARA ASA MUKHTI/ 24 JD EPR K1/ 22 KM9-11 LM)
Muhammad Wirhan Syah
1 bulan yang lalu
First Comment: What is the meaning of the poem to you? The poem portrays the resilience of the human spirit amidst profound hunger and despair, capturing a stark yet powerful image of survival and unfulfilled hope. Muhammad Wirhan Syah 24 JD EPR K1/22 KM9-11 LM
Muhammad Wirhan Syah
1 bulan yang lalu
Second Comment: Which line/stanza do you like very much? I deeply resonate with the lines: "Tapi aku tahu, mungkin aku lebih kuat dari api, karena aku menyala meskipun tidak ada api yang menghanguskan," as they embody an indomitable strength that persists despite overwhelming challenges. Muhammad Wirhan Syah 24 JD EPR K1/22 KM9-11 LM
Muhammad Wirhan Syah
1 bulan yang lalu
Third Comment: What is one business idea that comes to your mind after reading the poem? Developing a sustainable food aid initiative that combines local community farming with direct distribution to refugee camps to address hunger and create lasting solutions. Muhammad Wirhan Syah 24 JD EPR K1/22 KM9-11 LM
Farhah Putri Ramadhani
1 bulan yang lalu
2. Puisi ini menyuarakan penderitaan yang timbul dari eksploitasi tanah dan alam, menghubungkannya dengan kelaparan dan kesedihan yang mendalam dari mereka yang bergantung padanya. 3. Saya sangat menyukai bagian "Di dalam perut ini, tanah itu tumbuh, tapi ia tidak mengubah apapun—" karena menggambarkan keputusasaan dan perjuangan untuk bertahan hidup meskipun tidak ada perubahan nyata. 4. Ide bisnis yang muncul adalah memulai program agrikultur regeneratif untuk menghidupkan kembali tanah yang rusak dan mendukung ketahanan pangan lokal. Farhah Putri Ramadhani 24 JD EPR K1/22 KM9- 11 LM
Salwa Dyna Febriani
1 bulan yang lalu
JD EPR K1/22 KM9- 11 LM Salwa Dyna Febriani The poem resonates deeply with the harsh realities of suffering, hunger, and unfulfilled hopes, portraying the resilience and endurance of individuals living through unimaginable struggles, especially in refugee camps. I particularly appreciate the line, "Tapi aku tahu, mungkin aku lebih kuat dari api, karena aku menyala meskipun tidak ada api yang menghanguskan," as it symbolizes the inner strength and determination to survive despite overwhelming challenges. A business idea inspired by the poem could be establishing a non-profit initiative that provides sustainable food aid and educational resources to refugees, empowering them to rebuild their lives and communities.
Abim
1 bulan yang lalu
1. What is the meaning of the poem to you? The poem "Lidah yang Terbakar Matahari" is a poignant expression of the struggles faced by Palestinian children in refugee camps, highlighting their experiences of hunger, loss of hope, and despair. The poem conveys a sense of resilience and determination in the face of overwhelming adversity, emphasizing the importance of hope and support in these dire circumstances. 2. Which line/stanza you like very much? I particularly appreciate the line "mungkin aku lebih kuat dari api" (maybe I'm stronger than fire) as it beautifully encapsulates the strength and determination of the human spirit in the face of adversity. This line stands out to me as a powerful expression of resilience and hope. 3. What is one of the business ideas that comes to your mind after reading the poem? One potential business idea that comes to mind after reading the poem is to initiate a donation campaign or product launch where the proceeds go to support the education and recovery of children in refugee camps. This could involve partnering with organizations that provide aid to these communities and creating a platform for people to contribute to the cause. Fachri Abimanyu I.F 22018105 24 JD EPR K1/22 KM9-11 LM
Indah Ayu Lestari
1 bulan yang lalu
The poem is a poignant reflection on the plight of refugees and displaced individuals who endure unimaginable hardship while waiting for aid that often comes too late or not at all. It speaks to the physical suffering caused by hunger and the emotional torment of waiting in an environment overshadowed by death and despair. indah ayu lestari 24 JD EPR KM 7-8 NK3-23 LM
Indah Ayu Lestari
1 bulan yang lalu
i like "Aku berdiri diam, seperti pohon yang tak punya akar, dihembus angin yang tidak pernah datang untuk menumbuhkan." indah ayu lestari 24 JD EPR KM 7-8 NK3-23 LM
Indah Ayu Lestari
1 bulan yang lalu
Business Idea: Refugee Resource Hubs – Sustainable Food and Self-Reliance Programs Develop community-centered hubs within refugee camps that offer sustainable food production systems, vocational training, and renewable resource utilization. These hubs aim to provide immediate relief while empowering refugees to grow their own food, acquire new skills, and create economic opportunities. indah ayu lestari 24 JD EPR KM 7-8 NK3-23 LM
Dwi Alqauri
1 bulan yang lalu
The poem powerfully conveys the resilience of the human spirit in the face of deep hunger and longing, expressing how one can endure hardship without losing hope, despite the absence of help or relief. I was deeply moved by the lines, *"Kelaparan ini bagaikan rumah yang aku tinggali, dan aku ibarat penghuni yang tidak pernah tidur,"* as they poignantly capture the haunting persistence of hunger and the weight of unrelieved suffering. A business idea could be a social enterprise aimed at providing sustainable, nutritious food options to underserved communities, using proceeds to fund relief efforts for those in need. Dwi Alqauri Rizal 22018195 24 JD EPR K1/22 KM 9-11 LM
Aditya Ibnu
1 bulan yang lalu
The poem is a powerful portrayal of the anguish and suffering of Palestinian children in refugee camps, using vivid imagery to depict their harsh reality. It speaks of the pain and loss that these children face due to conflict and displacement.
Aditya Ibnu
1 bulan yang lalu
I am deeply moved by the lines describing the burning tongues of children, representing their silent cries for help and survival.
Aditya Ibnu
1 bulan yang lalu
After reading the poem, a business idea that comes to mind is a humanitarian platform that raises funds to provide resources and support for children in war zones and refugee camps.
Gibran Alikhsan
1 bulan yang lalu
1. This poem captures the painful endurance of hunger and unmet hope, likening it to an unrelenting fire that strengthens rather than consumes, highlighting resilience amidst despair. 2. I like the line "I may be stronger than fire because I burn without flames," as it powerfully symbolizes inner strength in the face of overwhelming hardship. 3. A business idea is to create a meal-sharing app that connects food donors with those in need, focusing on providing meals to refugees and underprivileged communities. Gibran Alikhsan (23019049) JD EPR KM 7-8 NK3 23 LM.
hendru kurniawan
1 bulan yang lalu
1. The severity of the wind serves as a metaphor for the eerie sense of hunger and despair in this poetry. It depicts the predicament of refugees, whose lives are characterized by a sense of emptiness, powerlessness, and the never-ending battle to live in a society that doesn't appear to care about their pain. Hendru Kurniawan (23019050) JD EPR KM 7-8 NK3 23 LM.
hendru kurniawan
1 bulan yang lalu
2. The sentence, "Tapi aku tahu, mungkin aku lebih kuat dari api, karena aku menyala meskipun tidak ada api yang menghanguskan," strikes a deep chord with me because it captures an unbreakable resilience that endures in the face of enormous adversity. Hendru Kurniawan (23019050) JD EPR KM 7-8 NK3 23 LM.
hendru kurniawan
1 bulan yang lalu
3. I have a business concept that is A charity organization that offers sustainable food and clean water solutions to refugee populations throughout the world. Hendru Kurniawan (23019050) JD EPR KM 7-8 NK3 23 LM.
irsyad
1 bulan yang lalu
1.Lautan Tanpa Ikan, is deeply evocative and emotionally charged, conveying a powerful narrative of loss and despair through vivid imagery. Here’s a breakdown of its elements and impact: Strengths: 1. Imagery and Symbolism: The sea without fish serves as a poignant metaphor for emptiness and deprivation. Phrases like gelombang-gelombang itu terhempas ke pantai and laut yang kaya telah menjadi kuburan vividly paint the desolation and loss, creating a striking contrast between what once was and what is now. 2.i like line:"di Palestina,laut itu ada,tapi ia kosong,seperti perutku yang menunggu sesuatu yang tidak pernah datang"i think the line meaning is so deep 3.Crowdsourced Donations: Integrate a donation feature where readers can directly contribute to causes mentioned in the works, such as supporting displaced communities or environmental restoration. Irsyad Hakimi JD EPR KM 7-8 NK3 23 LM
Alivia Saudia Aqsha
1 bulan yang lalu
Menurut saya setelah mambaca dan memahami makna dari keempat puisi di atas, keemlat puisi di atas—Tanah yang Memuntahkan Air Mata, Lidah yang Terbakar Matahari, Angin yang Mengunyah Perutku, dan Bulan di Tenda Pengungsian, semuanya menggambarkan pengalaman penderitaan, kelaparan, dan kesulitan yang dialami oleh individu atau kelompok yang terpinggirkan atau terlupakan dalam situasi bencana, perang, atau ketidakadilan sosial. Melalui metafora yang kuat, penyair menggambarkan bagaimana penderitaan fisik dan emosional menyatu dengan elemen alam dan dunia sekitarnya. Keempat puisi ini saling berhubungan dengan tema utama penderitaan akibat kelaparan, harapan yang hilang, dan ketidakpedulian terhadap mereka yang terlupakan.
Farlingga Fadjrin
1 bulan yang lalu
"Lidah yang Terbakar Matahari": 1) First Comment: The poem speaks to the profound struggle of those living in despair and hunger, emphasizing resilience in the face of overwhelming adversity. It reflects a deep yearning for hope and support, illustrating how even in dire circumstances, the human spirit can endure.(Farlingga Fadjrin_24 JD EPR KM 7-8 NK3-23 LM)
Farlingga Fadjrin
1 bulan yang lalu
2) Second Comment: I particularly appreciate the line "mungkin aku lebih kuat dari api," as it beautifully encapsulates the strength and determination that can arise from suffering and hardship. (Farlingga Fadjrin_24 JD EPR KM 7-8 NK3-23 LM)
Farlingga Fadjrin
1 bulan yang lalu
3) Third Comment: After reading the poem, one business idea that comes to mind is establishing a social enterprise that provides nutritious meals and educational programs for refugees, aiming to empower them and improve their living conditions.(Farlingga Fadjrin_24 JD EPR KM 7-8 NK3-23 LM)
Kiki Imelya
1 bulan yang lalu
1. This poem captures the intense feeling of unfulfilled hope and relentless hunger, both physical and emotional. The imagery of a tongue burned by the sun symbolizes the pain of longing for something unattainable, while the comparison of hunger to a restless home emphasizes the sense of desperation. KIKI IMELYA 23019013 24 JD EPR KM 7-8 NK3 23 LM
Kiki Imelya
1 bulan yang lalu
2. The line "Perut ini kosong, seperti laut yang menelan bintang" stands out to me, as it vividly expresses a deep, consuming emptiness that feels vast and infinite. It powerfully conveys the magnitude of hunger—both literal and metaphorical. KIKI IMELYA 23019013 24 JD EPR KM 7-8 LM
Kiki Imelya
1 bulan yang lalu
3. The poem reflects the struggles faced by many entrepreneurs who, despite facing hardships and a lack of support, find the strength to continue striving for their goals. Like the speaker, they endure challenges without immediate relief, pushing forward with resilience and hope. KIKI IMELYA 23019013 24 JD EPR KM 7-8 NK3 23 LM
Mayza Andela syaputri
1 bulan yang lalu
This poem touches the heart by depicting the suffering and struggle of Palestinian children in refugee camps. Despite living in hardship, they remain strong and do not lose hope. The use of metaphors like "sunburned tongues" and "hands picking up bait from the rain of dust" shows their pain and determination to survive. Mayza Andela syaputri 23019014 24 JD EPR KM 7-8 NK3 23 LM
Mayza Andela syaputri
1 bulan yang lalu
I really like this line: "But I know, maybe I'm stronger than fire, because I'm burning even though there's no fire to burn me." This line demonstrates the strength of the human spirit that can endure in difficult situations. Even without a source of energy, they still have a burning spirit of life. Mayza Andela syaputri 23019014 24 JD EPR KM 7-8 NK3 23 LM
Mayza Andela syaputri
1 bulan yang lalu
After reading this poem, I'm inspired to create a support program for children in refugee camps that not only provides food but also gives access to education and skills development. This program could give them opportunities to learn, grow, and achieve a better future. Mayza Andela syaputri 23019014 24 JD EPR KM 7-8 NK3 23 LM
hanifah ganeca arya
1 bulan yang lalu
1. First Comment Artikel ini bagi saya menggambarkan betapa beratnya perjuangan dan kehilangan yang dialami oleh mereka yang hidup dalam kondisi perang dan pengungsian. Puisi-puisi yang disajikan memberikan gambaran mendalam tentang harapan yang hilang dan rasa sakit yang tak terungkapkan, namun tetap ada keteguhan untuk terus bertahan.hanifah ganeca arya (23019009) 24 JD EPR KM 7-8 NK3 23 LM
hanifah ganeca arya
1 bulan yang lalu
2. Second Comment Saya sangat suka bagian yang menggambarkan "Kepingan roti itu terbang, tapi ia tidak jatuh ke tanah, ia menjadi debu yang berterbangan, seperti mimpi yang hilang di udara". Bagi saya, itu adalah gambaran yang sangat kuat tentang harapan yang tak terwujud dan kenyataan pahit yang harus diterima.hanifah ganeca arya (23019009) 24 JD EPR KM 7-8 NK3 23 LM
hanifah ganeca arya
1 bulan yang lalu
3. Third Comment Salah satu ide bisnis yang muncul setelah membaca artikel ini adalah menciptakan platform yang menghubungkan para penyintas perang dengan dunia luar, untuk berbagi cerita dan menyebarkan kesadaran tentang pentingnya perdamaian dan bantuan kemanusiaan.hanifah ganeca arya (23019009) 24 JD EPR KM 7-8 NK3 23 LM
Frendy Nasril
1 bulan yang lalu
1. Lidah Yang Terbakar Matahari Ide usaha yang saya dapati pada puisi tersebut ialah, sebuah perusahaan yang menyalurkan bantuan bagi penduduk Palestina. Perusahaan tersebut bergerak dengan bantuan orang-orang yang memiliki rasa kemanusiaan. Dengan perusahaan ini, saya berharap mampu untuk menolong rakyat Palestina yang sedang tertindas Frendy Nasril 24046112 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Frendy Nasril
1 bulan yang lalu
2. Tanah yang Memuntahkan Air Mata Pada puisi tersebut saya mendapati sebuah ide usaha, yaitu usaha air minum kemasan. Usaha ini saya dapati karena sumber mata air yang melimpah di Indonesia. Bukan hanya itu, dengan usaha air kemasan ini, saya memungkinkan untuk menyalurkan air tersebut pada Orang-orang yang membutuhkan seperti Palestina. Ini bisa menjadi sebuah usaha yang luar biasa jika ditekuni dengan baik. Frendy Nasril JD P.KWU96 SN1-2 LM
Frendy Nasril
1 bulan yang lalu
Puisi yang memotivasi dan menjadi ide pada usaha saya kali ini adalah puisi Angin yang Mengunyah Perutku. Pada puisi kali ini, saya mendapati sebuah ide usaha, yaitu mkanan siap saji yang dapat dibawa kemana saja. Dengan usaha makanan atau kuliner ini, saya bisa membagikan bantuan pada anak-anak dan rakyat Palestina yang sedang membutuhkan bantuan. Frendy Nasril (24046112) JD P.KWU96 SN1-2 LM
Frendy Nasril
1 bulan yang lalu
Puisi Lautan Tanpa Ikan ini membuat saya memiliki ide dalam berbisnis. Dalam ide tersebut saya berminat membuat makanan kaleng yang praktis dan aman untuk dimakan dimana saja. Ini bisa menjadi sebuah langkah besar untuk dunia kuliner yang membutuhkan inovasi untuk menyalurkan ide masakan yang praktis. Usaha ini juga bisa membantu rakyat yang tertindas seperti Palestina untuk mendapati makanan yang praktis. Frendy Nasril (24046112) JD P.KWU96 SN1-2 LM
Aiko Adhisty
1 bulan yang lalu
1. Puisi Lidah yang Terbakar Matahari Ide bisnis yang terbuka bagi saya adalah Bisnis Pangan Berkelanjutan dan Terjangkau: Karena puisi ini menggambarkan kesusahan yang dialami saudara-saudari kita di Palestina, bisnis yang bisa berkembang adalah menyediakan makanan bergizi dengan harga yang terjangkau untuk daerah-daerah yang mengalami kesulitan pangan. Bisnis ini bisa berfokus pada penyediaan makanan siap saji atau produk pangan yang mudah disiapkan namun bergizi tinggi, serta mudah diakses oleh masyarakat yang membutuhkan. Dan juga menyalurkan bantuan berupa makanan bergizi kepada saudara-saudari di Palestina serta menyumbangkan uang penghasilan dari usaha ini untuk membantu saudara-saudari kita di Palestina. Aiko Adhisty (24011005) 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM.
ADHITYA AMARULLAH FINUS
1 bulan yang lalu
Puisi tersebut menggambarkan penderitaan anak-anak Palestina di kamp pengungsian, menghadapi kelaparan, kehilangan harapan, dan keputusasaan akibat konflik yang sedang berlangsung. Simbol seperti “lidah terbakar matahari” dan “tangan memungut umpan dari hujan debu” menyiratkan perjuangan untuk bertahan hidup dalam kondisi yang sangat sulit. 2. "Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah." 3. Ide bisnis: Memulai kampanye donasi atau peluncuran produk yang hasilnya akan digunakan untuk mendukung pendidikan dan pemulihan anak-anak di kamp pengungsi
Asti Marito Rambe
1 bulan yang lalu
Membuat produk-produk kreatif misalnya, buku, merchandise, atau karya seni yang menggambarkan penderitaan dan perjuangan anak-anak di pengungsian, dengan tujuan meningkatkan kesadaran dunia tentang situasi mereka.
Aisha
1 bulan yang lalu
1. Lidah yang terbakar matahari. Ide usaha dari puisi ini adalah dengan membuka kepanitiaan volunteer bagi siapa yang ingin memberikan tenaga dan jasanya untuk masyarakat² yang ada di palestina. 2. Kepingan roti yang terbang menjadi debu. Ide usaha yang saya dapatkan dari puisi ini adalah usaha tenaga pembuatan makanan untuk saudara di palestina agar mereka dapat mengurangi rasa lapar yang terus menerus mereka dapatkan. Ide bisnis yang paling bisa dilakukan adalah dengan membuka jasa tenaga pembuataan makanan untuk masyarakat di palestina. Alasannya, adanya tujuan jelas mengapa kita pergi ke palestina dan juga dapat memberikan bantuan yang sangat di butuhkan masyarakat di sana, yang mana pasokan makanan di palestina sudah sangat menipis. Aisha jihani, 24 JD P.KWU96 SN1-2LM
Adelina
1 bulan yang lalu
1. Lidah yang terbakar matahari, ide bisnis dari puisi ini adalah : membuat produk olahan lokal, dengan membuat produk makanan olahan dari bahan-bahan lokal untuk membantu orang orang yang kelaparan dan memperpanjang masa simpan. 2. Tanah yang memuntahkan air mata, ide bisnis dari puisi ini adalah : mengolah hasil pertanian organik menjadi produk makanan dan minuman yang unik dan bernilai tambah. Ide bisnis yang paling bisa dilakukan adalah membuat produk olahan lokal. Alasannya, karena dapat membantu orang-orang palestina yang kelaparan dan membutuhkan. [Adelina freshelya, 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM]
Nosa Gusdiana Putri
1 bulan yang lalu
Kepingan roti yang terbang menjadi debu. Ide usaha yang dapat saya dapatkan dari puisi tersebut adalah makanan yang bergizi dan tahan lama agar saudara kita di Palestina tetap ada asupan gizi. Alasannya perjalanan ke Palestina tentu sangat lama dan juga saudara kita di Palestina dapat mendapatkan makan yang bergizi dan bisa tahan lama. Nosa Gusdiana Putri, 24 JD P. kWU96 SN1-2LM
Mia Novita Putri
1 bulan yang lalu
Lidah Yang Terbakar Matahari 2 ide bisnis yang terpikir oleh saya adalah: -Bisnis buku dan edukasi -Bisnis sosial berbasis produk”cahaya solidaritas” ide bisnis yang paling bisa di lakukan adalah “cahaya solidaritas” alasannya: -kemudahan produksi -jangkauan pasar luas -modal awal lebih rendah -pesan yang langsung tersampaikan MIA NOVITA PUTRI,24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Mia Novita Putri
1 bulan yang lalu
Mencari Pelangi Di Balik Asap 2 ide bisnis yang terpikir oleh saya adalah: -Bisnis edukasi dan kesadaran lingkungan”Pelangi Harapan” -Bisnis produk ramah lingkungan”cahaya pelangi” ide bisnis yang paling bisa di lakukan adalah “cahaya pelangi” alasannya: -praktis -permintaan pasar tinggi -modal awal terjangkau -adanya peluang kolaborasi MIA NOVITA PUTRI,24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Reza Harahap
1 bulan yang lalu
Kepingan Roti yang Terbang Menjadi Debu menjadi sumber ide saya, yaitu: Menjual makanan sehat yang menggunakan makanan bergizi untuk menunjukkan betapa kekurangan gizi rakyat yang terkena bencana alam, dan betapa beruntungnya kita, maka kita harus menolong yang kurang beruntung. Mhd. Reza E. Harahap, 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Annisa Ulfaiza
1 bulan yang lalu
Dari semua puisi diatas dapat disimpulkan bahwa saya akan membuka ide usaha tenaga kerja untuk warga palestina baik itu makanan ataupun perlengkapan lain nya, alasannya supaya kita dapat membantu masyarakat palestina yang kekurangan tenaga kerja dalam medis dan pasokan makanan 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Frendy Nasril
1 bulan yang lalu
Pada puisi Jari-jari yang Memetik Langit Kosong saya mendapatkan sebuah ide usaha. Ide tersebut adalah distribusi buah segar dari petani nya langsung. Hal ini bisa membuat konsumen menikmati hasil bumi nya secara langsung dan masih segar. Buah buahan ini jika di kemas dengan baik, maka dapat juga disalurkan pada rakyat Palestina. Kita bisa membantu saudara kita untuk menikmati buah dari kekayaan bumi tersebut. Frendy Nasril 24046112 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Aiko Adhisty
1 bulan yang lalu
Puisi Tanah yang Memuntahkan Air Mata Ide usaha yang terbuka bagi saya adalah Layanan Kesehatan dan Kesejahteraan Dalam situasi konflik, kebutuhan akan layanan kesehatan, psikososial, dan rehabilitasi sangat mendesak. Bisnis yang menyediakan layanan medis, seperti klinik darurat, perawatan psikologis untuk korban trauma, dan rehabilitasi fisik atau mental, dapat memberikan dampak langsung bagi saudara-saudari di Palestina yang menderita akibat genosida. Selain itu, layanan kesehatan mobile atau telemedicine bisa menjadi solusi efektif di daerah yang sulit dijangkau. Aiko Adhisty (24011005) 24 JD P.KWU 96 SN1-2 LM.
Khayla Olivia
1 bulan yang lalu
Puisi Lidah yang Terbakar Matahari bisnis yang terpikirkan oleh saya adalah Souvenir atau Dekorasi Puisi Custom Inspirasi: Banyak puisi yang menyentuh hati dan memiliki makna personal seperti puisi diatas Ide: Membuat souvenir, seperti bingkai, kain, atau gelas, yang dapat dicustom dengan puisi pribadi atau puisi favorit pelanggan. Alasan: Konsumen menghargai produk yang bersifat pribadi dan unik, terutama sebagai hadiah atau kenang-kenangan. Khayla Olivia JD P.KWU96 SN1-2 LM
Zaskia mahendra
1 bulan yang lalu
"Yang menimpahkan roti" Ide bisnis yang terpikir oleh saya adalah : bisnis tentang membuka usaha toko roti "roti kita" Ide bisnis yang bisa saya lakukan yaitu membuka usaha toko roti "roti kita: karena disini saya disini juga ingin membuka usaha roti sambil bersedekah dan akan mengadakan promo setiap jum'at nantinya untuk para anak" Yang ada di panti asuhan ZASKIA MAHENDRA-24 JD P. KWU96 SN 1-2 LM
Harul Mukri Ananta
1 bulan yang lalu
Lidah yang Terbakar Matahari merupakan puisi yang menarik dan memberikan saya inspirasi ide bisnis: Ide Bisnis: Produksi dan distribusi makanan berbasis lokal untuk daerah rawan pangan. Alasan: Puisi ini menggambarkan kelaparan yang akut. Mendirikan bisnis yang mengolah hasil tani lokal menjadi produk makanan bernilai tinggi dapat mendukung ketahanan pangan di daerah miskin. Harul Mukri Ananta 24046114 JD P. KWU96 SN1-2 LM
Muhammad Rafi
1 bulan yang lalu
"Lidah yg terbakar matahari" Ide yg saya dapat kan yaitu ingin membuka sebuah bisnis kerajinan serta bisnis makanan, yang mana dari bisnis makanan, saya ingin menolong orang orang yg membutuh kan dg memberi makanan gratis dan kerajinan yaitu untuk hasil nya saya sumbangkan kepada orang yg membutuh kan. Muhammad Rafi 24 JD P. KWU96 SN1-2 LM
Dini Alhusna
1 bulan yang lalu
1. Lidah yang Terbakar Matahari : Katering dan Makanan Sehat untuk Pengungsi atau Daerah Terpencil Ide Bisnis : Mendirikan layanan katering atau usaha distribusi makanan sehat dan bergizi untuk pengungsi atau daerah-daerah yang kekurangan akses pangan. Alasan : Puisi ini menggambarkan kelaparan dan ketidakpastian pangan yang dirasakan oleh banyak orang, terutama di daerah pengungsian. Bisnis ini dapat memberikan solusi dengan menawarkan makanan sehat dan bergizi yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan dasar pangan. Usaha ini bisa berfokus pada penyediaan makanan di tempat-tempat rawan kelaparan atau bencana, serta menawarkan kemitraan dengan organisasi bantuan sosial. 2. Tanah yang Memuntahkan Air Mata : Pertanian Berkelanjutan atau Program Restorasi Tanah Ide Bisnis : Membuka usaha pertanian berkelanjutan atau program restorasi tanah yang berfokus pada pemulihan lahan yang terdegradasi dan tidak subur. Alasan : Puisi ini mencerminkan kerusakan alam dan ketergantungan manusia pada tanah yang tidak lagi memberi hasil. Usaha ini bisa menjadi solusinya dengan menawarkan teknologi pertanian ramah lingkungan, menggunakan metode pertanian yang berkelanjutan untuk mengembalikan kesuburan tanah, serta mengedukasi masyarakat tentang pertanian organik dan ramah lingkungan. 3. Angin yang Mengunyah Perutku : Bisnis Pelatihan Kewirausahaan untuk Pengungsi atau Komunitas Renta ide Bisnis: Membuka pelatihan kewirausahaan atau program inkubator bisnis untuk pengungsi dan masyarakat di daerah rawan kemiskinan. Alasan : Puisi ini menggambarkan kesulitan hidup dan kelaparan, yang sering kali menjadi tantangan utama bagi orang-orang yang tinggal di pengungsian. Bisnis ini akan memberikan pelatihan keterampilan dan pembelajaran kewirausahaan, membantu individu untuk membangun usaha mereka sendiri dan menciptakan peluang pekerjaan di tengah kesulitan ekonomi, sehingga mereka dapat mandiri secara finansial. 4. Bulan di Tenda Pengungsian : Produksi dan Penjualan Lampu Tenaga Surya untuk Daerah Terisolasi Ide Bisnis: Mengembangkan dan memasarkan lampu tenaga surya atau sumber penerangan ramah lingkungan untuk pengungsi dan daerah terpencil. Alasan : Puisi ini menggambarkan ketidakpastian dan kegelapan yang dihadapi oleh orang-orang dalam situasi sulit. Dengan banyaknya daerah yang tidak memiliki akses listrik, bisnis ini dapat menawarkan solusi penerangan yang ramah lingkungan dan dapat diandalkan, serta mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil atau sumber daya yang tidak terbarukan. 5. Tangan yang Memungut Umpan dari Hujan Debu : Bisnis Pengelolaan Sampah dan Daur Ulang Ide Bisnis: Memulai bisnis pengelolaan sampah dan daur ulang, terutama di daerah-daerah yang rentan terhadap bencana atau kekurangan infrastruktur. Alasan: Puisi ini menggambarkan ketidakberdayaan dalam mengatasi kekurangan, termasuk dalam hal sumber daya alam. Bisnis pengelolaan sampah dan daur ulang dapat membantu masyarakat yang terkena dampak bencana atau kelaparan dengan menciptakan solusi untuk mengelola limbah dan mengubahnya menjadi produk yang berguna, seperti bahan bakar alternatif atau produk ramah lingkungan lainnya. 6. Api yang Tidak Pernah Memasak : Pelatihan Keterampilan untuk Pekerja Informal dan UMKM Ide Bisnis: Menyediakan pelatihan keterampilan dan mentoring untuk pekerja informal, UMKM, atau individu yang berjuang untuk bertahan hidup di sektor informal. Alasan: Puisi ini menyentuh tentang kebuntuan dan janji yang tidak terpenuhi. Banyak wirausahawan kecil dan pekerja informal yang menghadapi tantangan besar dalam mengembangkan usaha mereka. Bisnis ini dapat memberikan pendidikan dan pelatihan praktis yang dapat membantu mereka mengembangkan keterampilan baru, meningkatkan produktivitas usaha, dan memperluas jaringan mereka. 7. Tetesan Air yang Menjadi Garam: Inisiatif Pengelolaan Air Bersih dan Sanitasi Ide Bisnis : Mendirikan usaha penyediaan air bersih dan sistem sanitasi untuk daerah-daerah yang terpapar kekeringan atau bencana alam. Alasan: Puisi ini berbicara tentang kekeringan dan ketidakmampuan memperoleh air bersih. Bisnis ini dapat menawarkan solusi praktis seperti filter air atau sistem penyaringan air sederhana yang dapat diakses oleh masyarakat yang kekurangan akses air bersih. Ini juga bisa mencakup pendidikan tentang pentingnya sanitasi dan kebersihan dalam mencegah penyakit. 8. Lautan Tanpa Ika : Penyuluhan dan Bisnis Perikanan Berkelanjutan Ide Bisnis: Mendirikan usaha perikanan berkelanjutan atau program penyuluhan untuk masyarakat pesisir tentang pentingnya kelestarian laut. Alasan: Puisi ini menggambarkan kondisi kelaparan dan kehilangan sumber daya alam. Bisnis ini bisa berfokus pada praktik perikanan yang berkelanjutan, termasuk budidaya ikan yang ramah lingkungan dan edukasi tentang cara menjaga kelestarian ekosistem laut untuk memastikan pasokan ikan yang berkelanjutan bagi masyarakat pesisir. 9. Jari-jari yang Memetik Langit Kosong: Layanan Teknologi untuk Pendidikan Daring Ide Bisnis: Menyediakan platform pendidikan daring yang terjangkau untuk masyarakat yang tinggal di daerah terpencil atau pengungsian. Alasan:Puisi ini mencerminkan keputusasaan dan ketidakmampuan untuk meraih apa yang diinginkan. Bisnis ini dapat menawarkan solusi pendidikan yang lebih mudah diakses, terutama di daerah-daerah yang terisolasi atau di pengungsian. Platform ini bisa menghubungkan pengungsi dengan pelatihan keterampilan, kursus-kursus vokasional, atau pendidikan dasar untuk membantu mereka memperoleh pengetahuan baru dan keterampilan yang dapat memperbaiki kondisi hidup mereka. 10. Kepingan Roti yang Terbang Menjadi Debu: Startup Pangan Sosial atau Bisnis Pengumpul Sumber Daya Makanan Terbuang Ide Bisnis: Mendirikan bisnis yang mengumpulkan makanan yang terbuang dari restoran, supermarket, dan produsen makanan untuk dibagikan ke masyarakat yang membutuhkan. Alasan: Puisi ini menggambarkan kelaparan yang terus berlanjut meskipun ada potensi sumber daya yang terbuang. Bisnis ini dapat mengurangi pemborosan makanan dengan mengumpulkan makanan yang tidak terpakai namun masih layak konsumsi dan mendistribusikannya ke pengungsi atau masyarakat miskin. Bisnis ini akan berfokus pada keberlanjutan, mengurangi limbah makanan, serta membantu mereka yang dalam kondisi kelaparan Dini Alhusna 24046105 Pendidikan Sejarah - 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
dijah
1 bulan yang lalu
"Lidah yang Terbakar Matahari " merupakan puisi yang menarik dan memberikan saya inspirasi ide bisnis: Ide Bisnis: Produksi dan distribusi makanan berbasis lokal untuk daerah rawan pangan. Alasan: Puisi ini menggambarkan kelaparan yang akut. salah satunya saya ingin menjual makanan khas jawa, sebagai salah salah identitas dari suku jawa seperti klepon, getok, tiwul dll
Aiko Adhisty
1 bulan yang lalu
Puisi Angin yang Mengunyah Perutku Ide usaha yang terbuka bagi saya adalah Platform Pengumpulan dan Distribusi Makanan Darurat untuk Pengungsi dan Korban Bencana. Alasannya adalah disebabkan krisis kemanusiaan dan kebutuhan makanan: mengingat banyaknya krisis kemanusiaan yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di Palestina, kebutuhan akan makanan dan dukungan logistik untuk pengungsi sangat besar. Usaha ini InsyaAllah akan memenuhi kebutuhan dasar saudara-saudari kita yang terdampak genosida dan berada di daerah konflik. Aiko Adhisty (24011005) 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM.
Qania Salsabila Umary
1 bulan yang lalu
Lidah yang Terbakar Matahari 1. Usaha bantuan pangan Membuka bisnis makanan sehat dan terjangkau, khususnya untuk komunitas yang kurang mampu atau daerah yang terdampak bencana. Mengembangkan model bisnis food bank atau platform donasi makanan berbasis digital yang menghubungkan surplus makanan dengan mereka yang membutuhkan. 2. Produk energi darurat Mengembangkan makanan instan bergizi tinggi yang mudah didistribusikan ke wilayah krisis. Produksi makanan atau minuman pengganti nutrisi untuk kondisi darurat, seperti biskuit energi atau suplemen cair. Qania Salsabila Umary (24036164) 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Aiko Adhisty
1 bulan yang lalu
Puisi Bulan di Tenda Pengungsian Ide usaha yang terbuka Platform Donasi dan Crowdfunding Membangun platform online untuk mengumpulkan donasi dan crowdfunding bagi proyek-proyek kemanusiaan di wilayah pengungsian. Alasannya dengan platform digital, lebih banyak orang dapat berkontribusi untuk mendukung pengungsi dari seluruh dunia. Menyediakan laporan penggunaan dana yang jelas dapat meningkatkan kepercayaan donor. Aiko Adhisty (24011005) 24 JD P.KWU 96 SN1-2 LM.
dijah
1 bulan yang lalu
"Yang menimpahkan roti" Ide bisnis yang terpikir oleh saya adalah : menjual makanan yang berbahan baku roti, dengan begitu khasiat makanan lebih berat agar dapat mengenyangkan setiap pelanggannya Khadizah(24350042) 24 JD P.KWU SN1-2 LM
Reza Harahap
1 bulan yang lalu
Menurut saya puisi Kepingan Roti yang Terbang Menjadi Debu menurut saya menggambarkan kesulitan, dan ketidakpastian yang dialami oleh seseorang dalam keadaan yang penuh penderitaan atau pengungsian. Hal ini terlihat pada baitnya "Di tenda pengungsian ini, kepingan roti itu terbang," dan "seperti waktu yang menipu untuk berharap,tanpa memberi sedikitpun.". 24 JD P. KWU96 SN1-2 LM, Mhd. Reza E. Harahap
Zaskia mahendra
1 bulan yang lalu
Aku menelan tanah itu, seperti menelan dunia yang terluka, dan tersedak pada harapan yang hilang. Saya suka bait ini karena menurut saya pada baik ini menceritakan tentang bagaimana seseorang yang terluka dengan harapan nya sendiri dan dia terpaksa menerima walaupun itu bukan keinginan nya ZASKIA MAHENDRA-24 JD P. KWU96 SN 1-2 LM
ADHITYA AMARULLAH FINUS
1 bulan yang lalu
Saya menyukai barisan ketika tidak pernah padam itu melambangkan semangat tanpa batas, PKWU JD 96 SN 1-2 LM
dijah
1 bulan yang lalu
Puisi yang memotivasi dan menjadi ide pada usaha saya kali ini adalah puisi "Angin yang Mengunyah Perutku" disini saya terlintas ide usaha ingin membuat produksi makanan yang menyehatkan, seperti berjualan buah-buahan yang telah diolah, contoh es kul kul makanan yang cocok buat anak-anak apalagi dicuaca yang panas khadizah (24350042,TRSE) 24 JD P.KWU SN1-2 LM
Harul Mukri Ananta
1 bulan yang lalu
Puisi “Api yang Tidak Pernah Memasak” menurut saya menggambarkan kekecewaan terhadap sesuatu yang terlihat menjanjikan, tetapi sebenarnya tidak membawa manfaat atau hasil. Api menjadi simbol harapan, janji, atau impian yang hanya terlihat indah di permukaan, namun tidak pernah terealisasi atau memberikan manfaat nyata.
Reza Harahap
1 bulan yang lalu
Saya sangat suka dengan baris "Kepingan roti itu bagai janji kosong," karena memperlihatkan pararel antara penderitaan yang menyangkut makanan dan juga harapan yang tidak akan terpenuhi. 24 JD P. KWU96 SN1-2 LM, Mhd. Reza E. Harahap
Zaskia mahendra
1 bulan yang lalu
Menurut saya, puisi ini menceritakan tentang sebuah perjalanan hidup yang tidak ada batas masalah, tetapi kita tetap harus menjalani karna hidup ini tentunya terus berjalan ZASKIA MAHENDRA-24 JD P. KWU96 SN 1-2 LM
Mia Novita Putri
1 bulan yang lalu
menurut saya makna dari puisi “Lidah Terbakar Matahari”itu seperti gambaran penderitaan dan perjuangan hidup orang yang tinggal di bawah tekanan, misalnya anak-anak Palestina. Lidah terbakar itu simbol dari rasa sakit, mungkin karena kelaparan, kesulitan bicara, atau tidak bisa mengungkapkan penderitaan mereka. Tapi di balik semua itu, ada harapan buat kebebasan dan kehidupan yang lebih baik. MIA NOVITA PUTRI,pdd sejarah,24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Adelina
1 bulan yang lalu
Makna puisi lidah yang terbakar matahari : sebuah jeritan hati dari orang yang hidup dalam kondisi sulit akibat kelaparan dan kemiskinan. Ia menggambarkan penderitaan fisik dan mental yang dialami, namun di sisi lain juga menunjukkan kekuatan semangat untuk bertahan hidup. Puisi ini juga menjadi kritik sosial terhadap ketidakpedulian masyarakat terhadap penderitaan orang-orang yang kurang beruntung. [Adelina freshelya, 24 JD P.KWU 96 SN 1-2 LM]
Fany Margareta
1 bulan yang lalu
Dari semua puisi ini, menurut saya menggambarkan betapa kesulitannya palestina untuk bertahan hidup saat ini tidak ada tenaga relawan yang mengirim makanan. Fany Margareta (24036125) 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Khayla Olivia
1 bulan yang lalu
Makna Puisi “Lidah yang Terbakar Matahari” menggambarkan perjuangan dalam menghadapi kesulitan hidup yang keras. Lidah yang "terbakar matahari" melambangkan penderitaan dan harapan yang sulit tercapai. Kelaparan dan kemiskinan digambarkan sebagai keadaan yang mendalam dan menyakitkan, tetapi ada kekuatan untuk bertahan meskipun situasi yang tampak tanpa harapan. Puisi ini juga menyiratkan daya juang, keteguhan, dan semangat meski dalam keterbatasan, menggambarkan seseorang yang tidak menyerah terhadap keadaan. Khayla Olivia, 24 JD P.KWU SN1-2 LM
Annisa Ulfaiza
1 bulan yang lalu
Ide bisnis : untuk membuka platform donasi untuk membangun sebuah tenda bagi pengungsi yang ada, alasannya karena dengan ada nya platform donasi ini akan mempermudah tenaga kerja membantu masyarakat palestina untuk meningkatkan kepercayaan kepada masyarakat 24 JD PKWU96 SN 1-2 LM
Reza Harahap
1 bulan yang lalu
Salah satu ide bisnis yang terpikirkan oleh saya mengenai puisi Kepingan "Roti yang Terbang Menjadi Debu" adalah Menjual roti atau kue murahc kecil dan bergizi yang bisa dibeli oleh mayoritas orang, penghasilan roti ini juga akan disumbangkan kepada orang yang kurang beruntung. Hal ini sangat berkaitan keras dengan tema puisi tersebut. 24 JD P. KWU96 SN1-2 LM, Mhd. Reza E. Harahap
Hillal Altof Fahlevvi
1 bulan yang lalu
angin datang bukan membawa kesejukan, tetapi ia mengunyah perutku. Saya sangat suka bait ini karena di dalam bait ini memberikan makna betapa pentingnya makanan. jadi kita jangan sia sia kan makanan yang sudah ada. HILLAL ALTOF FAHLEVVI -24JD P.KWU96 SN 1-2LM
Aiko Adhisty
1 bulan yang lalu
Puisi Tangan yang Memungut Umpan dari Hujan Debu Ide usaha yang terbuka bagi saya adalah Katering makanan bergizi. Alasannya usaha katering dapat menyediakan makanan sehat dan bergizi bagi pengungsi, membantu memenuhi kebutuhan nutrisi mereka. Aiko Adhisty (24011005) 24 JD P.KWU 96 SN1-2 LM.
Frendy Nasril
1 bulan yang lalu
Saya menyukai bait "Tapi aku tahu, mungkin aku lebih kuat dari api, karena aku menyala meskipun tidak ada api yang menghanguskan." Karena ini menggambarkan sebuah keteguhan pada kehidupan yang keras. Frendy Nasril JD P.KWU96 SN1-2 LM
Aisha
1 bulan yang lalu
Menurut saya, puisi ini menggambarkan bagaimana perjuangan orang² di palestian ditengah gempuran yang terus menerus mereka dapatkan. Aisha jihani 24 JD P.KWU96 SN1-2LM
Harul Mukri Ananta
1 bulan yang lalu
Saya menyukai kalimat “Seperti janji-janji yang terbakar oleh waktu, tanpa menghasilkan apapun selain asap menyiksa” karena frasa "terbakar oleh waktu" bagi saya menegaskan bahwa waktu menguji validitas janji. Ketika janji itu tidak ditepati, ia menghilang seperti api yang hanya menyisakan asap—tidak berguna, dan bahkan menyakitkan.
Adelina
1 bulan yang lalu
baris " lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah", menggambarkan penderitaan yang mendalam akibat harapan yang tak kunjung terwujud. Lidah yang terbakar matahari bisa diartikan sebagai rasa haus yang tak terpuaskan akan kehidupan yang lebih baik, sebuah harapan yang terus membara namun tak kunjung tercapai. [Adelina freshelya, 24 JD P.KWU96 SN 1-2 LM]
ADHITYA AMARULLAH FINUS
1 bulan yang lalu
sepertinya saya akan membuat bisnis Gym cocok dengan ideologi tidak pernah padam seperti selalu semangat ADHITYAAMARULLAH FINUS PKWH JD 96 SN 1-2 LM
Qania Salsabila Umary
1 bulan yang lalu
Puisi 2: Tanah yang Memuntahkan Air Mata 1. Pertanian Regeneratif di Daerah Kritis, Bisnis yang memulihkan kesuburan tanah melalui teknik bertani berkelanjutan seperti agroforestri atau penggunaan pupuk organik. Pelatihan dan penjualan alat pertanian untuk daerah yang menghadapi degradasi tanah. 2. Produk Pangan Alternatif, Pengembangan pangan berbasis tanaman tahan kekeringan, seperti biji-bijian atau kacang-kacangan yang mudah tumbuh di tanah marginal. Produksi makanan instan bernutrisi tinggi yang bisa diolah tanpa banyak sumber daya. Puisi 3: Angin yang Mengunyah Perutku 1. Teknologi Pangan Darurat, Pembuatan produk makanan siap santap dengan daya simpan panjang untuk didistribusikan ke wilayah terdampak bencana. Bisnis inovasi energi alternatif untuk memasak, seperti kompor bertenaga surya. 2. Distribusi Bantuan Berbasis Digital, Platform berbasis aplikasi yang menghubungkan donatur langsung dengan pengungsi, memastikan transparansi distribusi makanan dan kebutuhan lainnya. Layanan logistik yang dikhususkan untuk pengiriman ke daerah-daerah yang sulit dijangkau. Puisi 4: Bulan di Tenda Pengungsian 1. Pengembangan Sistem Penerangan Murah, Bisnis lampu tenaga surya sederhana untuk tenda pengungsian, membantu kehidupan malam yang lebih produktif. Produk yang menggabungkan pencahayaan dengan pengisian daya untuk kebutuhan komunikasi dasar. 2. Layanan Psikososial untuk Pengungsi, Bisnis berbasis komunitas yang menyediakan ruang aman bagi pengungsi untuk berbagi pengalaman, belajar keterampilan baru, atau menjalani terapi seni. Penjualan materi edukasi untuk anak-anak pengungsi agar tetap memiliki harapan. Puisi 5: Tangan yang Memungut Umpan dari Hujan Debu 1. Filter Udara Portabel, Pengembangan alat penyaring udara murah dan ringan untuk digunakan di tenda pengungsian atau lingkungan berpolusi tinggi. Bisnis masker inovatif berbahan ramah lingkungan. 2. Produksi Air Minum Bersih, Alat pemurni air mini yang dapat diakses oleh komunitas miskin atau pengungsi. Pengembangan sistem distribusi air bersih yang murah dan efisien. Puisi 6: Api yang Tidak Pernah Memasak 1. Energi Alternatif untuk Memasak, Bisnis kompor hemat bahan bakar atau berbasis biomassa, yang cocok digunakan di pengungsian atau area minim sumber daya. Produk inovasi penghangat makanan tanpa perlu energi konvensional. 2. Infrastruktur Masak Bersama, Mengelola dapur umum berkelanjutan yang menyediakan makanan bergizi di daerah pengungsian. Pelatihan komunitas untuk menggunakan sumber daya lokal dalam penyediaan makanan. Puisi 7: Tetesan Air yang Menjadi Garam 1. Teknologi Pengolahan Air, Sistem desalinasi skala kecil untuk membuat air asin layak minum. Bisnis pengolahan dan distribusi air minum murah di daerah yang rawan krisis air. 2. Makanan dan Minuman Bergizi di Daerah Rawan Air, Pengembangan produk minuman bernutrisi yang hanya memerlukan sedikit air. Makanan dehidrasi yang bergizi untuk distribusi massal. Puisi 8: Lautan Tanpa Ikan 1. Akuakultur Berkelanjutan, Usaha budidaya ikan di lingkungan yang terkontrol untuk menghasilkan protein di daerah yang kehilangan hasil tangkapan laut. Pelatihan nelayan lokal untuk mengadopsi metode penangkapan ikan yang tidak merusak ekosistem. 2. Produk Laut Olahan Tahan Lama, Bisnis pembuatan makanan laut olahan tahan lama, seperti ikan kering atau sarden kalengan. Pengolahan limbah laut untuk produk bernilai tambah seperti pupuk organik. Puisi 9: Jari-jari yang Memetik Langit Kosong 1. Pendidikan Berbasis Teknologi untuk Pengungsi, Platform belajar daring yang menyediakan pendidikan dan keterampilan bagi anak-anak di pengungsian. Program pelatihan praktis untuk meningkatkan keterampilan orang dewasa. 2. Inovasi Agrikultur Vertikal, Bisnis pertanian vertikal di daerah terbatas, memungkinkan pengungsi menanam makanan sendiri dengan sumber daya minim. Sistem hidroponik sederhana untuk produksi pangan di tempat pengungsian. Puisi 10: Kepingan Roti yang Terbang Menjadi Debu 1. Pabrik Roti Darurat, Usaha pembuatan roti murah dan bernutrisi untuk pengungsi, menggunakan bahan lokal atau donasi. Roti instan yang bisa dibuat hanya dengan menambahkan air. 2. Platform Penyedia Makanan Lokal, Aplikasi yang menghubungkan restoran lokal atau toko makanan dengan pengungsi untuk mendistribusikan surplus makanan. Model bisnis berbasis donasi untuk memastikan makanan bergizi terdistribusi secara merata. Qania Salsabila Umary (24036164) 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Hillal Altof Fahlevvi
1 bulan yang lalu
menurut saya puisi dengan judul angin mengunyah perutku bermakna bahwasanya makanan sangat penting dan sangat bermakna seperti halnya udara untuk bernapas HILLAL ALTOF FAHLEVVI -24 JD P.KWU96 SN 1-2LM
Frendy Nasril
1 bulan yang lalu
Bait yang saya suka adalah "sungai-sungai yang dulu memberi kehidupan, sekarang hanya aliran darah dan debu." Karena pada bait tersebut seperti mangaca pada dunia yang mereka tinggali sudah berubah, dulu semua nya seperti sungai yang memberi kehidupan tapi sekarang semuanya hanya tertinggal darah dan debu. Frendy Nasril JD P.KWU96 SN1-2 LM
Noval Anzani
1 bulan yang lalu
dari semua puisi yang saya baca saya mempunyai ide bisnis yaitu membuka usaha tempat makan dengan harga terjangkau, alasan saya yaitu karena masih banyak orang yang kelaparan karena terhalang oleh kondisi ekonomi mereka sehingga saya memiliki ide untuk membuka usaha ini. Noval anzani (24046122) 24 JD P.KWU96 SN1-LM
Mia Novita Putri
1 bulan yang lalu
Bait favorit: Perut ini kosong, seperti laut yang menelan bintang, tak ada gelombang yang datang untuk memberi makan. alasannya: karena rasanya dalem banget, pake metafora yang bikin kita langsung merasakan gimana perasaan lapar yang nggak cuma fisik, tapi juga mental. “Laut yang menelan bintang” seperti harapan yang tenggelam, “tidak ada gelombang” itu menunjukkan betapa tidak ada bantuan sama sekali. Jadi bait ini sederhana, tapi maknanya dalam. MIA NOVITA PUTRI,PDD SEJARAH, 24 JDP.KWU96 SN1-2 LM
Fany Margareta
1 bulan yang lalu
saya menyukai bait ini "Tapi aku tahu, mungkin aku lebih kuat dari api, karena aku menyala meskipun tidak ada api yang menghanguskan." karena menyimbolkan bahwa adanya semangat yang membara atau pantang menyerah sehingga itu yang diperlukan oleh seorang wirausaha kita harus tetap semangat dan optimis apabila sepi jualannya. Fany Margareta (24036125) JD.PKWU 96 SN 1-2 LM.
Annisa Ulfaiza
1 bulan yang lalu
Komentar Kedua: Saya sangat menghargai kalimat "mungkin aku lebih kuat dari api," karena kalimat itu dengan indah merangkum kekuatan dan tekad yang dapat muncul dari penderitaan dan kesulitan. Annisa Ulfaiza 24 JD PKWU96 SN 1-2 LM
Khayla Olivia
1 bulan yang lalu
Pada puisi Lidah yang Terbakar Matahari, saya sangat menyukai bait bait ini: "Tapi aku tahu, mungkin aku lebih kuat dari api, karena aku menyala meskipun tidak ada api yang menghanguskan." Karena, Baris ini menunjukkan keberanian dan keteguhan hati seorang wirausaha yang mampu menghadapi tantangan tanpa kehilangan semangat dan visi. "Menunggu uluran tangan yang belum datang, nampaknya tak ada yang berdiri untuk kami." → Kalimat ini menggambarkan ketidakandalan pada bantuan luar, yang mencerminkan bagaimana seorang pengusaha sering harus merasa mandiri dan mencari solusi sendiri. Entrepreneur yang sukses sering kali memiliki mentalitas seperti yang ditampilkan dalam puisi ini: tetap berjuang dalam keadaan sulit, tidak menyerah pada keadaan, dan tetap memiliki harapan meskipun perlawanan terasa luar biasa. Khayla Olivia, 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Muhammad Rafi
1 bulan yang lalu
"Api yang tak pernah memasak" Bermakna sebuah janji atau harapan yang tidak pernah terjadi atau hanya menjadi angan angan saja (Harapan Palsu). Muhammad Rafi 24 JDP. KWU96 SN1-2 LM
Frendy Nasril
1 bulan yang lalu
Saya menyukai bait pada bagian "Di dalam angin ini, aku menemukan kebuntuan, karena bahkan udara pun tak bisa meniupkan obat kelaparan, aku menunggu makanan, diantara bayang kematian di pengungsian." Ini menggambarkan sebuah penantian dan harapan dari dunia untuk mereka. Dimana mereka hanya bisa menahan dari perih nya kelaparan. Frendy Nasril JD P.KWU96 SN1-2 LM
Aiko Adhisty
1 bulan yang lalu
Puisi Lidah yang Terbakar Matahari. Menurut saya puisi ini menggambarkan ketabahan dan keyakinan yang kuat untuk melalui sebuah kesulitan. Di tengah-tengah kesulitan menyala kekuatan dalam jiwa yang membara. Aiko Adhisty (24011005) 24 JD P.KWU 96 SN1-2 LM.
Dini Alhusna
1 bulan yang lalu
Puisi : Tangan yang Memungut Umpan dari Hujan Debu menurut saya Puisi ini menggambarkan ketidakberdayaan dalam keadaan kelaparan yang parah. Hujan debu yang jatuh bukanlah berkah, tetapi hanya penderitaan yang terus mengalir, merusak dan mengikis tubuh yang sudah lemah. Ini adalah gambaran tentang perjuangan yang sia-sia untuk bertahan hidup di tengah keputusasaan. Dini alhusna 24046105 Pendidikan sejarah-24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Mia Novita Putri
1 bulan yang lalu
Ide Bisnis Yang Terpikir Oleh saya: “Harapan Terbakar Matahari” - Produk Kreatif dan Kampanye Kemanusiaan saya ingin membuat produk seperti kaos, tote bag, atau jurnal yang desainnya terinspirasi dari puisi “Lidah yang Terbakar Matahari”. Desainnya dari metafora puisi itu, misalnya gambar matahari, lidah api, atau laut yang “menelan bintang”. Setiap pembelian produk ini, sebagian keuntungannya disumbangkan buat program bantuan kemanusiaan, seperti donasi makanan atau edukasi buat anak-anak di daerah konflik. MIA NOVITA PUTRI 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Fany Margareta
1 bulan yang lalu
dari semua puisi yang puisi saya baca, saya terpikirkan 1 ide wirausaha untuk membuka toko makanan dengan harga makanannya yang terjangkau dan sebagian penghasilan disalurkan ke orang yang membutuhkan. Alasannya setelah kita lihat dari beberapa puisi diatas bahwa banyak yang masih kesulitan dalam ekonomi contohnya para korban yang ada di Palestina. Fany Margareta 24036125, 24 JD P.KWU 96 SN1-2 LM.
Aisha
1 bulan yang lalu
Bait yang menarik menurut saya "jari-jari ini yang dulunya memetik buah dari pohon-pohon, sekarang hanya menggapai langit kosong" karena dari sana terdapat pesan tersirat bahwa mereka anak-anak palestina sudah tidak ada lagi harapan dalam diri mereka. Mereka hanya dapat memasrahkan diri kepada tuhan dan berdoa agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Aisha jihani 24 JD P.KWU96 SN1-2LM
Zahira Alam
1 bulan yang lalu
"Lidah yang Terbakar Matahari" Ide wirausaha yang muncul dari saya setelah membaca puisi ini adalah Produksi dan Distribusi Makanan Instan Bergizi, Membuat produk makanan instan, seperti roti berbahan lokal seperti biskuit padat gizi, yang mudah disimpan dan didistribusikan ke wilayah pengungsian. Bisnis ini dapat mengintegrasikan program donasi, di mana setiap pembelian konsumen menyumbangkan produk serupa kepada komunitas terdampak bencana. Zahira Alam, 24 JD P. KWU96 SN1-2 LM
Dini Alhusna
1 bulan yang lalu
Bait Favorit: "Aku menyalakan api di atas batu-batu pecah, tapi ia tidak pernah memasak apa-apa. Api itu hanyalah ilusi, seperti janji-janji yang terbakar oleh waktu, tanpa menghasilkan apapun selain asap yang menyiksa." Alasan: Saya suka bait ini karena sangat menggugah. Penggambaran "api yang tidak pernah memasak" sangat kuat dalam menyampaikan rasa frustrasi dan keputusasaan. Janji-janji yang terbakar oleh waktu menggambarkan bagaimana harapan sering kali tidak terwujud dan berakhir sia-sia, mengingatkan kita bahwa usaha tanpa hasil tidak hanya menambah kelelahan, tetapi juga menyiksa. Metafora ini sangat relevan dengan kondisi banyak orang yang terjebak dalam ketidakpastian hidup. Dini alhusna 24046105 Pendidikan sejarah-24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Dini Alhusna
1 bulan yang lalu
Puisi : Tangan yang Memungut Umpan dari Hujan Debu Ide Bisnis: Program Bantuan Makanan Darurat Bisnis ini bisa berfokus pada penggalangan dan distribusi bantuan pangan darurat ke daerah-daerah yang terkena bencana alam, perang, atau kelaparan akut. Menyediakan bantuan pangan yang mudah diakses untuk mereka yang terjebak dalam kondisi kritis adalah langkah awal yang dapat dilakukan. Dini alhusna 24046105 Pendidikan sejarah-24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Asti Marito Rambe
1 bulan yang lalu
saya sangat menyukai bait pada bagian "Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah" karena menurut saya berharap pada orang hanya akan mengecewakan bukan karna orang itu jahat tapi karna dia manusia. Asti marito rambe JD 24 P.KWU96 SN1-2 LM
TIARA TRI SANTRI 25046130
1 bulan yang lalu
Komen pertama : dari judul "Lidah yang terbakar matahari" memiliki makta tentang harapan yang tidak dapat di gapai atau tercapai, puisi ini menggambarkan perjuangan yang keras untuk memenuhi kebutuhan. Tiara Tri Santri (24046130) 24 JD P.KWU96 SN1-2LM
Muhammad Rafi
1 bulan yang lalu
Bait yang saya sukai adalah "angin datang, tapi bukan membawa kesejukan" Karena bait ini menceritakan tentang keadaan kecewa, seperti harapan yang datang tak sesuai yang di pikirkan atau yang di harapkan. Muhammad Rafi 24JDP.KWU96 SN1-2 LM
Asti Marito Rambe
1 bulan yang lalu
Makna puisi di atas yaitu penderitaan yang di rasakan oleh masyarakat palestina terutama anak-anak yang menjadi korban kekerasan dan penindasan dari perang. Asti marito rambe 24JD P.KWU96 SN1-2 LM
Aisha
1 bulan yang lalu
Salah satu ide bisnis yang terpikirkan oleh saya adalah membuka jasa volunteer untuk orang-orang di palestina sana agar dapat membantu masyarakat di palestina seperti pembuatan makanan, menjadi guru pengajar, dll. Aisha jihani 24 JD P.KWU96 SN1-2LM
Aiko Adhisty
1 bulan yang lalu
Puisi Jari-jari yang Memetik Langit Kosong menurut saya puisi ini menggambarkan 
rasa kehilangan dan keputusasaan yang dialami oleh mereka yang terkena dampak genosida dan konflik, menggambarkan kerinduan akan kehidupan normal yang kini sirna. Puisi ini berfungsi sebagai seruan untuk mengingat penderitaan mereka, mendorong pembaca untuk menyadari realitas pahit yang dihadapi oleh pengungsi dan korban di negara-negara konflik. Aiko Adhisty (24011005) 24 JD P.KWU 96 SN1-2 LM.
nesya
1 bulan yang lalu
" tanah yang memuntahkan air mata " soal 1. makna puisi ; menurut saya puisi ini menceritakan tentang kesedihan dan juga kesengsaraaan hidup, namun hanya bisa menerima kenyataan . NESYA ANDINI PUTRI 24011053 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
gissa
1 bulan yang lalu
Makna dari Semua Puisi Puisi-puisi ini menggambarkan penderitaan, kehilangan, dan harapan yang samar di tengah situasi sulit, mencerminkan ketidakberdayaan manusia dalam menghadapi kelaparan, kerusakan lingkungan, dan trauma akibat konflik. Mereka menyoroti pentingnya dukungan dan solidaritas dalam mengatasi tantangan kehidupan. (Gissa Herdina: 24036159: kimia nk :24.JD.P.KWU.96 SN 1-2.LM)
gissa
1 bulan yang lalu
Bait Favorit dan Alasannya *Bait Favorit:* "Aku meneguk air itu, dan ia menjadi pahit." *Alasan:* Bait ini menggambarkan dengan kuat rasa sakit yang dialami akibat kehilangan harapan dan kebutuhan mendasar, mencerminkan kondisi yang dihadapi oleh banyak orang dalam situasi krisis. (Gissa Herdina: 24036159: kimia nk :24.JD.P.KWU.96 SN 1-2.LM)
gissa
1 bulan yang lalu
Bait Favorit dan Alasannya Bait Favorit: "Aku meneguk air itu, dan ia menjadi pahit." Alasan: Bait ini menggambarkan dengan kuat rasa sakit yang dialami akibat kehilangan harapan dan kebutuhan mendasar, mencerminkan kondisi yang dihadapi oleh banyak orang dalam situasi krisis. (Gissa Herdina: 24036159: kimia nk :24.JD.P.KWU.96 SN 1-2.LM)
Marsa Salsabila
1 bulan yang lalu
Makna Puisi yang dapat disimpulkan: 1. Lidah yang Terbakar Matahari Puisi ini menggambarkan penderitaan akibat kelaparan dan harapan yang tidak terwujud. Lidah yang terbakar melambangkan rasa sakit, sementara perut kosong mencerminkan kekurangan. Meskipun ada semangat untuk bertahan, penantian akan bantuan yang tak kunjung datang menambah kesedihan para pengungsi. 2. Tanah yang Memuntahkan Air Mata Puisi ini menggambarkan kesedihan dan kehilangan. Tanah yang tidak lagi subur hanya mengeluarkan air mata, melambangkan penderitaan. Menelan tanah mencerminkan rasa sakit dan harapan yang hilang. Meskipun tanah tumbuh di dalam diri, ia tidak memberikan perubahan, malah menghabiskan tenaga hingga penulis ingin mendapatkan sepotong roti. 3. Angin yang Mengunyah Perutku Puisi ini menggambarkan penderitaan akibat kelaparan. Angin yang seharusnya membawa kesejukan justru mengunyah perut, melambangkan kekosongan dan kehilangan. Penulis merasa terjebak dalam kebuntuan, seperti pohon tanpa akar, menunggu makanan di tengah bayang-bayang kematian di pengungsian. 4. Bulan di Tenda Pengungsian Puisi ini menggambarkan harapan yang hampa di tengah kelaparan. Bulan yang seharusnya menjadi sumber cahaya justru mengingatkan penulis bahwa malam tidak akan memberikan makanan. Ia melambangkan ilusi yang membakar harapan, menunjukkan kenyataan pahit bahwa bantuan tidak kunjung datang, bahkan bulan pun tampak tertutup oleh awan kelaparan. 5. Tangan yang Memungut Umpan dari Hujan Debu Puisi ini menggambarkan keputusasaan dan penderitaan akibat kelaparan. Tangan yang seharusnya menunggu makanan kini memungut debu, menggambarkan harapan yang hampa. Air mata yang jatuh melambangkan kesedihan, dan hujan yang tidak memadai hanya mengubah penulis menjadi tanah kosong. Penantian akan bantuan berlanjut, namun hujan pun bisa berhenti, meninggalkan tubuh yang kering di bawah langit yang tak peduli. 6. Api yang Tidak Pernah Memasak Puisi ini menggambarkan harapan yang tidak terwujud. Api yang dinyalakan tidak mampu memasak makanan, melambangkan janji-janji yang hampa dan ilusi. Asap yang dihasilkan menyiksa, mencerminkan rasa sakit dan kekecewaan. Penulis merasakan ketidakberdayaan, di mana harapan dan mimpi hanya menjadi angan-angan yang tidak dapat dipenuhi. 7. Tetesan Air yang Menjadi Garam Puisi ini menggambarkan ironi penderitaan di pengungsian. Air yang seharusnya menyegarkan justru menjadi garam yang melukai, melambangkan bantuan yang tidak memadai atau justru memperburuk keadaan. Air yang diteguk terasa pahit, mencerminkan kenangan yang menyakitkan dan kehausan yang tak pernah terobati. Kepahitan itu diperparah oleh air yang keruh dan beracun yang telah lama menodai tubuh. 8. Lautan Tanpa Ikan Puisi ini membandingkan kekosongan laut tanpa ikan dengan kelaparan yang dialami penulis. Laut yang seharusnya kaya akan kehidupan justru kosong, seperti perut penulis yang menunggu makanan yang tak kunjung datang. Gelombang yang menghantam pantai hanya meninggalkan kekeringan dan kelemahan. Pengalaman ini dihubungkan dengan kehilangan dan kematian, di mana laut yang kaya menjadi kuburan dan pantai serta tenda pengungsian menjadi simbol keputusasaan. 9. Jari-jari yang Memetik Langit Kosong Puisi ini menggambarkan keputusasaan dan ketidakmampuan untuk mendapatkan makanan. Tangan yang dulunya memetik buah kini hanya meraih langit kosong, melambangkan harapan yang tak terwujud. Bintang yang jatuh sebelum bisa dipegang, dan langit yang tak memberikan apa pun, menunjukkan sia-sianya usaha untuk mendapatkan sesuatu. Penulis merasa seperti bayangan yang menghilang sebelum bisa mendapatkan apa yang dibutuhkan. 10. Kepingan Roti yang Terbang Menjadi Debu Puisi ini menggambarkan harapan yang sia-sia di tengah kelaparan. Kepingan roti yang terbang tidak jatuh ke tanah, melainkan berubah menjadi debu, mencerminkan mimpi yang hilang. Penulis mengejar debu yang tidak bisa diraih, menggambarkan kekecewaan dan penipuan waktu. Kepingan roti tersebut menjadi simbol janji kosong yang tidak pernah terwujud, menandakan rasa putus asa yang mendalam saat menunggu bantuan. Marsa Salsabila - Pendidikan Matematika (24 JD PKWU96 SN1-2 LM)
nesya
1 bulan yang lalu
" tanah yang memuntahkan air mata " soal 2. bait yang saya suka ada di bait kedua, " aku menelan tanah itu, seperti menelan dunia" saya menyukaii bait ini karena memiliki arti yang sangat dalam NESYA ANDINI PUTRI 24011053 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Adelya Fasera
1 bulan yang lalu
Kekuatan dalam Kesulitan Meskipun dalam kondisi sulit, ada kekuatan batin yang membuat individu terus bertahan. Hal ini tergambar dalam baris "mungkin aku lebih kuat dari api, karena aku menyala meskipun tidak ada api yang menghanguskan." Ketabahan dan daya juang menjadi inti dari keberadaan mereka. Adelya Fasera 24 JD P. KWU96 SN1-2 LM
gissa
1 bulan yang lalu
ide wirausaha yang terfikirkan oleh saya: *Usaha Kemanusiaan Terpadu*: Sebuah organisasi nirlaba yang menyediakan makanan sehat, layanan kesehatan, pelatihan keterampilan bertahan hidup, dan dukungan psikologis untuk pengungsi dan masyarakat yang terdampak krisis. Usaha ini akan fokus pada pemberdayaan individu dan komunitas yang paling rentan, dengan pendekatan berkelanjutan dan berbasis kebutuhan. (Gissa Herdina: 24036159: kimia nk :24.JD.P.KWU.96 SN 1-2.LM)
Salwa Putri Pratiwi
1 bulan yang lalu
Setelah membaca puisi ini saya memiliki ide wirausaha yaitu 1.Produk Kerajinan Tangan: Mendirikan bisnis yang memproduksi dan menjual kerajinan tangan khas Palestina, mendukung ekonomi lokal dan budaya. 2.Platform E-commerce: Membuat platform online untuk menjual produk lokal, memfasilitasi akses ke pasar global. Salwa Putri Pratiwi, No.Urut 17, Prodi Psikologi, 24 JD P.KWU96 SN 1-2 LM
Salwa Putri Pratiwi
1 bulan yang lalu
Diantara ide wirausaha tersebut produk kerajinan tangan lebih menarik dan lebih mudah untuk dijadikan bisnis. Salwa Putri Pratiwi, No.Urut 17, Prodi Psikologi, 24 JD P.KWU96 SN 1-2 LM
Aiko Adhisty
1 bulan yang lalu
Saya sangat menyukai bait “Langit itu bagai kaca yang tak pernah memantulkan kenyataan,
dan aku ibarat bayangan yang menghilang,
 sebelum aku sempat menyentuh apapun.” Merupakan bait yang indah namun menyakitkan karena menyimbolkan ketidakberdayaan dan kehilangan harapan di tengah situasi yang suram dan penuh kesulitan. Menggambarkan bagaimana harapan dan impian tampak indah namun tidak dapat diraih. Aiko Adhisty (24011005) 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM.
nesya
1 bulan yang lalu
"tanah yang memuntahkan air mata" soal 3. ide usaha yang terpikir oleh saya mungkin seperti makanan karna yang saya tangkap dipuisi ini ialah krisis makanan, yang usaha tersebut dapat membantu mereka yang kesusahan NESYA ANDINI PUTRI 24011053 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Qania Salsabila Umary
1 bulan yang lalu
Makna dari puisi puisi diatas yaitu 1. Lidah yang Terbakar Matahari, Makna: Puisi ini menggambarkan penderitaan akibat kelaparan dan kemiskinan. Harapan yang tak terwujud digambarkan sebagai api metaforis yang membakar. Meski dalam kondisi sulit, ada keteguhan untuk bertahan hidup. 2. Tanah yang Memuntahkan Air Mata, Makna: Tanah yang biasanya menjadi sumber kehidupan berubah menjadi saksi penderitaan. Puisi ini melukiskan bagaimana sumber daya alam yang rusak membawa penderitaan, menyiratkan keterhubungan manusia dengan alam dan harapan yang terhalang. 3. Angin yang Mengunyah Perutku, Makna: Angin yang biasanya membawa kesegaran menjadi simbol kehampaan dan penderitaan. Puisi ini mencerminkan kesulitan hidup di tengah kelaparan dan ketidakberdayaan di pengungsian. 4. Bulan di Tenda Pengungsian, Makna: Bulan yang biasanya menjadi simbol harapan di malam hari justru mencerminkan penderitaan yang tiada akhir. Puisi ini menunjukkan ketiadaan harapan dan keputusasaan di tengah situasi pengungsian. 5. Tangan yang Memungut Umpan dari Hujan Debu, Makna: Tangan yang memungut debu menggambarkan ketidakberdayaan dan keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Puisi ini menunjukkan perjuangan sia-sia dalam menghadapi kelaparan dan kemiskinan. 6. Api yang Tidak Pernah Memasak, Makna: Api, yang biasanya menjadi simbol harapan dan kehidupan, justru menjadi ilusi yang menipu. Puisi ini mencerminkan janji-janji kosong dan harapan yang terus dikecewakan. 7. Tetesan Air yang Menjadi Garam, Makna: Air, sumber kehidupan, berubah menjadi simbol penderitaan dan luka. Puisi ini menggambarkan bagaimana hal-hal yang seharusnya membawa kehidupan justru memperparah penderitaan. 8. Lautan Tanpa Ikan, Makna: Laut yang kehilangan ikan mencerminkan hilangnya sumber daya dan penghidupan. Puisi ini menyuarakan kerinduan akan masa lalu yang lebih baik, sekaligus menyiratkan ketidakpastian masa depan. 9. Jari-jari yang Memetik Langit Kosong, Makna: Puisi ini menggambarkan perjuangan yang sia-sia dan harapan yang tidak tercapai. Langit kosong menjadi metafora bagi impian yang tidak terwujud, mencerminkan keputusasaan. 10. Kepingan Roti yang Terbang Menjadi Debu, Makna: Kepingan roti yang berubah menjadi debu melambangkan harapan yang musnah. Puisi ini mencerminkan rasa lapar yang mendalam dan ketidakmungkinan memperoleh kebutuhan dasar. Qania Salsabila Umary (24036164) 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Zahira Alam
1 bulan yang lalu
"Lidah terbakar" Puisi ini menggambarkan penderitaan akibat kelaparan dan kemiskinan yang dialami oleh seseorang di tengah situasi yang penuh kesulitan, seperti di tenda pengungsian. Namun, terdapat kekuatan dan keteguhan. bahwa meskipun kelaparan menjadi bagian dari kehidupannya, ia tetap semangat bertahan hidup yang tidak padam meski dalam keadaan yang begitu sulit.
Marsa Salsabila
1 bulan yang lalu
Ide ide bisnis dari puisi: 1. Lidah yang Terbakar Matahari & Jeritan Anak Palestina di Tenda Pengungsian: • Usaha yang pertama dari judul ialah membuat usaha es kul kul dengan berbagai buah segar yang dilapisi coklat dan toping yang beragam, di ambil dari terbakar matahari, di harapkan es kul kul bisa menjadi penyejuk. • Usaha yang kedua dari isi puisi yaitu usaha menjual roti isi krim manis dan berbagai jenis buah, diambil dari "kelaparan ini bagai rumah yang aku tinggali", diharapkan usaha ini dapat mengatasi rasa lapar konsumen da rasa puas dari manisnya krim dan searnya buah. •Usaha yang mungkin saya lakukan lebih utama yaitu es kul kul, karena es kul kul konsumsi dan daya jualnya lebih bersahabat serta banyak peminatnya 2. Tanah yang Memuntahkan Air Mata: -Usaha pertama di ambil dari judul yaitu dari "air mata", ide usaha yang terpikir ialah menjual minuman es jelly, yang berisi susu dengan campuran potongan jelly jelly buah yang segar, di harapkan dapat menghentikan air mata yang mengalir dengan kesegaran dan keanisannya. -Usaha yang kedua di ambil dari isi yaitu "Aku menelan tanah itu", ide usaha yang terpikir yaitu membuka usaha florist atau berbagai jenis tanaman agar menggantikan tanah tanah tersebut dengan keharuman da keindahan bunga, diharapkan florist saya dapat mengantarkan kebahagiaan dengan luas. -Usaha yang saya utamakan untuk di lakukan adalah usahapertama berjualan susu jelly, karena susu jelly sudah umum dan memiliki banyak peminat selain itu florist harus memiliki modal besar dan strategi yang lebih serius. 3. Angin yang Mengunyah Perutku: -Usaha pertama di ambil dari judul puisi yaitu "angin", ide usaha yang terpikir adalah menjual pernak pernik seperti kipas da cermin yang lucu dan beberapa mungil agar dapat di gunakan di pakai secara praktis dimana pun dan kapan pun. -Usaha yang kedua diambil dari isi puisi yaitu "pohon yang tak punya akar", ide usaha yang terpikir adalah membuat usaha menjual buah buahan/berkebun dengan menanam pohon dan tanaman yang menghasilkan buah itu sendiri. -Usaha utama yang mungkin saya lakukan adalah menjual cermin dan kaca mini nan lucu, karena tahan lama sehingga bisa juga masuk ke pasar online sedangkan usaha kedua yang berjualan buah dari pohon sendiri jangkanya terlalu lama. 4. Bulan di Tenda Pengungsian: -Usaha pertama terpikir dari judul puisi yaitu "Bulan", ide yang terpikir adalah menjual cookies berbentuk bulan dan bintang yang lucu, pemesanannya via order. -Usaha kedua terpikir dari isi puisi yaitu "tertutup oleh awan kelaparan", ide usaha yang terpikir adalah menjual berbagai permen kapas yang lucu dan manis untuk. mermbuat awan awan yang bisa mengisi kebutuhan lidah dalam hal hal yang manis. -Usaha yang mungkin dilakukan adalah usaha pertama yaitu menjual kue bulan da bintang Denga mengorder, karena untuk usaha peremen kapas pasar penjualanya sendiri agak terbatas hanya di lingkup anak anak. 5. Tangan yang Memungut Umpan dari Hujan Debu: -Usaha pertama terpikir diambil dari judul puisi yaitu "Umpan", ide usaha disini ialah menjual lauk pauk berupa ikan, diharapkan dapat menjadi lauk favorit dalam memenuhi rasa lapar. -Usahaa kedua terpikir diambil dari isi puisi yaitu "membiarkan tubuhku mengering", ide usaha yang terpikir adalah menjual berbagai kaos polosan dengan baha yang nyaman dan adem, diharapkan kaos kaos ini saat memberikan kenyamanan bagi konsumen. -Usaha yang mungkin saya lakukan adalah usaha yang pertama menjual lauk ikan karena usaha kedua yang berjualan kaos agak lebih sulit mencari tempat menjualnya. 6. Api yang Tidak Pernah Memasak: -Usaha yang pertama saya ambil dari judul puisi yaitu "Api", ide jualan yang terpikir adalah menjual berbagai lampu kamar atau lampu tidur yang lucu untuk menemani tidurr dengan cahaya yang bersahabat. -Usaha kedua saya ambil dari isi puisi yaitu "batu-batu pecah", ide usaha yang terpikir adalah menjual kue baytat yang kecil kecil dapat di order. Diharapkan baytat ini menjadi favorit dan memenuhi rasa puas akan perkuean konsumen. -Usaha yang mungkin dilakukan adalah membuat kue baytat karena dapat di order dan sambil memperkenalkan budaya dengan kemasan yang mudah dan ekonomis. 7. Tetesan Air yang Menjadi Garam: -Usaha pertama yang terpikir dari judul puisi yaitu dari "Tetesan Air yang Menjadi Garam", ide usaha yang terpikir adalah menjual minuman elektrolis isotonik untuk mengisi cairan yang dibutuhkan oleh tubuh. -Usaha kedua yang terpikir dari isi puisi yaitu "Air itu datang, tetapi bukan untuk menyegarkan, melainkan untuk menjadi garam di luka", ide yang terpikir adalah menjual lotion lotion wangi dan harum yang dapat memenuhi kebutuhan kulit yang bersih dan sehat. -Usaha yang mungkin dilakukan adalah menjual minuman isotonik dan target pasarnya orang yang mendaki atau tempat tempat dimana banyak kegiatan fisik dilakukan supaya dapat memenuhi kebutuhan merekayang kekurangan air. 8. Lautan tanpa ikan: -Ide usaha yang pertama diambil dari judul puisi yaitu "Ikan", ide usaha yang terpikir adalah membudidayakan ikan air tawar dan menjualnya jika sudah memungkinkan ata menjual bibitnya. -Ide usaha kedua diambil dari isi puisi yaitu "pantai dalam ingatanku", ide usaha yang terpikir adalah menjual berbagai jenis olahan Frozenfood berbahan seafood. -Usahaa utama yang mungkin saya lakukan adalah berjualan olahan Frozenfood dari seafood karena lebih terjangkau dan banyak yang suka. 9. Jari-jari yang Memetik Langit Kosong: -Ide Usaha yang terpikir dari judul puisi ini adalah usaha membuat kerajinan tangan yang terbatas dan unik -Ide usaha kedua dari isi puisi bagian "Aku menatap langit" yang terpikir adalah membuat usaha kerajinan lampu hias yang unik -Ide yang mungkin sayalakukan adalah ide pertama membuat kerajinan tangan yang terbatas karena saya buat DIY sendiri 10. Kepingan Roti yang Terbang Menjadi Debu: -Ide usaha dari judul puisi ini adalah membuat roti bakar dengan berbagai jenis topik yang enak -Ide usaha dari isi puisi bagian "yang tidak pernah menjejakkan kaki di bumi" yang terpikir membuat olahan pisang yang beragam seperti kripik pisang, piscok dll. -Ide yang mungkin dlakukan adalah membuat berbagai olahan pisang yang enak dan diminati. Marsa Salsabila - Pendidikan Matematika (24 JD PKWU96 SN1-2 LM)
Aiko Adhisty
1 bulan yang lalu
Puisi Jari-jari yang Memetik Langit Kosong. Ide usaha yang terbuka bagi saya adalah: Kamp Pendidikan untuk Anak-anak. Alasannya adalah mendirikan kamp pendidikan darurat untuk anak-anak pengungsi dapat memberikan mereka akses ke pendidikan dasar, membantu mengurangi dampak jangka panjang dari kehilangan pendidikan akibat konflik. Aiko Adhisty (24011005) 24 JD.PKWU96 SN1-2 LM.
Salwa Khairunnisa
1 bulan yang lalu
dari semua puisi diatas saya akan mencoba membuka usaha makanan untuk bsa mendonasikan kepada masyarakat palestina yang membutuhkan Salwa Khairunnisa 24 JD PKWU96 SN 1-2 LM
Salwa Khairunnisa
1 bulan yang lalu
saya akan membuka open donasi dan saya akan iringi dengan ceramah tentang keadaan palestina agar masyarakat tergerak hatinya agar mau menyumbangkan sebagian hartanya kepada masyarakat palestina Salwa Khairunnisa 24 JD PKWU96 SN 1-2 LM
Zahira Alam
1 bulan yang lalu
"Lidah terbakar" bait favorit menurut saya adah: Tapi aku tahu, mungkin aku lebih kuat dari api, karena aku menyala meskipun tidak ada api yang menghanguskan. Bait ini menggambarkan semangat yang luar biasa dalam menghadapi penderitaan. Meskipun dihadapi oleh kekurangan dan kesulitan, ada keyakinan bahwa kekuatan diri mampu melampaui segala rintangan. Zahira Alam, 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Qania Salsabila Umary
1 bulan yang lalu
Bait yang menarik menurut saya adalah "Tapi aku tahu, mungkin aku lebih kuat dari api, karena aku menyala meskipun tidak ada api yang menghanguskan." Alasan: Bait ini mengandung semangat bertahan hidup di tengah penderitaan. Meskipun segalanya tampak hampa, ada keberanian untuk tetap “menyala,” menjadi simbol kekuatan batin manusia. Qania Salsabila Umary (24036164) 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Annisa Ulfaiza
1 bulan yang lalu
Kepingan Roti yang Terbang Menjadi Debu Di tenda pengungsian ini, kepingan roti itu terbang, tapi ia tidak jatuh ke tanah, ia menjadi debu yang berterbangan, seperti mimpi yang hilang di udara. makna yang terkandung dalam puisi tersebut adalah musnah nya harapan untuk memperoleh kebutuhan dasar manusia Annisa Ulfaiza 24 JD PKWU96 SN 1-2 LM
Zahira Alam
1 bulan yang lalu
Lidah terbakar" Puisi ini menggambarkan penderitaan akibat kelaparan dan kemiskinan yang dialami oleh seseorang di tengah situasi yang penuh kesulitan, seperti di tenda pengungsian. Namun, terdapat kekuatan dan keteguhan. bahwa meskipun kelaparan menjadi bagian dari kehidupannya, ia tetap semangat bertahan hidup yang tidak padam meski dalam keadaan yang begitu sulit. Zahira Alam, 24 JD P. KWU96 SN1-2 LM
Salwa Khairunnisa
1 bulan yang lalu
dari puisi diatas saya akan membuka usaha kecil kecilan untuk membuat buku tentang palestina yang nantinya bisa dibaca oleh anak anak tanah air dan uang yang nantinya akan terkumpul dari pembelian buku tersebut akan saya sumbangkan kepada masyarakat palestina Salwa Khairunnisa24 JD PKWU 96SN1-2LM
Aiko Adhisty
1 bulan yang lalu
Puisi Api yang Tidak Pernah Memasak Ide usaha yang terbuka adalah Dapur Umum untuk Makanan Darurat Alasannya dalam situasi kelaparan dan ketidakpastian, dapur umum dapat menyediakan makanan bergizi secara langsung kepada para pengungsi. Ini dapat membantu memenuhi kebutuhan pangan yang mendesak dan menciptakan rasa komunitas di antara mereka yang terkena dampak genosida dan berada di negara/wilayah konflik. Aiko Adhisty (24011005) 24 JD P.KWU 96 SN1-2 LM.
Asysyifa khairunnisa
1 bulan yang lalu
kesimpulan saya dari beberapa puisi tersebut adalah menciptakan beberapa usaha terkait masalah yang bisa ada, lalu sebagian dari hasil penjualan yang didapatkan diberikan kepada mereka yang membutuhkan bantuan tersebut. Asysyifa Khairunnisa 24 JD PKWU96 SN1-2 LM
Salwa Putri Pratiwi
1 bulan yang lalu
Menurut saya, makna dari kumpulan puisi ini mencerminkan penderitaan, kerinduan, dan perjuangan rakyat Palestina. Mengekspresikan kerinduan terhadap tanah air dan perlawanan terhadap penjajahan. Dan juga semangat semangat dalam berjuang. Salwa Putri Pratiwi, No. Urut 17, Prodi Psikologi, 24 JD P.KWU96 SN 1-2 LM
Salwa Putri Pratiwi
1 bulan yang lalu
Saya sangat menyukai baris 'Cahaya kecil itu menjadi lentera di tengah badai' karena menyimbolkan harapan yang tak pernah padam, semangat untuk terus berjuang dan kita sebagai wirausaha harus memiliki jiwa jiwa tersebut agar terus berkembang Salwa Putri Pratiwi, No. Urut 17, Prodi Psikologi, 24 JD P.KWU96 SN 1-2 LM
Salwa Putri Pratiwi
1 bulan yang lalu
Salah satu ide bisnis yang terpikirkan adalah Membuat platform e-commerce untuk menjual produk lokal, memfasilitasi akses ke pasar global. Ini dapat membantu meningkatkan ekspor dan pendapatan Palestina Salwa Putri Pratiwi, No. Urut 17, Prodi Psikologi, 24 JD P.KWU96 SN 1-2 LM
Annisa Ulfaiza
1 bulan yang lalu
Tanah yang Memuntahkan Air Mata Tanah ini tidak lagi memberi hasil, ia memuntahkan air mata yang tertimbun di dalamnya, sungai-sungai yang dulu memberi kehidupan, sekarang hanya aliran darah dan debu. makna dalam puisi tersebut adalah kesedihan yang mendalam bagi masyarakat yang kekurangan kebutuhan makanan Annisa Ulfaiza 24 JD PKWU96 SN 1-2 LM
Aiko Adhisty
1 bulan yang lalu
Puisi Tetesan Air yang Menjadi Garam. Ide usaha yang terbuka adalah Program Penyediaan Air Bersih. Alasannya adalah mengingat pentingnya air bersih untuk kesehatan, mendirikan program yang menyediakan akses ke air bersih melalui sumur, filter air, atau tangki penampungan dapat membantu mencegah penyakit dan meningkatkan kualitas hidup para saudara-saudari kita yang terdampak genosida dan berada di negara/wilayah konflik. Aiko Adhisty (24011005) 24 JD P.KWU 96 SN1-2 LM.
Asysyifa khairunnisa
1 bulan yang lalu
langsing baris/ kata kata yang menafik menurut saya adalah : Kepingan roti itu bagai janji kosong, yang tidak pernah menjejakkan kaki di bumi, mungkin menunggu aku jatuh pingsan bersamanya. yang bermakna mereka mendapat janji janji palsu dan tidak ditepati Asysyifa Khairunnisa 24 JD PKWU96 SN1-2 LM
Salwa Khairunnisa
1 bulan yang lalu
puisi diatas menceritakan tentang betapa kuatnya masyarakat palestina yang harus bertahan hidup walaupun tidak makan berhari hari walaupun mereka harus kehilangan salah satu dari anggota keluarganya Salwa Khairunnisa 24JD PKWU96 SN1-2LM
Aiko Adhisty
1 bulan yang lalu
Puisi Lautan Tanpa Ikan. Ide usaha yang terbuka adalah: Inisiatif Daur Ulang Limbah Laut Alasannya yaitu mengembangkan usaha yang fokus pada daur ulang limbah dari laut menjadi produk bernilai, seperti kerajinan tangan atau bahan bangunan, dapat membantu mengurangi limbah sekaligus menciptakan peluang ekonomi dan hasilnya bisa disumbangkan kepada saudara-saudari kita yang terdampak genosida dan berada di negara/wilayah konflik. Aiko Adhisty (24011005) 24 JD P.KWU 96 SN1-2 LM.
Asysyifa khairunnisa
1 bulan yang lalu
Makna dari puisi: kepingan roti yang terbang menjadi debu, penderitaan yang mereka alami dari kejadian yang ada, benerapa janji palsu yang tidak mereka dapatkan, kekecewaan mereka yang membuat mereka putus asa, Asysyifa khairunnisa 24 JD PKWU96 SN1-2 LM
Aiko Adhisty
1 bulan yang lalu
Puisi Kepingan Roti yang Terbang Menjadi Debu. Ide usaha yang terbuka adalah: Koperasi Pangan Anak. Alasannya: Mendirikan koperasi yang dikelola oleh anak-anak dan remaja untuk mengumpulkan dan mendistribusikan makanan sehat. Diharapkan ini tidak hanya memberikan akses ke makanan tetapi juga mengajarkan keterampilan organisasi dan kerja sama kepada anak-anak. Aiko Adhisty (24011005) 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM.
Salwa Khairunnisa
1 bulan yang lalu
Di tenda pengungsian ini, aku mengingat laut yang kehilangan ikan, dari bait puisi diatas dapat kita simpulkan bahwa keadaan masyarakat palestina sekarang yang sedang sangat kelaparan karena mereka tida tau apalagi yang akan mereka makan sekarang,tempat tinggal saja bahkan mereka tidak punya Salwa Khairunnisa 24 JD PKWU 96 SN 1-2LM
Annisa Ulfaiza
1 bulan yang lalu
baris dan bait favorit: "Langit itu bagai kaca yang tak pernah memantulkan kenyataan, dan aku ibarat bayangan yang menghilang, sebelum aku sempat menyentuh apapun"karena menyimbolkan harapan yang indah untuk diperlukan bagi enterpreneur Annisa Ulfaiza 24 JD PKWU96 SN 1-2 LM
Mia Novita Putri
1 bulan yang lalu
Dua Bahtera Usia Senja 2 ide bisnis yang terpikir oleh saya adalah: -Bisnis pelayanan lansia”Bahtera Senja ,Bisnis buku “cerita bahtera”ide bisnis yang paling bisa di lakukan adalah “bahtera senja” alasannya: layanan untuk lansia,membantu lansia menikmati hidupnya,bisa berkolaborasi dengan panti jompo MIA NOVITA PUTRI,24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Mia Novita Putri
1 bulan yang lalu
Anak Anak Langit 2 ide bisnis yang terpikir oleh saya adalah: -Bisnis edukasi”langit impian”,Bisnis produk kreatif”kreasi anak langit” ide bisnis yang paling bisa di lakukan adalah “kreasi anak langit” alasannya: mudah di mulai,daya tarik unik,pasar luas,modal awal kecil MIA NOVITA PUTRI,24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Marsa Salsabila
1 bulan yang lalu
Isi Puisi Terfavorit 1. Lidah yang Terbakar Matahari Favorit: "Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah." Alasan: Bait ini sangat kuat karena menggambarkan rasa sakit dan keputusasaan dengan cara yang puitis. Perbandingan antara lidah yang terbakar dan harapan yang tidak terwujud menyiratkan penderitaan yang mendalam dan menciptakan ikatan emosional yang kuat dengan pembaca. 2.Tanah yang Memuntahkan Air Mata Favorit: "Sungai-sungai yang dulu memberi kehidupan, sekarang hanya aliran darah dan debu." Alasan: Bait ini sangat menggugah karena menggambarkan perubahan drastis dari kehidupan menjadi penderitaan. Kontras antara sungai yang memberi kehidupan dan aliran darah serta debu menciptakan gambaran yang kuat tentang kehilangan dan kehampaan, sehingga menyentuh perasaan pembaca secara mendalam. 3. Angin yang Mengunyah Perutku Favorit: "Aku berdiri diam, seperti pohon yang tak punya akar, dihembus angin yang tidak pernah datang untuk menumbuhkan." Alasan: Bait ini sangat kuat dalam menggambarkan rasa putus asa dan ketidakberdayaan. Perbandingan antara diri penulis dengan pohon tanpa akar menciptakan visual yang mendalam tentang kehilangan harapan dan ketidakmampuan untuk tumbuh, yang sangat menggugah emosi dan menciptakan rasa empati pada pembaca. 4. Bulan di Tenda Pengungsian Favorit: "Bulan itu bagaikan api yang membakar ilusi—ia menyinari kelaparan yang tak terlihat." Alasan: Bait ini sangat kuat karena menggambarkan kontras antara keindahan bulan dan kenyataan pahit dari kelaparan. Menggambarkan bulan sebagai "api yang membakar ilusi" menciptakan gambaran yang mendalam tentang harapan yang hancur, dan bagaimana bahkan cahaya yang biasanya menghibur kini menjadi pengingat akan penderitaan. Ini menciptakan emosi yang mendalam dan refleksi yang kuat tentang situasi sulit yang dihadapi. 5. Tangan yang Memungut Umpan dari Hujan Debu Favorit: "Tangan ini tidak lagi menunggu roti, tapi memungut umpan dari hujan debu yang jatuh." Alasan: Bait ini sangat kuat dalam menggambarkan keputusasaan dan usaha yang sia-sia. Peralihan dari menunggu roti menjadi memungut umpan dari hujan debu menciptakan citra yang kuat tentang kekurangan dan perjuangan untuk bertahan hidup. Ini mencerminkan realitas pahit yang dihadapi oleh mereka yang hidup dalam keadaan sulit, dan emosi yang terkandung di dalamnya sangat menyentuh hati. 6. Api yang Tidak Pernah Memasak Favorit: "Api itu hanyalah ilusi, seperti janji-janji yang terbakar oleh waktu, tanpa menghasilkan apapun selain asap yang menyiksa." Alasan: Bait ini sangat kuat karena menggambarkan harapan yang sia-sia dan kekecewaan yang mendalam. Perbandingan antara api yang tidak memasak dan janji-janji yang terbakar menciptakan gambaran yang jelas tentang ketidakberdayaan dan penderitaan. Ini menyentuh emosi pembaca dengan cara yang mendalam, mencerminkan keadaan yang penuh dengan harapan yang hancur dan kenyataan pahit. 7. Tetesan Air yang Menjadi Garam Favorit: "Tetesan yang jatuh bukan menyejukkan, tapi mengikis tubuh yang sudah kurus seperti laut yang menggerus pantai." Alasan: Bait ini menciptakan citra yang sangat kuat dan menyayat hati. Perbandingan tetesan air yang mengikis tubuh kurus dengan laut yang menggerus pantai menciptakan metafora yang sangat efektif untuk menggambarkan bagaimana sedikit bantuan yang diberikan malah memperparah penderitaan. Kontras antara harapan akan kesegaran dan kenyataan yang pahit sangat menyentuh emosi dan meninggalkan kesan mendalam. 8. Lautan Tanpa Ikan Favorit: "Di mana lautan yang kaya telah menjadi kuburan, untuk mereka yang lapar, dan pantai dalam ingatanku, menjadi tanah yang sudah mati." Alasan: Bait ini sangat menggugah karena menggambarkan kontras antara lautan yang kaya dengan kenyataan pahit dari kelaparan dan kehilangan. Menggambarkan laut sebagai kuburan menciptakan citra yang kuat tentang penderitaan dan kehampaan. Ini menciptakan rasa empati yang mendalam, mencerminkan keadaan tragis yang dialami oleh mereka yang terpaksa mengungsi dan kehilangan harapan. 9. Jari-jari yang Memetik Langit Kosong Favorit: "Langit itu bagai kaca yang tak pernah memantulkan kenyataan, dan aku ibarat bayangan yang menghilang, sebelum aku sempat menyentuh apapun." Alasan: Bait ini sangat kuat dalam menggambarkan ketidakberdayaan dan kesia-siaan harapan. Perbandingan langit yang tidak memantulkan kenyataan dan diri penulis sebagai bayangan yang menghilang menciptakan citra yang mendalam tentang kehilangan dan kekecewaan. Ini menyentuh emosi pembaca dengan cara yang kuat, mencerminkan rasa putus asa yang mendalam dalam situasi sulit. 10. Kepingan Roti yang Terbang Menjadi Debu Favorit: "Kepingan roti itu bagai janji kosong, yang tidak pernah menjejakkan kaki di bumi, mungkin menunggu aku jatuh pingsan bersamanya." Alasan: Bait ini sangat kuat karena menciptakan gambaran yang jelas tentang harapan yang hancur dan kekecewaan. Perbandingan antara kepingan roti dan janji kosong menyoroti ketidakpastian dan kesia-siaan usaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Ini menciptakan emosi yang mendalam, menggambarkan rasa putus asa yang dialami oleh mereka yang berjuang untuk bertahan hidup. Marsa Salsabila-Pendidikan Matematika (24 JD PKWU96 SN1-2 LM)
Mia Novita Putri
1 bulan yang lalu
Serpihan Langit Palestina, 2 ide bisnis yang terpikir oleh saya adalah: -Bisnis produk kemanusiaan”serpihan harapan”,Bisnis edukasi dan budaya”langit palestina” ide bisnis yang paling bisa di lakukan adalah “serpihan harapan” alasannya: produk terinspirasi dari isu masyarakat,hasil penjualan bisa membantu pengungsi,modal awal terjangkau MIA NOVITA PUTRI,24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Mia Novita Putri
1 bulan yang lalu
Di Bawah Payung Rimbun Akasia, 2 ide bisnis yang terpikir oleh saya adalah: -Bisnis cafe”Rimbun akasia cafe” ,Bisnis penyuluhan dan pendidikan lingkungan”payung rimbun akasia”ide bisnis yang paling bisa di lakukan adalah “Rimbun akasia cafe”alasannya: daya tarik yang besar karena era kini kafe menjadi tempat nongkrong,dampak sosial positif,konsep cafe dengan nuansa alam banyak digemari banyak kalangan MIA NOVITA PUTRI,24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
joice natasha
1 bulan yang lalu
The poem speaks of profound suffering and loss, where the earth, once a source of sustenance, now produces only pain and despair. It reflects the internalization of hardship, where the speaker becomes one with the land, consumed by its sorrow and longing for hope. Joice Natasha L JD WRITING NK 2-24 SL 7-8 LM
Afifah Syaharani
1 bulan yang lalu
1. Meaning : These poems reflect deep themes of hunger, loss, and the unrelenting struggle for survival amid hopelessness and despair. 2. My favorite line: Aku menelan tanah itu, seperti menelan dunia yang terluka, dan tersedak pada harapan yang hilang. 3. Together, these poems evoke the harsh reality of those living in conditions of war, displacement, and famine. They emphasize the inescapable cycle of suffering, where hope seems distant and survival becomes an act of endurance rather than living. Afifah Syaharani 24019001 24 JD Writing NK2-24 SL7-8 LM
Dimas Prasetya Budi
1 bulan yang lalu
Meaning of the poem: the suffering of Palestinian children in the endless war My favorite line/stanza: seperti jejak-jejak kelaparan yang tak bisa disembunyikan. Things come to my mind: We must be grateful for the blessings that we still feel until now. Dimas Prasetya Budi 24 JD WRITING NK2-24 SL7-8 LM
Muhammad Zikri Alfurqan
1 bulan yang lalu
1. The meaning of the title that I understand is a tongue that continues to struggle to express dreams that are never achieved. 2. Favorite line : Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah. 3. What I think is that unfulfilled dreams will always be the talk of our own lips, hopes after hopes are endlessly expressed so that these dreams will come true even though we don't know when they will come true. Muhammad Zikri Alfurqan (24019056) 24 JD Writing NK2-24 SL7-8 LM
Rafi Yuma Aditya
1 bulan yang lalu
Stanza: "This land no longer gives fruit, it spits out tears buried within, rivers that once gave life now only flow with blood and dust. I swallow this land, like swallowing a wounded world, choking on the hope that is gone." Sentence: "My hunger is like a house I dwell in, a restless inhabitant waiting for a hand that never arrives, as no one stands for us, except crowded tents of refugees." Rafi Yuma Aditya (24019060) 24 JD WRITING NK2-24 SL7-8 LM
Syasya
1 bulan yang lalu
1. Meaning of the Title: “Lidah yang Terbakar Matahari” symbolizes suffering and hope that feels out of reach, like enduring hunger and hardships under the harsh sun. 2. Favorite Line: “Kelaparan ini bagaikan rumah yang aku tinggali, dan aku ibarat penghuni yang tidak pernah tidur.” I like it because it powerfully expresses the constant struggle of hunger and hopelessness. 3. Thoughts After Reading: The poem makes me think of the struggles of refugees and the need for kindness and support in the face of their suffering. Syasya JD Writing NK2-24 SL7-8 LM
Abdul Hamid
1 bulan yang lalu
1. Meaning: The title reflects a voice that tirelessly strives to articulate dreams that remain out of reach. 2. Favorite line: My tongue burns under the sun, not from fire, but from hopes that remain untouchable. 3. My thoughts are that unachieved dreams will forever linger on our lips, with endless hopes being voiced in the pursuit of making them a reality, even if we are uncertain of when they will be fulfilled. Abdul Hamid (24019117) 24 JD Writing NK2-24 SL7-8 LM
Ahmad Zidane Albarik
1 bulan yang lalu
These poems are attuned to the miseries of exile and unfulfilled dreams. "Lautan yang Kaya" describes the sea, once overflowing with life, which has turned into a graveyard for starving souls. "Jari-jari yang Memetik Langit Kosong" sees one's fingers reaching out for an empty sky, a symbol of hope that has been lost. "Kepingan Roti yang Terbang Menjadi Debu" pictures chasing dreams that vanish just beyond reach, like broken promises. They articulate the quiet battle of individuals caught in overpowering situations. Ahmad Zidane Albarik (24019092) 24 JD Writing NK 2-24 SL 7-8 LM
Dean Putri Azzhara
1 bulan yang lalu
The poem makes me reflect on themes of loss, resilience, and the profound connection between people and their land.To me, the title represents a deep loss and connection, portraying how the land symbolizes identity and personal emotions.To me, the title signifies a collective tribute to heroes, symbolizing growth, unity, and heartfelt gratitude for their sacrifices. 24 JD WRITING NK2 -24 SL 7-8
Rahma Khalilah Najwa
1 bulan yang lalu
This poem describes suffering, hunger, and hope that never comes. Despite difficult circumstances, depictions of inner strength still emerge as symbols of resilience. However, uncertainty and hardship remain, with refugees symbolizing the limitations of aid and the difficulty of finding hope. “ Tapi aku tahu, mungkin aku lebih kuat dari api, karena aku menyala meskipun tidak ada api yang menghanguskan.” Rahma Khalilah Najwa 24JD Writing NK2-24 Sl7-8 LM)
Trisna Filius Adi
1 bulan yang lalu
The title "Lidah yang Terbakar Matahari" symbolizes intense, unfulfilled longing, where hope and desire burn internally, even without a literal fire. Sanza : "Kelaparan ini bagaikan rumah yang aku tinggali, dan aku ibarat penghuni yang tidak pernah tidur—" The poem expresses deep suffering and resilience, portraying hunger and longing for help that remains absent. It highlights the strength to endure despite hardship and the pain of being neglected, symbolized by the crowded refugee tent. Trisna Filius Adi 24019113 — 24 JD Writing NK 2-24 SL 7-8 LM
Muhammad Aqeel Jasomandez
1 bulan yang lalu
Meaning title of the poem : pent-up suffering and voices stifled by violence or oppression, and inability. Line/stanza : 3 Mind after reading : This poem describes the suffering of people living in hunger, deprivation and isolation. Muhammad Aqeel Jasomandez 24 JD Writing NK 2-24 SL 7-8 LM
Muhamad Faizal
1 bulan yang lalu
This poem describes the feeling of being trapped in uncertainty and confusion, as if waiting for something uncertain to happen. The author creates a powerful picture of feelings of interdependence, as if waiting to fall together, as time passes. It can be interpreted as a feeling of attachment or hopelessness in the relationship, where two parties are waiting for something that will affect them together. This poem reflects a theme of heavy feelings, perhaps about hope or fear of inevitable change. Muhamad Faizal 24 JD Writing NK2-24 SL 7-8 LM
Aprini Simbolon
1 bulan yang lalu
Meaning of the Title: The title "Lidah yang Terbakar Matahari", which translates to "Tongue Burned by the Sun", suggests a deep, intense longing or suffering caused not by something tangible like fire, but by unfulfilled hopes and desires. The tongue, a tool for communication, represents the voice that seeks to express itself, but is overwhelmed by unspoken or unattainable dreams. The "sun" here is symbolic of harsh, unyielding circumstances, possibly suggesting struggle or deprivation. Favorite Line: The line "Aku menyala meskipun tidak ada api yang menghanguskan" (I burn even though there is no fire to scorch me) stands out. It encapsulates the idea of resilience and inner strength—persisting through hardship and pain, even when external circumstances offer no visible source of motivation or relief. Thoughts After Reading the Poem: The poem evokes a sense of intense longing, deprivation, and inner strength in the face of adversity. The imagery of hunger and desolation is vivid, with metaphors like *"a house of hunger"* and *"a sea that swallows stars"*, which paint a picture of unfulfilled desires and emotional emptiness. The sense of waiting for help that never arrives speaks to themes of isolation, neglect, and the harsh realities of those living in dire circumstances. The mention of *"refugees"* and *"tents"* hints at social or political contexts of displacement and struggle, perhaps pointing to the poet's own experiences or broader social issues. After reading this, I think about the resilience required to survive in tough conditions—how people continue to fight, even when it feels like there’s no hope or support. It also makes me reflect on the importance of compassion and the need to act when others are in pain or suffering. Aprini Simbolon (24019005) 24 JD writing NK 2-24 SL 7-8 LM
Zuleyka Azzahra
1 bulan yang lalu
It could suggest a struggle to speak the truth or the difficulty of communicating in a harsh environment. My favorite line is “Kelaparan ini bagaikan rumah yang aku tinggali, Dan aku ibarat penghuni yang tidak pernah tidur” means the feeling of hunger or longing is always present, leaving the person restless and unable to find peace. Zuleyka Azzahra 24 JD Writing NK2-24 SL 7-8 LM
Rahayu Febriani
1 bulan yang lalu
Meaning of the Title The title "Tongue Burned by the Sun" conveys the idea of suffering from unfulfilled hopes and desires, symbolizing the pain of longing for something that remains out of reach, much like thirst that cannot be quenched. Favorite Line/Stanza My favorite line is: "Perut ini kosong, seperti laut yang menelan bintang, tak ada gelombang yang datang untuk memberi makan." This powerful image of emptiness captures the feeling of hopelessness and the struggle for sustenance in a harsh world. Thoughts After Reading The poem evokes a sense of deep hunger, both physical and emotional, and the feeling of waiting for help that never arrives, making it a stark commentary on the struggles of those in desperate situations. Rahayu Febriani 24 JD WRITING NK-2 24 SL7-8 LM
Aida Sulastri
1 bulan yang lalu
The title of this poem makes me feel a deep sense of tension and sadness. Line I like "Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah." After reading this poem I understand the meaning hidden between the verses. Aida Sulastri JD WRITING NK2-24 SL7-8LM
Ghurafy Masyhuda Rahmat
1 bulan yang lalu
This title explains the condition of humans after being hit by a disaster. The part I really like is Di dalam angin ini, aku menemukan kebuntuan, karena bahkan udara pun tak bisa meniupkan obat kelaparan, aku menunggu makanan, diantara bayang kematian di pengungsian. After reading this poem, I can't imagine how sad it is to see those in refugee camps. They are hungry, hot and weak.
Ridel Decastro
1 bulan yang lalu
Quiz 11: The poem evokes deep emotional responses by highlighting the suffering and resilience of children living in refugee tents. My favorite line is “Kelaparan ini bagaikan rumah yang aku tinggali, Dan aku ibarat penghuni yang tidak pernah tidur” means the feeling of hunger or longing is always present, leaving the person restless and unable to find peace. Ridel Decastro NK 2 24 JD Writing NK2-24 SL7-8 LM
Rozyid Jaylani. H
1 bulan yang lalu
This title explains the condition of humans after being hit by a disaster. The part I really like is Di dalam angin ini, aku menemukan kebuntuan, karena bahkan udara pun tak bisa meniupkan obat kelaparan, aku menunggu makanan, diantara bayang kematian di pengungsian. 24 JD WRITING NK2-24 SL 7-8 LM
Fitri Okta Vionisyah
1 bulan yang lalu
1. You might write something like: "This poem speaks to the struggles of survival, longing, and the constant search for hope amidst despair. It brings forth the haunting reality of displacement and the emotional toll of living without security or nourishment." Fitri Okta Vionisyah. 24 JD EPR KM 7-8 NK3-23 LM
Fitri Okta Vionisyah
1 bulan yang lalu
2. For example: "I especially resonate with this line: 'Aku menyalakan api di atas batu-batu pecah, tapi ia tidak pernah memasak apa-apa.' It reflects the deep sense of futility that many feel in difficult times." Fitri Okta Vionisyah. 24 JD EPR KM 7-8 NK3-23 LM
Fitri Okta Vionisyah
1 bulan yang lalu
An idea could be: "After reading this poem, I am inspired to start a business that provides sustainable, nourishing food to refugees and displaced communities, offering not just survival but hope in times of need." Fitri Okta Vionisyah. 24 JD EPR KM 7-8 NK3-23 LM
Diva Olivia Daka Elipsi
1 bulan yang lalu
Komentar 1: Puisi ini menggambarkan rasa sakit dan penderitaan mendalam bagi mereka yang terpaksa mengungsi dan kelaparan, terutama dalam konteks pengungsi Palestina. Puisi ini menyoroti harapan yang tak terwujud, kenyataan kelaparan yang kejam, dan penantian yang tak kunjung usai untuk uluran tangan yang tak datang. Diva Olivia Daka Elipsi (23019093) JD EPR KM 7-8 NK3-23 LM
Diva Olivia Daka Elipsi
1 bulan yang lalu
Komentar 2: Saya sangat menyukai baris: "Bulan itu bagaikan api yang membakar ilusi—" karena menggambarkan dengan sangat kuat bagaimana harapan-harapan palsu dibakar, meninggalkan kenyataan yang kejam. Diva Olivia Daka Elipsi (23019093) JD EPR KM 7-8 NK3-23 LM
Diva Olivia Daka Elipsi
1 bulan yang lalu
Komentar 3: Salah satu ide bisnis yang muncul setelah membaca puisi ini adalah menciptakan usaha sosial yang fokus pada penyediaan solusi pangan berkelanjutan bagi pengungsi, untuk memastikan keamanan pangan di tengah kondisi yang sangat sulit. Diva Olivia Daka Elipsi (23019093) JD EPR KM 7-8 NK3-23 LM
Frendy Nasril
1 bulan yang lalu
Komentar 1: Puisi ini menggambarkan rasa sakit dan penderitaan mendalam bagi mereka yang terpaksa mengungsi dan kelaparan, terutama dalam konteks pengungsi Palestina. Puisi ini menyoroti harapan yang tak terwujud, kenyataan kelaparan yang kejam, dan penantian yang tak kunjung usai untuk uluran tangan yang tak datang. Frendy Nasril JD P.KWU96 SN1-2 LM
Frendy Nasril
1 bulan yang lalu
baris dan bait favorit: "Langit itu bagai kaca yang tak pernah memantulkan kenyataan, dan aku ibarat bayangan yang menghilang, sebelum aku sempat menyentuh apapun"karena menyimbolkan harapan yang indah untuk diperlukan bagi enterpreneur. Frendy Nasril JD P.KWU96 SN1-2 LM
Qania Salsabila Umary
1 bulan yang lalu
1. Makna dari puisi tersebut adalah penderitaan yang dirasakan anak Palestina, kehilangan identitas dan masa depan, kekerasan dan kekejaman, perlawanan dan harapan. Qania Salsabila Umary JD P.KWU96 SN1-2 LM
Frendy Nasril
1 bulan yang lalu
Dua Bahtera Usia Senja 2 ide bisnis yang terpikir oleh saya adalah: -Bisnis pelayanan lansia”Bahtera Senja ,Bisnis buku “cerita bahtera”ide bisnis yang paling bisa di lakukan adalah “bahtera senja” alasannya: layanan untuk lansia,membantu lansia menikmati hidupnya,bisa berkolaborasi dengan panti jompo. Frendy Nasril JD P.KWU96 SN1-2 LM
Qania Salsabila Umary
1 bulan yang lalu
2. Bait yang Menarik "Lidah yang terbakar matahari, Jeritan anak-anak di tenda pengungsian, Mereka kehilangan semuanya, Hanya tinggal harapan dan air mata." Karena adanya gambaran yang kuat, emosi yang mendalam, dan pesan yang kuat. Qania Salsabila Umary JD P.KWU96 SN1-2 LM
Aisha
1 bulan yang lalu
Puisi ini menggambarkan bagaimana perjuangan orang-orang palestina di tengah gempuran yang terus menerus mereka dapatkan. Aisha jihani, 24 JD P.KWU96 SN1-2LM
Qania Salsabila Umary
1 bulan yang lalu
3. Penjualan produk handmade tema Palestina. Hasil penjualan tersebut bisa disumbangkan untuk mendukung ekonomi warga Palestina. Dengan begitu warga Palestina akan terbantu dengan adanya makanan dan minuman. Qania Salsabila Umary JD P.KWU96 SN1-2 LM
Aisha
1 bulan yang lalu
Saya menyukai bait "jari-jari ini, yang dulunya memetik buah dari pohon-pohon, sekarang hanya menggapai langit kosong"
Salwa Putri Pratiwi
1 bulan yang lalu
1.makna dari puisi ini adalah mencerminkan ketidakadilan dan kesedihan, di mana matahari menjadi simbol dari rasa sakit yang dialami manusia dan juga menyoroti suara anak-anak yang terpinggirkan, mencerminkan kerinduan akan kedamaian dan keadilan di tengah konflik Salwa Putri Pratiwi, No. Urut 17, Prodi Psikologi, 24 JD P.KWU96 SN 1-2 LM
Salwa Putri Pratiwi
1 bulan yang lalu
2.Saya sangat menyukai baris 'Cahaya kecil itu menjadi lentera di tengah badai' karena menyimbolkan harapan yang tak pernah padam, semangat untuk terus berjuang dan kita sebagai wirausaha harus memiliki jiwa jiwa tersebut agar terus berkembang Salwa Putri Pratiwi, No. Urut 17, Prodi Psikologi, 24 JD P.KWU96 SN 1-2 LM
Salwa Putri Pratiwi
1 bulan yang lalu
3.Salah satu ide bisnis yang terpikirkan adalah Membuat platform e-commerce untuk menjual produk lokal, memfasilitasi akses ke pasar global. Ini dapat membantu meningkatkan ekspor dan pendapatan Palestina Salwa Putri Pratiwi, No. Urut 17, Prodi Psikologi, 24 JD P.KWU96 SN 1-2 LM
Aisha
1 bulan yang lalu
Ide yang muncul setelah membaca puisi ini adalah dengan membuka usaha volunteer bagi siapa yang ingin membantu saudara kita di palestina. Seperti membantu dalam pengiriman bahan, makanan, pakaian, dll. Aisha jihani, 24 JD P.KWU96 SN1-2LM
ADHITYA AMARULLAH FINUS
1 bulan yang lalu
"Lidah yang Terbakar Matahari " merupakan puisi yang menarik dan memberikan saya inspirasi ide bisnis: Ide Bisnis: Produksi dan distribusi makanan berbasis lokal untuk daerah rawan pangan. Alasan: Puisi ini menggambarkan kelaparan yang akut. salah satunya saya ingin menjual makanan khas jawa, sebagai salah salah identitas dari suku jawa seperti klepon
ADHITYA AMARULLAH FINUS
1 bulan yang lalu
"Lidah yang Terbakar Matahari " merupakan puisi yang menarik dan memberikan saya inspirasi ide bisnis: Ide Bisnis: Produksi dan distribusi makanan berbasis lokal untuk daerah rawan pangan. Alasan: Puisi ini menggambarkan kelaparan yang akut. salah satunya saya ingin menjual makanan khas jawa, sebagai salah salah identitas dari suku jawa seperti klepon ADHITYA AMARULLAH FINUS PKWU JD96 SN1-2 LM
dijah
1 bulan yang lalu
"Kepingan Roti yang Terbang Menjadi Debu" merupakan puisi yang menarik untuk dijadikan ide puisi. Alasannta menggambarkan betapa pentingnya sepotong roti bagi orang yang tengah kelaparan, karena itu saya ingin menjual makanan berbahan roti dengan kombinasi makanan khas jawa karena saya berasal dari suku jawa, khadizah PKWU JD 96 SN1-2 LM
dijah
1 bulan yang lalu
"Lidah yang Terbakar Matahari" merupakan puisi yang indah membuat saya membuka ide usaha berjualan es dawett untuk mengembangkan minuman khas jawa, Khadizah Teknologi Rekayasa Sistem Elektronika 24 JD PKWU 96 SN1-2 LM
dijah
1 bulan yang lalu
"Lidah yang Terbakar Matahari" merupakan puisi yang indah membuat saya membuka ide usaha berjualan es doger, Khadizah Teknologi Rekayasa Sistem Elektronika 24 JD PKWU 96 SN1-2 LM
dijah
1 bulan yang lalu
"Bulan itu menggantung rendah" membuat Saya mendapatkan ide bisnis yaitu berjualan makanan khas jawa seperti getuk tiwul dll, karena saya berasal dari suku jawa Khadizah Teknologi Rekayasa Sistem Elektronika 24 JD PKWU 96 SN1-2 LM
dijah
1 bulan yang lalu
"Bulan itu menggantung rendah" membuat saya mendapatkan ide bisnis yaitu berjualan olshop diera skrg yang modern, alasannya, karena sekarang banyak orang yang ingin berbelanja dengan hemat dan cepat, Khadizah Teknologi Rekayasa Sistem Elektronika 24 JD PKWU 96 SN1-2 LM
dijah
1 bulan yang lalu
"Bulan itu menggantung rendah" membuat saya mendapatkan ide bisnis yaitu berjualan trift, alasannya karena agar dapat mengelola barang lama menjadi sebuah barang yang baru dengan harga terjangkau, Khadizah Teknologi Rekayasa Sistem Elektronika 24 JD PKWU 96 SN1-2 LM
Asti Marito Rambe
1 bulan yang lalu
Makna puisi di atas yaitu penderitaan yang di rasakan oleh masyarakat palestina terutama anak-anak yang menjadi korban kekerasan dan penindasan dari perang. Asti marito rambe 24JD P.KWU96 SN1-2 LM
Asti Marito Rambe
1 bulan yang lalu
saya sangat menyukai bait pada bagian "Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah" karena menurut saya berharap pada orang hanya akan mengecewakan bukan karna orang itu jahat tapi karna dia manusia. Asti marito rambe JD 24 P.KWU96 SN1-2 LM
Asti Marito Rambe
1 bulan yang lalu
Membuat produk-produk kreatif misalnya, buku, merchandise, atau karya seni yang menggambarkan penderitaan dan perjuangan anak-anak di pengungsian, dengan tujuan meningkatkan kesadaran dunia tentang situasi mereka. Asti marito rambe JD 24 P.KWU96 SN1-2 LM
Adelina
1 bulan yang lalu
1. Makna puisi ini adalah menggambarkan penderitaan yang mendalam akibat harapan yang tak kunjung terwujud. [Adelina freshelya, 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM]
Adelina
1 bulan yang lalu
2. Bait yang saya sukai "Tapi aku tahu, mungkin aku lebih kuat dari api, karena aku menyala meskipun tidak ada api yang menghanguskan." Karena menggambarkan sifat semangat dan percaya diri harus ada pada diri seseorang. [Adelina freshelya, 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM]
Adelina
1 bulan yang lalu
3. Ide bisnis yang terfikirkan adalah membuka usaha kuliner, agar dapat membantu orang yang kelaparan. [Adelina freshelya, 24 JD P.KWU96 SN1-2 LM
Salwa Putri Pratiwi
1 bulan yang lalu
1. Makna dari puisi tersebut ialah mengajak kita untuk merenungkan kondisi sosial yang ada, serta mengingatkan bahwa di balik setiap jeritan atau ungkapan rasa sakit, terdapat harapan untuk perubahan Salwa Putri Pratiwi, No. Urut 17, Prodi Psikologi, 24 JD P.KWU96 SN 1-2 LM
Salwa Putri Pratiwi
1 bulan yang lalu
2. Bait yang saya sukai ” Aku meneguk air itu, dan ia menjadi pahit seperti kenangan yang hilang, seperti segelas air yang aku tunggu-tunggu, tapi akhirnya mengering dalam kehausan yang tidak pernah terpuaskan.” Salwa Putri Pratiwi, No. Urut 17, Prodi Psikologi, 24 JD P.KWU96 SN 1-2 LM
Salwa Putri Pratiwi
1 bulan yang lalu
3. Ide wirausaha yang terfikir platform crowdfunding yang fokus pada penggalangan dana untuk proyek-proyek kemanusiaan, seperti pembangunan tenda pengungsian atau penyediaan pendidikan bagi anak-anak di daerah konflik. Salwa Putri Pratiwi, No. Urut 17, Prodi Psikologi, 24 JD P.KWU96 SN 1-2 LM
Annisa Ulfaiza
1 bulan yang lalu
"Kepingan Roti yang Terbang Menjadi Debu" ide wirausaha yang ingin saya buat adalah membuka platform donasi makanan dan minuman bagi pengungsi tersebut. Annisa Ulfaiza, No.Urut 02, Teknologi Rekayasa Sistem Elektronika, 24 JD PKWU96 SN 1-2 LM
Annisa Ulfaiza
1 bulan yang lalu
"Kepingan Roti yang Terbang Menjadi Debu" ide usaha yang ingin saya buat adalah membuka toko roti untuk membantu masyarakat yang ada di pengungsian Annisa Ulfaiza, No. Urut 02, Teknologi Rekayasa Sistem Elektronika, 24 JD PKWU96 SN 1-2 LM
Annisa Ulfaiza
1 bulan yang lalu
"Kepingan Roti yang Terbang Menjadi Debu" Dari bait tersebut betapa pentingnya untuk kita membantu satu sama lain, membuka platform donasi untuk para pengungsi Annisa Ulfaiza, No. Urut 02, Teknologi Rekayasa Sistem Elektronika, 24 JD PKWU96 SN 1-2 LM
Annisa Ulfaiza
1 bulan yang lalu
Jari-jari yang Memetik Langit Kosong Favorit: "Langit itu bagai kaca yang tak pernah memantulkan kenyataan, dan aku ibarat bayangan yang menghilang, sebelum aku sempat menyentuh apapun." Alasan: Bait ini sangat kuat dalam menggambarkan ketidakberdayaan dan kesia-siaan harapan.
Annisa Ulfaiza
1 bulan yang lalu
Jari-jari yang Memetik Langit Kosong Favorit: "Langit itu bagai kaca yang tak pernah memantulkan kenyataan, dan aku ibarat bayangan yang menghilang, sebelum aku sempat menyentuh apapun." Alasan: Bait ini sangat kuat dalam menggambarkan ketidakberdayaan dan kesia-siaan harapan. dan usaha yang ingin saya buat adalah membuka bakso bakar Annisa Ulfaiza, No Urut 02 Teknologi Rekayasa Sistem Elektronika 24 JD PKWU96 SN 1-2 LM
Zuleyka Azzahra
1 bulan yang lalu
"Aku menelan tanah itu, seperti menelan dunia yang terluka, dan tersedak pada harapan yang hilang." Zuleyka Azzahra 24 JD Writing NK2-24 SL 7-8 LM
Zuleyka Azzahra
1 bulan yang lalu
I swallow the earth, like swallowing a wounded world, and choke on the lost hope. Zuleyka Azzahra 24 JD Writing NK2-24 SL 7-8 LM
Trisna Filius Adi
1 bulan yang lalu
Perut ini kosong, seperti laut yang menelan bintang, tak ada gelombang yang datang untuk memberi makan. This stomach is empty, like the sea that swallows the stars, no waves come to feed it. Sentence : This stomach is hollow, like the sea that devours the stars, yet no waves come to nourish its depths. Trisna Filius Adi 24 JD Writing NK 2-24 SL 7-8 LM
Zuleyka Azzahra
1 bulan yang lalu
The line means the speaker feels overwhelmed by the world’s pain and struggles. They take in this suffering, but are unable to cope with the loss of hope, feeling suffocated by it. Zuleyka Azzahra 24 JD Writing NK2-24 SL 7-8 LM
joice natasha
1 bulan yang lalu
Kelaparan ini bagaikan rumah yang aku tinggali, dan aku ibarat penghuni yang tidak pernah tidur—menunggu uluran tangan yang belum kunjung datang, nampaknya tak ada yang berdiri untuk kami, kecuali tenda penuh sesak pengungsi. ("This hunger is like a house I inhabit, and I am like an occupant who never sleeps—waiting for a hand that has yet to come, it seems no one stands for us, except a tent crowded with refugees.") This line poignantly illustrates the pain of hunger and displacement, where hope is a constant waiting for help that may never arrive, emphasizing the feeling of isolation and abandonment in a world where only survival remains. Joice Natasha JD writing NK 2-24 SL 7-8 LM
Afifah Syaharani
1 bulan yang lalu
"Di dalam angin ini, aku menemukan kebuntuan," "In this wind, I find a dead end." In the midst of this wind, I find myself trapped in a dead end. Afifah Syaharani 24 JD Writing NK2-24 SL7-8 LM
Ahmad Zidane Albarik
1 bulan yang lalu
Kalimat yang menarik: “Aku menelan tanah itu,” Terjemahan dalam Bahasa Inggris: “I swallowed the earth,” Kalimat yang memiliki larik: I swallowed the earth, like swallowing a wounded world, and choked on lost hope. Ahmad Zidane Albarik (24019092) 24 JD Writing NK 2-24 SL 7-8 LM
Dean Putri Azzhara
1 bulan yang lalu
Tanah ini tidak lagi memberi hasil This land is no longer productive This land no longer produces results, everything is empty and no longer the same Dean Putri Azzhara 24 JD WRITING NK2-24 SL7-8 LM
Muhammad Aqeel Jasomandez
1 bulan yang lalu
Tapi aku tahu, mungkin aku lebih kuat dari api, karena aku menyala meskipun tidak ada api yang menghanguskan. Muhammad Aqeel Jasomandez 24 JD Writing NK 2-24 SL 7-8 LM
Rahma Khalilah Najwa
1 bulan yang lalu
Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah. 24JD Writing NK2-24 SL7-8LM
Rahma Khalilah Najwa
1 bulan yang lalu
Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah. 24JD Writing NK2-24 SL7-8LM
Muhammad Aqeel Jasomandez
1 bulan yang lalu
But I know, maybe I am stronger than fire, because I burn even though there is no fire to consume me. Muhammad Aqeel Jasomandez 24 JD Writing NK 2-24 SL 7-8 LM
Syasya
1 bulan yang lalu
"Langit itu bagai kaca yang tak pernah memantulkan kenyataan," "The sky is like glass that never reflects reality," "The sky is like glass that never reflects reality, distorting the world below with its endless, elusive mirror." Syasya(24019030) 24 JD WRITING NK2-24 SL7-8 LM
Rahma Khalilah Najwa
1 bulan yang lalu
My tongue is burned by the sun, Not by fire, but by untouchable hope. 24JD Writing NK2-24 SL7-8 LM
Muhammad Zikri Alfurqan
1 bulan yang lalu
Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah. Muhammad Zikri Alfurqan (24019056) 24 JD Writing NK2-24 SL7-8 LM
Muhammad Zikri Alfurqan
1 bulan yang lalu
A person who always struggles to achieve a dream that has never been achieved, says he will achieve that dream. Muhammad Zikri Alfurqan (24019056) 24 JD Writing NK2-24 SL7-8 LM
Muhammad Aqeel Jasomandez
1 bulan yang lalu
sentence from the quote above: But I know, maybe I am stronger than fire, because I burn even though there is no fire to burn me. Muhammad Aqeel Jasomandez 24 JD Writing NK 2-24 SL 7-8 LM
Muhammad Zikri Alfurqan
1 bulan yang lalu
My tongue feels like it's burning, I struggle every moment I always say I will achieve it but it is not achieved even a little bit. Muhammad Zikri Alfurqan (24019056) 24 JD Writing NK2-24 SL7-8 LM
Rahayu Febriani
1 bulan yang lalu
“Di bawah terik matahari, air mata kami menjadi sungai sunyi.” “Under the scorching sun, our tears become a silent river.” “The refugees sat under the scorching sun, where their tears became a silent river of sorrow.” Rahayu Febriani 24 JD WRITING NK-2 24 SL7-8 LM
Dimas Prasetya Budi
1 bulan yang lalu
Aku melihatnya bukan sebagai cahaya, tapi sebagai pelajaran yang mengajarkanku Dimas Prasetya Budi 24 JD WRITING NK2-24 SL7-8 LM
Dimas Prasetya Budi
1 bulan yang lalu
Aku melihatnya bukan sebagai cahaya, tapi sebagai pelajaran yang mengajarkanku Dimas Prasetya Budi 24 JD WRITING NK2-24 SL7-8 LM
Dimas Prasetya Budi
1 bulan yang lalu
I saw it not as a light, but as a lesson that taught me Dimas Prasetya Budi 24 JD WRITING NK2-24 SL7-8 LM
Dimas Prasetya Budi
1 bulan yang lalu
I see it not as a light, but as a lesson that teaches me and guides me in a better direction. Dimas Prasetya Budi 24 JD WRITING NK2-24 SL7-8 LM
Abdul Hamid
1 bulan yang lalu
Aku meneguk air itu, dan ia menjadi pahit seperti kenangan yang hilang, seperti segelas air yang aku tunggu-tunggu, tapi akhirnya mengering dalam kehausan yang tidak pernah terpuaskan. ABDUL HAMID 24 JD WRITING NK 2 SL 7-8 LM
Abdul Hamid
1 bulan yang lalu
I took a sip of the water, and it became bitter like a lost memory, like the glass of water I waited for, but eventually dried up in an insatiable thirst
Abdul Hamid
1 bulan yang lalu
I took a sip of the water, tasting its bitterness like lost memories, like a hope I had long held, only to be wasted in an unquenchable thirst. ABDUL HAMID 24 JD WRITING NK 2 SL 7-8 LM
Aprini Simbolon
1 bulan yang lalu
an interest stanza: Di Palestina, laut itu ada, tapi ia kosong, seperti perutku yang menunggu sesuatu yang tidak pernah datang. Aprini Simbolon (24019005) 24 JD writing NK 2-24 SL 7-8 LM
Aprini Simbolon
1 bulan yang lalu
translate: In Palestine, the sea is there, but he was empty, like my stomach is waiting for something which never came. Aprini Simbolon (24019005) 24 JD writing NK 2-24 SL 7-8 LM
Aida Sulastri
1 bulan yang lalu
"Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah." "My tongue is burned by the sun, not by fire, but by hope that remains untouched." "The poet expresses the pain of unfulfilled desires, saying, 'My tongue is burned by the sun, not by fire, but by hope that remains untouched,' symbolizing a longing that endures without being realized." Aida Sulastri JD WRITING NK2-24 SL7-8LM
Aprini Simbolon
1 bulan yang lalu
new sentence: fellow creation of God, we must help the people of Palestine, so they also get independence. Aprini Simbolon (24019005) 24 JD writing NK 2-24 SL 7-8 LM
Rozyid Jaylani. H
1 bulan yang lalu
Angin datang, tapi bukan membawa kesejukan, ia mengunyah perutku, memeras segala yang tersisa di dalam tubuh ini, seperti gurun yang menelan segala yang hijau. 24019026 Rozyid Jaylani. H 24 JD WRITING NK2-24 SL7-8 LM
Rafi Yuma Aditya
1 bulan yang lalu
Tapi aku tahu, mungkin aku lebih kuat dari api, karena aku menyala meskipun tidak ada api yang menghanguskan. Rafi Yuma Aditya 24 JD Writing NK 2-24 SL 7-8 LM
Rafi Yuma Aditya
1 bulan yang lalu
But I know, perhaps I am stronger than fire, for I burn even without flames to consume me. Rafi Yuma Aditya 24 JD Writing NK 2-24 SL 7-8 LM
Rafi Yuma Aditya
1 bulan yang lalu
True strength is found in resilience, burning with purpose even when no fire fuels the flame. Rafi Yuma Aditya 24 JD Writing NK 2-24 SL 7-8 LM
Rozyid Jaylani. H
1 bulan yang lalu
The wind comes, but it doesn't bring coolness, he chewed my stomach, squeezing out everything that's left in this body, like a desert that swallows everything green. 24019026 Rozyïd Jaylani. H 24 JD WRITING NK2-24 SL7-8 LM
M.Ridho Riszi S.c
1 bulan yang lalu
True strength is found in resilience, burning with purpose even when no fire fuels the flame. M.Ridho Riszi S.c JD WRITING NK2-24 SL 7-8 LM
Ananda Putra Faisal
4 minggu yang lalu
Aku menelan tanah itu, seperti menelan dunia yang terluka,. Bait ini tidak terinspirasi dari english literature. Dikarenakan saya tidak dapat mencari koneksi dikarenakan penggunaan bahasa Indonesia Ananda Putra Faisal. JD BRILIT NKLIT21 JM9-10
Muhammad Abdurrosyid Dzakhwan
4 minggu yang lalu
Tanah yang Memuntahkan Air Mata by Leni Marlina Aku menelan tanah itu, seperti menelan dunia yang terluka. The above stanza is not directly inspired by any particular poem, although there are similarities in the use of profound and poetic symbolism. Muhammad Abdurrosyid Dzakhwan (21019015) - 24 JD Brilit JM9-10 LM
Evro Ofranto
4 minggu yang lalu
"Di Palestina, laut itu ada, tapi ia kosong, seperti perutku yang menunggu sesuatu yang tidak pernah datang." Larik ini dengan kuat menggambarkan perasaan kekosongan dan kehilangan, dengan membandingkan laut yang seharusnya penuh dengan kehidupan, namun kini kosong. Ini menciptakan rasa kehampaan yang mendalam, baik secara fisik maupun emosional, yang mengarah pada penderitaan yang dirasakan oleh orang-orang yang terlantar. Apakah terinspirasi dari British Literature? Ya, larik ini bisa terinspirasi oleh karya-karya sastra Inggris yang menggambarkan kekosongan dan penderitaan, seperti puisi-puisi karya Wilfred Owen atau W.B. Yeats, yang sering mengekspresikan ketidakadilan dan kehancuran dalam konflik. Evro Ofranto 24 JD BRILIT JM 9-10 LM
Pramudya
4 minggu yang lalu
Lidah yang Terbakar Matahari Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah. Sitoresmi Pramudyawardhani - 2 JD Brilit JM9-10 LM
jenny claudia yendra
4 minggu yang lalu
"Perut ini kosong, seperti laut yang menelan bintang, tak ada gelombang yang datang untuk memberi makan." jenny claudia yendra 24 JD Brilit JM9-10 LM
jenny claudia yendra
4 minggu yang lalu
This line is powerful and poignant, using the metaphor of an empty stomach likened to a sea that swallows stars, emphasizing a profound sense of hunger and the absence of relief. This poem does not belong to British Literature. It is written by an Indonesian poet, reflecting personal or collective hardship. British Literature refers to literary works originating from England or those influenced by English culture and history. Since this poem is in Bahasa Indonesia and deeply rooted in Indonesian cultural context and themes, it is considered part of Indonesian literature. Jenny claudia yendra 24 JD Brilit JM9-10 LM
Enda Heriska
4 minggu yang lalu
Perut ini kosong, seperti laut yang menelan bintang, tak ada gelombang yang datang untuk memberi makan. Enda Heriska - 21019038 24 JD Brilit JM9-10 LM
Enda Heriska
4 minggu yang lalu
"Lidah yang Terbakar Matahari & Jeritan Anak Palestina di Tenda Pengungsian" evokes intense imagery of hunger and despair, aligning with themes of suffering found in British literature. The line "Perut ini kosong, seperti laut yang menelan bintang" uses the sea, a common symbol in Romantic poetry, to represent emptiness and loss, reminiscent of Shelley’s portrayal of nature as a force that both nurtures and destroys. The lack of waves to nourish in "tak ada gelombang yang datang untuk memberi makan" echoes the existential themes of deprivation and hopelessness, similar to the bleak landscapes in Tennyson’s “The Charge of the Light Brigade.” The poem’s stark imagery of hunger and desolation connects with British literary traditions of portraying human suffering in the face of a harsh and indifferent world. Enda Heriska - 21019038 24 JD Brilit JM9-10 LM
Dhini Rahmayanti
4 minggu yang lalu
"Tetesan Air yang Menjadi Garam oleh Leni Marlina" "air itu datang, tetapi bukan untuk menyegarkan, melainkan untuk menjadi garam di luka" Dhini Rahmayanti - 21019077 24 JD Brilit JM9-10 LM
Dhini Rahmayanti
4 minggu yang lalu
It is inspired by poetic traditions in British Literature, especially in its use of symbolism and themes of suffering. In this lines, the supposedly refreshing water becomes painful salt, creating a strong and emotionally evocative contrast, similar to techniques used by poets like John Keats or Wilfred Owen. Dhini Rahmayanti - 21019077 24 JD Brilit JM9-10 LM
tTiara Asy-syifa Jeklor Putri
4 minggu yang lalu
Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah. Perut ini kosong, seperti laut yang menelan bintang, tak ada gelombang yang datang untuk memberi makan. Larik-larik puisi ini memiliki kekuatan emosional dan simbolisme yang mendalam, menggambarkan penderitaan melalui metafora yang kaya dan imajinatif. Citra seperti "lidahku terbakar matahari" dan "laut yang menelan bintang" memperlihatkan keputusasaan yang terbungkus dalam keindahan puitis.
Ryan Abdul Haadi
4 minggu yang lalu
Ryan Abdul Haadi 21019106 No.23 British Literature 24 JD Brilit JM9-10 LM Title : " Lidah yang Terbakar Matahari". “memuntahkan air mata” “memakan tubuhku,” The poem has elements that can be compared to certain British works, especially in the poetic tradition of themes of suffering, human fortitude, and deep symbolism. However, the local context and focus on the experience in Padang, West Sumatra, gives it a unique feel that makes it difficult to claim that it is directly inspired by one particular British work. In the second section, the land is personified as “spewing tears” and “eating my body,” which is similar to Ted Hughes' style, for example in Thistles, where nature becomes a mirror of human suffering and violence.
Tiara Nafa Foresti
4 minggu yang lalu
"Tanah yang Memuntahkan Air Mata" oleh Leni Marlina. "Tanah ini tidak lagi memberi hasil, ia memuntahkan air mata yang tertimbun di dalamnya" Tiara Nafa Foresti 21019062 No. Urut 05 24 JD Brilit JM9-10 LM
Tiara Nafa Foresti
4 minggu yang lalu
The line "Tanah ini tidak lagi memberi hasil, ia memuntahkan air mata yang tertimbun di dalamnya" has similarities to themes often found in British poems, especially those that focus on the suffering and impact of war or injustice. The image of the wounded and tearful ground could be reminiscent of Wilfred Owen's post-war poems that depict the devastation of nature and the psyche caused by war. However, this poem is not directly inspired by British poems, but more of a global symbolism of trauma and suffering, where nature becomes a silent witness to unforgettable events.
Ara Haita Alfurqan
4 minggu yang lalu
Tapi aku tahu, mungkin aku lebih kuat dari api, karena aku menyala meskipun tidak ada api yang menghanguskan. This poem shows inner strength and resilience using the metaphor of burning without fire. It focuses more on personal struggles, which makes it different from British literature. The only connection might be the universal theme of perseverance that also appears in some British Literature. Ara Haita Alfurqan - 21019030 24 JD Brilit JM 9-10 LM
shintia Yuliamanda
3 minggu yang lalu
The poem "Lidah yang Terbakar Matahari" evokes a raw and powerful reflection of endurance and longing, tinged with despair. The line that resonates deeply is: **"Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah."** This metaphorical imagery carries an existential weight, akin to the struggles captured in modernist British literature, particularly in works by T.S. Eliot. The burning "tongue" symbolizes silenced voices and unfulfilled hope, paralleling themes of alienation, despair, and resilience found in Eliot's *The Waste Land*. The poem's stark portrayal of hunger and survival amidst neglect also mirrors the social critiques in British wartime and post-war poetry, where resilience becomes an act of defiance against systemic failure. It’s a poignant reminder of humanity's strength in the face of adversity. shintia yuliamanda 21019059 24JD BLIRIT JM 9-10 LM
Aiko Adhisty
3 minggu yang lalu
1. Puisi "Bulan di Tenda Pengungsian" menggambarkan penderitaan mendalam dan putus asa yang dialami oleh rakyat Palestina dalam konteks pengungsian dan kelaparan. Ini menimbulkan rasa putus asa, di mana bahkan keindahan alam tertutupi oleh kerasnya keadaan mereka. 2. Bait yang sangat saya sukai adalah. Bulan itu bagaikan api yang membakar ilusi—
ia menyinari kelaparan yang tak terlihat,
seperti bintang yang menghapus cahayanya sendiri,
agar dunia tahu bahwa tidak ada yang akan datang,
bahkan bulan pun tertutup oleh awan kelaparan ini. Karena dalam bait ini, ada perasaan tersirat yang mendalam tentang ketidakpastian dan kehampaan. Perbandingan bulan dengan api yang membakar ilusi menggambarkan harapan atau cita-cita yang hilang atau tidak tercapai, sementara gambaran bulan yang tertutup oleh awan kelaparan memberi kesan bahwa segala hal yang kita harapkan untuk memberi cahaya dalam kegelapan, justru mungkin akan tertutup atau tidak ada. Ini menjadi refleksi tentang perasaan putus asa atau pencarian yang tidak pernah berakhir. 3. Setelah membaca puisi tersebut, satu ide bisnis yang terlintas adalah sebuah organisasi kemanusiaan yang fokus pada penyediaan makanan dan kebutuhan dasar bagi pengungsi dan populasi yang terdisplaced, tidak hanya memenuhi kebutuhan bertahan hidup mereka secara langsung tetapi juga menawarkan solusi jangka panjang untuk keamanan pangan dan mata pencaharian yang berkelanjutan. Aiko Adhisty (24011005) 24 JD P.KWU 96 SN1-2 LM
Aiko Adhisty
3 minggu yang lalu
1. Puisi "Lautan Tanpa Ikan" menggambarkan penderitaan dan kehampaan yang dialami oleh orang-orang yang hidup dalam kesulitan, terutama di Palestina. Laut yang seharusnya menjadi simbol kehidupan dan kekayaan kini digambarkan kosong, seperti perut yang kelaparan, mencerminkan hilangnya harapan dan sumber kehidupan. Gelombang yang terhempas tanpa membawa kehidupan melambangkan kehancuran, sementara tenda pengungsian yang seharusnya menjadi tempat perlindungan malah menjadi simbol kematian dan kehancuran. Puisi ini mengungkapkan rasa kehilangan, penderitaan, dan ketidakberdayaan dalam menghadapi situasi yang penuh keputusasaan. 2. Saya sangat menyukai baris ini Gelombang-gelombang itu terhempas ke pantai, meninggalkan pasir yang kering dan tubuh yang lebih lemah. Karena baris ini menggambarkan harapan yang terbuang sia-sia. Gelombang yang terhempas ke pantai melambangkan usaha yang tidak membawa hasil, meninggalkan pasir kering sebagai simbol kekosongan dan tubuh yang lemah sebagai gambaran keletihan dan penderitaan yang semakin dalam. 3. Setelah membaca puisi ini, salah satu ide bisnis yang muncul adalah menciptakan platform atau organisasi sosial yang fokus pada penyediaan makanan dan bantuan untuk pengungsi dan daerah yang terdampak kelaparan di daerah konflik dan terdampak genosida. Aiko Adhisty (24011005) 24 JD P.KWU96 SN1-2LM.
Salwa Felisa Syafitri
3 minggu yang lalu
Tanah yang Memuntahkan Air Mata Tanah ini tidak lagi memberi hasil, ia memuntahkan air mata yang tertimbun di dalamnya, sungai-sungai yang dulu memberi kehidupan, sekarang hanya aliran darah dan debu. Salwa Felisa Syafitri 21019109 2 JD Brilit JM9-10 LM
Salwa Felisa Syafitri
3 minggu yang lalu
Tanah yang Memuntahkan Air Mata Tanah ini tidak lagi memberi hasil, ia memuntahkan air mata yang tertimbun di dalamnya, sungai-sungai yang dulu memberi kehidupan, sekarang hanya aliran darah dan debu. this stanza focusing on the struggle on palestina and what palestina people faces, i dont think it is inpired by british literature because the theme in this poem is about war Salwa Felisa Syafitri 21019109 2 JD Brilit JM9-10 LM
Emi Febriani
3 minggu yang lalu
Lidah yang Terbakar Matahari Kelaparan ini bagaikan rumah yang aku tinggali, dan aku ibarat penghuni yang tidak pernah tidur— menunggu uluran tangan yang yang belum kunjung datang, nampaknya tak ada yang berdiri untuk kami, kecuali tenda penuh sesak pengungsi. I don't think these lines were inspired by British Literature because the poem was talking about the Palestinian. Emi Febriani 21019080 24 JD Brilit JM9-10 LM
Fildzah Fakhrani
3 minggu yang lalu
"Their cries blend with the wind, a chorus of despair under a blazing sun." Menurut saya, larik ini bisa terinspirasi dari British Literature, khususnya puisi era Perang Dunia seperti karya Wilfred Owen atau Siegfried Sassoon. Larik ini mencerminkan penderitaan kemanusiaan yang mendalam, dengan menggunakan metafora dan deskripsi atmosfer untuk menggambarkan keputusasaan. Tema tentang perang, pengungsian, dan rasa sakit kolektif sangat mirip dengan puisi-puisi Inggris yang mengangkat isu-isu sosial dan tragedi kemanusiaan. Fildzah Fakhrani 21019041 JD BRILIT JM 9-10
Fahra Salsabilla
3 minggu yang lalu
6. Puisi 6 “Lautan Tanpa Ikan” Di Palestina, laut itu ada, tapi ia kosong, seperti perutku yang menunggu sesuatu yang tidak pernah datang. Fahra Salsabilla - 21019010 24 JD Brilit JM 9-10 LM
Fahra Salsabilla
3 minggu yang lalu
“Lautan Tanpa Ikan” Di Palestina, laut itu ada, tapi ia kosong, seperti perutku yang menunggu sesuatu yang tidak pernah datang. Fahra Salsabilla - 21019010 24 JD Brilit JM 9-10 LM
Fahra Salsabilla
3 minggu yang lalu
In my opinion, the poem "Lautan Tanpa Ikan" is not inspired by British Literature. The themes and contexts raised are very specific and related to the suffering experienced by the Palestinian people, with the use of strong symbolism to describe emptiness and unfulfilled hopes. This poem describes more of the silence and despair in the geographical and political context of Palestine, which provides a very different nuance and perspective from British Literature. Fahra Salsabilla - 21019010 24 JD Brilit JM 9-10 LM
Vivi Wahyuni
3 minggu yang lalu
Tetesan Air yang Menjadi Garam oleh Leni Marlina Tetesan yang jatuh bukan menyejukkan, tapi mengikis tubuh yang sudah kurus seperti laut yang menggerus pantai I think this poem is inspired by British literature. Because of the lines of this poem there is a style of writing that emphasizes emotion and nature in the lines of the poem. The lines of this poem show that this poem is inspired by a very deep writing style and emphasizes emotion in the writing. The use of personification in this poem shows that the emotion in the poem was deepest. Vivi Wahyuni - 21019064 24 JD BriLit JM9-10 LM
Annisa Muhasyafira
3 minggu yang lalu
"Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah." This excerpt was chosen because of its profound and evocative imagery, which encapsulates a universal struggle between hope and unattainability. It offers a glimpse into the human experience, where longing and despair coexist. The simplicity of the words contrasts with the depth of meaning, making it an excellent example of how language can convey layered emotions in a compact form. Additionally, the metaphorical richness challenges translators to preserve the original's impact while adapting it to another language. Annisa Muhasyafira (24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM)
Annisa Muhasyafira
3 minggu yang lalu
"Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah." Translation to English My tongue is scorched by the sun, not by fire, but by untouchable hope. Annisa Muhasyafira (24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM)
Annisa Muhasyafira
3 minggu yang lalu
"Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah." The translation employs a combination of literal and dynamic equivalence techniques. The metaphorical language is preserved ("scorched by the sun") to maintain the original's vivid imagery, while slight rephrasing ("untouchable hope") ensures clarity and natural flow in English. The strategy involves balancing fidelity to the source text with accessibility for the target audience. By retaining the emotive tone and avoiding excessive literalism, the translation captures both the meaning and the emotional resonance of the original. Annisa Muhasyafira (24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM)
Putri Olivia Pradila
3 minggu yang lalu
"I swallow that earth, like swallowing an injured world" Yes, this line appears to be influenced by British Romantic poetry, particularly reminiscent of William Blake's style. The personification of earth and the use of powerful metaphors connecting human suffering with natural elements is characteristic of Romantic poetry. The way it combines personal experience with universal suffering through natural imagery is similar to what we see in Blake's works about human condition and suffering. Putri Olivia Pradila 21019055 JD BRILIT 9-10 LM
Muhammad Abdurrosyid Dzakhwan
3 minggu yang lalu
'Lidah yang Terbakar Matahari' Tapi aku tahu, mungkin aku lebih kuat dari api, karena aku menyala meskipun tidak ada api yang menghanguskan. Terjemahan : But I know, perhaps I am stronger than fire, for I burn even though no flames scorch me. Tecnhique that will be used is 'word for word' and 'dynamic equivalence' is technique that focuses on conveying meaning and emotional nuance in a more natural way in the target language. For example, "mungkin aku lebih kuat dari api" is translated as "perhaps I am stronger than fire," while retaining the reflective doubt, but flowing more naturally in English. This translation attempts to retain the emotional depth and symbolic meaning of the original poem, with minor adjustments to make it more natural and poetic in English. Muhammad Abdurrosyid Dzakhwan (21019015) - 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Ananda Salsabila Sakinah
3 minggu yang lalu
Soal 6 UAS Online Tangan yang Memungut Umpan dari Hujan Debu “Tetesannya menjadi air mata yang tak bisa ditahan, membasahi kulit yang terluka, membuat tubuh ini semakin tak terlihat.” Reason: In my opinion, this stanza gave vivid physical imagery of tears and wounds aligns with the victorian era of portraying inner emotional. Since the victorian era discuss about Social and political commentary, exploration of industrialization and social change, often characterized by moral earnestness and a sense of duty. So, it cant be said too this poems inspired by british literature, but the similarity of some aspect in this poem look like Victorian era. Ananda Salsabila Sakinah (21019071) No urut 21 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Muthia Rahmah Fadhilah
3 minggu yang lalu
“Aku berdiri diam,
seperti pohon yang tak punya akar,
dihembus angin yang tidak pernah datang untuk menumbuhkan.” Muthia Rahmah Fadhilah (21019093) 24 JD I-E TRANS JM 9-10 NK-ALL 21 LM
Muthia Rahmah Fadhilah
3 minggu yang lalu
Translation: “I stood still, like a tree with no roots, blown by a wind that never comes to grow.” Muthia Rahmah Fadhilah (21019093) 24 JD I-E TRANS JM 9-10 NK-ALL 21 LM
Muthia Rahmah Fadhilah
3 minggu yang lalu
Translation Strategy: In this translation, the style used is poetic style with a functional translation strategy. The poetic style is reflected in the use of strong and expressive metaphors, such as "seperti pohon yang tak punya akar" translated as "like a tree with no roots" and "dihembus angin yang tidak pernah datang untuk menumbuhkan" as "blown by a wind that never comes to grow," which create visual imagery and a sense of loneliness or emptiness. The functional translation strategy focuses on conveying the core meaning and preserving the original emotional message with slight adjustments to make it sound more natural in the target language. Word choices in the translation, such as "stood still" and "blown," maintain the sense of silence and passivity present in the original text. Muthia Rahmah Fadhilah (21019093) 24 JD I-E TRANS JM 9-10 NK-ALL 21 LM
Salsabilla Khairani
3 minggu yang lalu
Interesting stanza: "Bulan itu bagaikan api yang membakar ilusi— ia menyinari kelaparan yang tak terlihat, seperti bintang yang menghapus cahayanya sendiri, agar dunia tahu bahwa tidak ada yang akan datang, bahkan bulan pun tertutup oleh awan kelaparan ini." Salsabilla Khairani (21019058) | 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Salsabilla Khairani
3 minggu yang lalu
Translation: "The moon is like a fire burning illusions— it illuminates the unseen hunger, like a star erasing its own light, so the world knows that nothing will come, even the moon is shrouded by this cloud of hunger." Salsabilla Khairani (21019058) | 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Salsabilla Khairani
3 minggu yang lalu
Strategy: The translation employs a poetic equivalence approach, focusing on retaining the metaphorical and emotional depth of the original text while ensuring the English version flows naturally as poetry. Phrases like "bulan itu bagaikan api yang membakar ilusi" are translated as "the moon is like a fire burning illusions" to preserve the vivid imagery. The line "agar dunia tahu bahwa tidak ada yang akan datang" is carefully rendered as "so the world knows that nothing will come" to maintain its stark and impactful tone. By keeping the metaphorical essence intact, the translation communicates the despair and intensity of the original work. Salsabilla Khairani (21019058) | 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Pramudya
3 minggu yang lalu
Lidah yang Terbakar Matahari Lidahku terbakar matahari, Bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah. Perut ini kosong, seperti laut yang menelan bintang, Tak ada gelombang yang datang untuk memberi makan. Sitoresmi Pramudyawardhani - 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Pramudya
3 minggu yang lalu
English translation: My tongue is burned by the sun, Not by fire, but by hope that remains untouched. This stomach is empty, like the sea swallowing stars, No wave comes to feed it. Sitoresmi Pramudyawardhani - 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Pramudya
3 minggu yang lalu
Strategi terjemahan: The translation method used here is semantic translation, which focuses on accurately conveying the meaning, imagery, and emotional tone of the original poem. Phrases like "lidahku terbakar matahari" are translated as "my tongue is burned by the sun," maintaining the metaphor’s power. The structure is adjusted for readability in English while preserving the original metaphorical expressions, such as "like the sea swallowing stars." This approach ensures the emotional impact and poetic essence of the original work are retained in the translation. Sitoresmi Pramudyawardhani - 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Dian
3 minggu yang lalu
I like the Stanza "Tanah ini tidak lagi memberi hasil, ia memuntahkan air mata yang tertimbun di dalamnya, sungai-sungai yang dulu memberi kehidupan, sekarang hanya aliran darah dan debu" The stanza poignantly describes a land that once provided sustenance but now lies barren and sorrowful. The phrase "tanah ini tidak lagi memberi hasil" translates to "this earth no longer yields fruit," indicating a decline in productivity. The image of tears buried within the soil ("memuntahkan air mata yang tertimbun di dalamnya") suggests that the land itself is crying, perhaps due to neglect or exploitation. The rivers that once brought life ("sungai-sungai yang dulu memberi kehidupan") now carry blood and dust instead of water, signifying death and decay. Overall, the stanza portrays a landscape devastated and mourning its former vitality. DIAN ZELLY.B/21019007 24 JD I-E TRANS JM 9-10 NKALL 21 LM
Dian
3 minggu yang lalu
"Tanah ini tidak lagi memberi hasil, ia memuntahkan air mata yang tertimbun di dalamnya, sungai-sungai yang dulu memberi kehidupan, sekarang hanya aliran darah dan debu" Translation to English: "This land no longer gives yield, it spews forth tears accumulated inside, rivers that once brought life, now flow with blood and dust." (DIAN ZELLY.B 24 JD I-E TRANS JM 9-10 NKALL 21 LM )
Dian
3 minggu yang lalu
The translation style used here is dynamic equivalence, focusing on conveying the overall meaning and emotional tone rather than adhering strictly to a literal translation. Translation techniques employed include: Imagery preservation: Key images like "tears accumulated inside" and "blood and dust flowing" are maintained to keep the emotional intensity. Contextual adaptation: Phrases are adjusted to fit the natural rhythm and syntax of English while retaining their original significance. Semantic translation: Emphasis is placed on capturing the deeper meanings and emotions conveyed in the Indonesian version, ensuring that the English translation resonates similarly. DIAN ZELLY.B/21019007 24 JD I-E TRANS JM 9-10 NKALL 21 LM
Aula Fitria Zhahrah
3 minggu yang lalu
1. Lidah yang Terbakar Matahari Lirik ini mengungkapkan penderitaan batin yang disebabkan oleh harapan yang tak terpenuhi. Larik "Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah" sangat menarik karena menggambarkan panasnya harapan yang tak pernah bisa tercapai, lebih kuat dari api fisik. Terjemahan: "My tongue is burned by the sun, not by fire, but by unreachable hope." Teknik penerjemahannya mempertahankan kontras antara api dan harapan yang tak bisa dijangkau, sehingga menjaga kesan perasaan yang terbakar. Aula Fitria Zhahrah Group 1 No urut 5 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Aula Fitria Zhahrah
3 minggu yang lalu
2. Tanah yang Memuntahkan Air Mata Puisi ini mengungkapkan bagaimana tanah yang sebelumnya memberikan kehidupan kini hanya mengeluarkan air mata. "Tanah ini tidak lagi memberi hasil, ia memuntahkan air mata yang tertimbun di dalamnya," menggambarkan penderitaan yang terpendam. Terjemahan: "This land no longer yields results, it spits out tears buried within." Teknik yang digunakan untuk mempertahankan intensitas emosional adalah dengan mengubah "air mata" menjadi metafora yang kuat, yakni sebagai elemen yang terpendam dalam tanah. Aula Fitria Zhahrah Group 1 No urut 5 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Aula Fitria Zhahrah
3 minggu yang lalu
3. Angin yang Mengunyah Perutku Larik ini menggambarkan angin yang tidak membawa kesejukan, tetapi mengunyah perut si penyair yang kelaparan. Terjemahan: "The wind comes, but it does not bring coolness, it chews my stomach." Di sini, penerjemahan mempertahankan rasa haus dan kelaparan yang menjadi pusat dari puisi, dengan memilih kata "chews" untuk menggambarkan penderitaan yang terus-menerus. Aula Fitria Zhahrah Group 1 No urut 5 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Aula Fitria Zhahrah
3 minggu yang lalu
4. Bulan di Tenda Pengungsian Puisi ini menggambarkan bulan sebagai simbol kelaparan dan penderitaan. Larik "Bulan itu bagaikan api yang membakar ilusi—" menyiratkan bahwa bulan, seharusnya menjadi simbol harapan, justru menunjukkan kegelapan dan kehampaan. Terjemahan: "That moon is like fire that burns illusions." Teknik penerjemahan mempertahankan makna metaforis bulan yang seharusnya memberi harapan, namun malah mengungkapkan kekecewaan. Aula Fitria Zhahrah Group 1 No urut 5 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Aula Fitria Zhahrah
3 minggu yang lalu
5. Tangan yang Memungut Umpan dari Hujan Debu Puisi ini menggambarkan tangan yang tak lagi menunggu makanan, melainkan memungut debu yang jatuh dari langit. Terjemahan: "These hands no longer wait for bread, but pick up bait from falling dust." Teknik penerjemahan menggunakan metafora "bait" untuk menggambarkan betapa putus asa dan tidak bermaknanya makanan yang tersedia. Aula Fitria Zhahrah Group 1 No urut 5 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Aula Fitria Zhahrah
3 minggu yang lalu
6. Api yang Tidak Pernah Memasak Puisi ini menggambarkan api yang seharusnya bisa memasak makanan, namun justru tak mampu memberikan hasil apapun. Terjemahan: "I light a fire on broken stones, but it never cooks anything." Teknik ini memfokuskan pada ketidakmampuan api untuk menghasilkan sesuatu, menggambarkan harapan yang tidak dapat diwujudkan. Aula Fitria Zhahrah Group 1 No urut 5 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Aula Fitria Zhahrah
3 minggu yang lalu
7. Tetesan Air yang Menjadi Garam Puisi ini menggambarkan betapa air yang seharusnya menyejukkan malah semakin memperburuk keadaan. Terjemahan: "That drop of water, instead of cooling, becomes salt in the wound." Teknik yang digunakan adalah mempertahankan metafora air yang seharusnya menenangkan namun justru semakin melukai. Aula Fitria Zhahrah Group 1 No urut 5 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Aula Fitria Zhahrah
3 minggu yang lalu
8. Lautan Tanpa Ikan Laut yang kosong, seperti perut yang menunggu sesuatu yang tidak datang, adalah simbol dari kehilangan harapan. Terjemahan: "In Palestine, the sea exists, but it is empty." Penerjemah menggunakan "empty" untuk menekankan kehampaan laut yang seharusnya penuh dengan kehidupan. Aula Fitria Zhahrah Group 1 No urut 5 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Aula Fitria Zhahrah
3 minggu yang lalu
9. Jari-jari yang Memetik Langit Kosong Puisi ini menggambarkan jari yang mencoba meraih sesuatu yang tidak ada, menggambarkan kehampaan dan ketidakmampuan untuk meraih harapan. Terjemahan: "These fingers, once picking fruit from trees, now only reach for an empty sky." Teknik ini mempertahankan makna bahwa langit yang kosong adalah metafora untuk harapan yang tak pernah tercapai. Aula Fitria Zhahrah Group 1 No urut 5 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Aula Fitria Zhahrah
3 minggu yang lalu
10. Kepingan Roti yang Terbang Menjadi Debu Larik ini menggambarkan bagaimana roti, yang seharusnya menjadi makanan, terbang menjadi debu, seperti mimpi yang hilang. Terjemahan: "In this refugee camp, the bread crumbs fly, but they don't fall to the ground, they become dust." Teknik penerjemahan mempertahankan citra roti yang hilang menjadi debu, menunjukkan betapa mimpi dan harapan yang hancur sering kali sulit dijangkau. AulKepingan Roti yang Terbang Menjadi Debu Larik ini menggambarkan bagaimana roti, yang seharusnya menjadi makanan, terbang menjadi debu, seperti mimpi yang hilang. Terjemahan: "In this refugee camp, the bread crumbs fly, but they don't fall to the ground, they become dust." Teknik penerjemahan mempertahankan citra roti yang hilang menjadi debu, menunjukkan betapa mimpi dan harapan yang hancur sering kali sulit dijangkau. Aula Fitria Zhahrah Group 1 No urut 5 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM Fitria Zhahrah Group 1 No urut 5 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Elsen Agustina Sigalingging
3 minggu yang lalu
Lirik/Stanza Puisi: Perut ini kosong, seperti laut yang menelan bintang, tak ada gelombang yang datang untuk memberi makan. Elsen Agustina Sigalingging (21019009) - 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Elsen Agustina Sigalingging
3 minggu yang lalu
English Version: This stomach is empty, like the sea swallowing the stars, there are no waves coming to feed it. Elsen Agustina Sigalingging (21019009) - 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Elsen Agustina Sigalingging
3 minggu yang lalu
Gaya dan Strategi Terjemahan: Gaya penerjemahan yang digunakan adalah puitis dan metaforis, bertujuan untuk mempertahankan kesan emosional dan visual yang kuat dari teks asli. Strategi yang diterapkan lebih menekankan pada penerjemahan makna dan interpretasi kontekstual, dengan menjaga esensi gambaran dan perasaan yang ingin disampaikan. Frase "seperti laut yang menelan bintang" diterjemahkan menjadi "like the sea swallowing the stars", yang mempertahankan kekuatan metafora tentang kekosongan yang mendalam. "Tak ada gelombang yang datang untuk memberi makan" diterjemahkan menjadi "there are no waves coming to feed it", di mana kata "waves" tetap dipilih untuk menyampaikan rasa kekosongan dan keputusasaan, yang tanpa pengaruh atau bantuan. Elsen Agustina Sigalingging (21019009) - 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Benito Patriot
3 minggu yang lalu
Puisi 1 Stanza 4: Kelaparan ini bagaikan rumah yang aku tinggali, dan aku ibarat penghuni yang tidak pernah tidur— menunggu uluran tangan yang yang belum kunjung datang, nampaknya tak ada yang berdiri untuk kami, kecuali tenda penuh sesak pengungsi. Benito Patriot_21019073 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Benito Patriot
3 minggu yang lalu
Translation: This hunger feels like a home I live in, and I am a dweller who never sleeps— waiting for a helping hand that has yet to arrive. It seems no one stands for us, except the overcrowded refugee tents. Benito Patriot_21019073 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Benito Patriot
3 minggu yang lalu
Translation Strategies: In this translation, I used semantic translation to faithfully convey the meaning and emotional weight of the original text, ensuring phrases like "kelaparan ini bagaikan rumah yang aku tinggali" became "this hunger feels like a home I live in," preserving its metaphorical intensity. Imagery preservation was crucial, maintaining vivid descriptions such as "tenda penuh sesak pengungsi" translated as "the overcrowded refugee tents." To ensure fluency and naturalness in English, I employed dynamic equivalence, adapting phrases like "menunggu uluran tangan yang belum kunjung datang" to "waiting for a helping hand that has yet to arrive" for clarity and emotional resonance. The use of a formal and reflective tone aligns with the somber and contemplative mood of the original, ensuring the translation captures both its meaning and emotional depth. Benito Patriot_21019073 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Nurul Hidayah
3 minggu yang lalu
Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah.The line "Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah" (translated as "My tongue is burned by the sun, not by fire, but by hopes that remain untouched") is a powerful expression of emotional and existential longing. What’s striking about this line is the metaphor of the tongue burning not from physical flames, but from unattainable hopes. It conveys the intensity of desire and yearning, where the speaker’s inner pain is not caused by tangible forces, but by the unfulfilled dreams and aspirations they carry. This evokes a sense of struggle with hope—how it can be both a source of motivation and frustration. The imagery is not just vivid but also inspiring, as it invites reflection on the strength of human resilience and the painful yet beautiful nature of pursuing one's dreams, even when they seem out of reach.Nurul Hidayah_21019100 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Nurul Hidayah
3 minggu yang lalu
Tanah yang Memuntahkan Air Mata The line "Aku menelan tanah itu, seperti menelan dunia yang terluka, dan tersedak pada harapan yang hilang" (translated as "I swallow the earth, like swallowing a wounded world, and choke on the lost hopes") is a deeply evocative metaphor that speaks to the weight of pain, loss, and disillusionment. What makes this line particularly compelling is how it portrays the act of "swallowing" not just the physical earth, but the entire suffering world and the emotional burden it carries. The speaker consumes the anguish of a world in pain, yet in doing so, they are overwhelmed by the loss of hope. This image is both haunting and inspiring, as it touches on the immense emotional load that comes with confronting the world’s harsh realities. At the same time, it suggests a sense of endurance—despite choking on lost hopes, the speaker continues to consume, to confront, and to endure. It invites reflection on the resilience needed to face difficult truths, while also hinting at the possibility of healing and finding hope amidst loss.Nurul Hidayah_21019100 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Nurul Hidayah
3 minggu yang lalu
Angin yang Mengunyah Perutku The line "Aku berdiri diam, seperti pohon yang tak punya akar, dihembus angin yang tidak pernah datang untuk menumbuhkan" (translated as "I stand still, like a tree with no roots, blown by winds that never come to nurture") presents a vivid and thought-provoking image of stagnation and longing. The tree without roots symbolizes a deep sense of instability, disconnected from the foundation that usually supports growth and life. The winds, which should ideally bring life and nourishment, instead remain absent, leaving the tree—and by extension, the speaker—in a state of helplessness and inaction. What makes this line inspiring is its exploration of resilience in the face of adversity. Despite the lack of nourishment and stability, the tree (and the speaker) continue to stand. This speaks to the quiet strength of enduring, even when circumstances seem to offer no hope or support. The imagery encourages reflection on the importance of finding inner strength and standing tall even when external forces seem indifferent or unkind. It serves as a reminder that, even without immediate growth or nurturing, there is still value in remaining steadfast and resilient.Nurul Hidayah_21019100 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Nurul Hidayah
3 minggu yang lalu
Bulan di Tenda PengungsianThe line "Bulan itu menggantung rendah, seperti jejak-jejak kelaparan yang tak bisa disembunyikan" (translated as "The moon hangs low, like the traces of hunger that cannot be hidden") evokes a powerful image of vulnerability and inevitability. The moon, often a symbol of light and beauty, is depicted here as low and heavy, perhaps suggesting a sense of sorrow or desolation. It is compared to "traces of hunger"—a raw, unmaskable truth of deprivation and need. What makes this line particularly striking is how it ties the natural world to human suffering, showing how certain pains, like hunger, cannot be concealed or ignored. It highlights the inevitability of certain struggles and the weight they carry, making them visible to all. The line can be seen as both a poignant commentary on the persistence of hardship and an inspiring call to acknowledge and confront these struggles, rather than hide from them. The moon’s low position symbolizes how even the most beautiful and serene things in life can be overshadowed by our deepest, most painful experiences. Yet, in recognizing these truths, there is power—perhaps in finding ways to address the hunger, both literal and metaphorical, that we face. The imagery reminds us that while we cannot hide our suffering, there is strength in facing it openly, with the potential for growth and healing.Nurul Hidayah_21019100 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Nurul Hidayah
3 minggu yang lalu
Tangan yang Memungut Umpan dari Hujan Debu.The line "Tangan ini tidak lagi menunggu roti, tapi memungut umpan dari hujan debu yang jatuh" (translated as "These hands no longer wait for bread, but pick up bait from the falling dust storm") speaks to a shift from longing for basic sustenance to surviving in a harsh, desolate reality. The image of waiting for bread, a universal symbol of nourishment, represents a desire for fulfillment, security, or hope. However, the hands no longer wait for this basic need to be met; instead, they gather "bait" from the "falling dust storm," which evokes a sense of desperation and survival. The "bait" here is something less than sustenance, something symbolic of empty promises or fleeting chances, while the "dust storm" conveys an overwhelming, unrelenting environment that offers little to nurture. What makes this line both thought-provoking and inspiring is the shift from passive hope to active survival. Instead of waiting for what might never come, the speaker adapts to their circumstances by collecting what is available, even if it is not enough. This can be seen as a metaphor for resilience and resourcefulness, finding a way to survive in situations that may seem hopeless. It suggests that even when the world does not provide what we need, we can still act—albeit with the humility of accepting what little there is. The image speaks to human adaptability and the strength to keep moving forward, even when faced with scarcity and hardship.Nurul Hidayah_21019100 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Nurul Hidayah
3 minggu yang lalu
Api yang Tidak Pernah Memasak The line "Aku menyalakan api di atas batu-batu pecah, tapi ia tidak pernah memasak apa-apa" (translated as "I light a fire on broken stones, but it never cooks anything") is a poignant metaphor for effort that seems to lead nowhere. Lighting a fire typically signifies the hope of transformation, warmth, or progress. However, the speaker is using broken stones, which are an unyielding and unhelpful surface, rendering the fire ineffective. Despite the energy and intention put into the act, nothing is produced or achieved. What makes this line striking is its exploration of the frustration that comes with exerting effort without seeing the desired results. It speaks to the reality that not all actions lead to immediate rewards or outcomes. Yet, there is something inspiring in this image as well: the determination to continue lighting the fire, even though it doesn’t "cook anything." It suggests resilience in the face of failure, a refusal to give up on efforts, even if they seem futile. This can be interpreted as a metaphor for persistence and the belief that even when results are not immediately visible, the process itself may have value. It reminds us that sometimes, the act of trying, even when it doesn't yield the expected outcome, holds its own power and meaning.Nurul Hidayah_21019100 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Nurul Hidayah
3 minggu yang lalu
Tetesan Air yang Menjadi Garam The line "Kau bertanya tentang air di pengungsian ini, air itu datang, tetapi bukan untuk menyegarkan, melainkan untuk menjadi garam di luka" (translated as "You ask about the water in this refuge, the water comes, but not to refresh, rather to become salt in the wound") presents a powerful metaphor for the harshness of life’s challenges. The water, which one might expect to bring relief or healing, instead acts as salt, intensifying the pain of the wound. This image evokes a sense of disappointment and betrayal, where the help or comfort one anticipates ends up causing further harm. What makes this line particularly compelling is the contrast between the natural expectation of water as a source of life and comfort, and the harsh reality that it exacerbates suffering instead. It speaks to the disillusionment that can arise when we place our hopes in something or someone, only to find that it deepens our hurt instead of healing it. In an inspiring light, however, this line also reflects the resilience needed to confront these painful realities. The speaker acknowledges the suffering caused by the "salt in the wound," but in doing so, they reveal an awareness of life’s complexities. It suggests that growth can come from even the most painful experiences—just as salt can preserve, it can also strengthen, just as hardship can lead to greater wisdom and resilience. Ultimately, the line speaks to the human capacity to endure and reflect even when faced with unexpected, harsh truths.Nurul Hidayah_21019100 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Nurul Hidayah
3 minggu yang lalu
Lautan Tanpa Ikan.The line "Di Palestina, laut itu ada, tapi ia kosong, seperti perutku yang menunggu sesuatu yang tidak pernah datang" (translated as "In Palestine, the sea exists, but it is empty, like my stomach waiting for something that never comes") poignantly illustrates the tension between presence and absence. The sea, a symbol of vastness, potential, and life, is described as empty, which conveys a sense of unfulfilled promise or stagnation. Similarly, the speaker's stomach, waiting for something that never arrives, reflects a deep yearning for sustenance—both physical and emotional—that remains unmet. What makes this line compelling is the way it draws a parallel between the emptiness of the sea and the emptiness within the speaker. The sea, in its vastness, could offer nourishment, yet it is devoid of life, much like the speaker’s own unfulfilled longing. This image powerfully speaks to the experience of waiting for change, for hope, or for relief, only to find that it never materializes. It suggests a deep feeling of deprivation and frustration, where even the most fundamental needs go unmet. In an inspiring light, the line also hints at the resilience required to continue in the face of unfulfilled desires. Despite the emptiness of both the sea and the stomach, the speaker endures. This endurance can be seen as an act of strength—continuing to hope, continue to wait, even when what is sought seems impossible to attain. It reminds us of the persistence needed to face harsh realities and the human ability to carry on, despite ongoing deprivation and unfulfilled longings.Nurul Hidayah_21019100 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Nurul Hidayah
3 minggu yang lalu
Jari-jari yang Memetik Langit Kosong.The line "Jari-jari ini, yang dulunya memetik buah dari pohon-pohon, sekarang hanya menggapai langit kosong" (translated as "These fingers, once picking fruit from the trees, now only reach for an empty sky") portrays a sense of loss and disillusionment, where once fruitful actions and efforts have become futile. The fingers that once harvested the bounty of life are now left grasping at emptiness, symbolizing a shift from abundance to desolation. What makes this line particularly striking is the contrast between past fulfillment and present futility. The imagery of fingers once reaching for fruit, a symbol of nourishment, joy, and accomplishment, highlights the stark difference with the present state of reaching for "an empty sky." This transition captures the feeling of yearning for something that no longer exists or seems unattainable. It reflects a sense of longing for what once was, and perhaps the realization that what was once achievable may now be beyond reach. However, there is an underlying inspiration in this line as well. The act of reaching for the empty sky, though seemingly futile, symbolizes persistence and the enduring human desire to strive, even when the outcome is uncertain. It suggests that, even in times of loss or disillusionment, there remains an inner drive to keep reaching, to keep hoping, and to continue seeking, even if only for the possibility of finding something new. This act of reaching for the sky, despite its emptiness, is a powerful reminder of the resilience and strength required to keep going when faced with uncertainty.Nurul Hidayah_21019100 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Nurul Hidayah
3 minggu yang lalu
Kepingan Roti yang Terbang Menjadi Debu.The line "Aku mengejarnya, dan debu itu mengelak, seperti waktu yang menipu untuk berharap, tanpa memberi sedikitpun" (translated as "I chase it, and the dust evades, like time deceives us into hoping, without giving anything in return") vividly captures the frustration of pursuing something elusive, only to be met with disappointment. The dust, a fleeting and insubstantial substance, represents an unattainable goal, something that slips away no matter how hard the speaker tries to grasp it. Similarly, time is portrayed as a deceptive force that lures people into hope, yet offers no rewards or fulfillment. What makes this line compelling is the comparison between the dust and time. Both are intangible and fleeting, impossible to capture or hold onto. The dust slipping away mirrors how hopes and desires, often tied to time, can feel elusive and unfulfilled. This speaks to the painful reality of chasing after dreams or aspirations that seem just out of reach, despite one’s best efforts. However, there is also something inspiring in this imagery. The act of chasing the dust, even though it cannot be caught, reveals a determination to keep pursuing something, even in the face of futility. It suggests the resilience and persistence inherent in human nature—continuing to hope and strive, even when time deceives and gives nothing in return. The line encourages reflection on the nature of hope itself: though it may lead to disappointment, the pursuit of something greater can still have value. It invites us to find meaning in the act of striving, even when the desired outcome remains elusive.Nurul Hidayah_21019100 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Sohibul Aminudin
3 minggu yang lalu
"Lidahku terbakar matahari, bukan oleh api, tapi oleh harapan yang tak terjamah. " I like that verse of the poem number 1, the use of analogy about the tongue and the fire that means fake hope gives the unique nuance for the reader to read that poem. Sohibul Aminudin, 24JD IE Trans JM9-10 NKall21 LM
Sohibul Aminudin
3 minggu yang lalu
Here's the English version of that verse by me: "My tongue is sunburned, not by fire, but by hope that untouched." Sohibul Aminudin, 24JD IE Trans JM9-10 NKall21 LM
Sohibul Aminudin
3 minggu yang lalu
The translation technique that I used is established equivalent with addition on preposition to keep the rhythm up. With those techniques the reader will still get good nuance when read this poem. Sohibul Aminudin, 24JD IE Trans JM9-10 NKall21 LM
christy yulianda putri
3 minggu yang lalu
Christy Yulianda Putri 24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM "This stanza captivates with its haunting portrayal of hunger and despair through visceral and metaphorical imagery. Di dalam perut ini, tanah itu tumbuh, tapi ia tidak mengubah apapun— ia hanya memakan tubuhku, sampai aku menjadi tanah itu sendiri, yang memimpikan datangnya sepotong roti." The "land growing inside" suggests a deep connection to nature and sustenance, yet it paradoxically consumes the speaker instead of nourishing them. The transformation into the very land that dreams of bread highlights a cyclical struggle with poverty and survival, embodying both physical and existential hunger. Its stark simplicity evokes profound empathy and reflection.
christy yulianda putri
3 minggu yang lalu
Inside this belly, the land grows, but it changes nothing— it only devours my body, until I become that very land, dreaming of a piece of bread.
christy yulianda putri
3 minggu yang lalu
The translation maintains the stark and visceral imagery of the original, preserving the metaphors of land and hunger. Phrases are kept simple and direct, reflecting the original's tone of raw despair. The metaphorical "land growing" and the dream of bread are translated literally to retain their layered meanings. Sentence structure is adjusted slightly for clarity and rhythm in English while staying true to the original's emotive impact.
Zahrah Nabila
3 minggu yang lalu
Kelaparan ini bagaikan rumah yang aku tinggali, dan aku ibarat penghuni yang tidak pernah tidur— menunggu uluran tangan yang yang belum kunjung datang, nampaknya tak ada yang berdiri untuk kami, kecuali tenda penuh sesak pengungsi. Zahrah Nabila (20019023) 24 JD I-E Trans JM 9-10 Nkall 21 LM
Zahrah Nabila
3 minggu yang lalu
Terjemahan: "This hunger is like the home I inhabit, where I'm a restless occupant — awaiting aid that never arrives. It seems no one stands for us, except overcrowded refugee tents." Zahrah Nabila (20019023) 24 JD I-E Trans JM 9-10 Nkall 21 LM
Zahrah Nabila
3 minggu yang lalu
Strategies: The poem's translation employs a lyrical and symbolic style, utilizing strategies like metaphorical language, personification and vivid imagery. Key techniques include free translation, precise word choice and contextual adaptation to preserve emotional depth, authenticity and poetic essence. Zahrah Nabila (20019023) 24 JD I-E Trans JM 9-10 Nkall 21 LM
Eja Rizki Ansori
3 minggu yang lalu
Eja Rizki Ansori (21019036) 24 JD I-E Trans JM9-10 NKall21 LM Kelaparan ini bagaikan rumah yang aku tinggali, dan aku ibarat penghuni yang tidak pernah tidur— menunggu uluran tangan yang yang belum kunjung datang, nampaknya tak ada yang berdiri untuk kami, kecuali tenda penuh sesak pengungsi.
Eja Rizki Ansori
3 minggu yang lalu
Eja Rizki Ansori (21019036) 24 JD I-E Trans JM9-10 NKall21 LM Terjemahan : This hunger is like a house that I live in, and I am like a resident who never sleeps - waiting for a helping hand that has not yet come, it seems that no one is standing for us, except for the tents crowded with refugees.
Eja Rizki Ansori
3 minggu yang lalu
Eja Rizki Ansori (21019036) 24 JD I-E Trans JM9-10 NKall21 LM Strategi Penerjemahan : Strategi Penerjemahan : Literal Translation Karena saya merasa larik tersebut lebih cocok diterjemahkan dengan cara kata demi kata
Yona Maygita
3 minggu yang lalu
stanza yang menarik :Tanah ini tidak lagi memberi hasil, ia memuntahkan air mata yang tertimbun di dalamnya, sungai-sungai yang dulu memberi kehidupan, sekarang hanya aliran darah dan debu. Yona Maygita (21019066) JD I-E TRANS JM 9-10 NKALL 21 LM
Yona Maygita
3 minggu yang lalu
**Translation:** This land no longer yields harvests, it spews out the tears buried within, the rivers that once gave life now flow only with blood and dust. Yona Maygita (21019066) JD I-E TRANS JM 9-10 NKALL 21 LM
Yona Maygita
3 minggu yang lalu
Style and Strategies: Style: Poetic and melancholic, emphasizing the emotional weight of the message. Strategies: Faithful Translation: Preserving the original meaning and tone. Imagery Retention: Keeping vivid imagery intact to evoke the same emotional resonance. Conciseness: Adapting phrasing for natural and impactful English expression. Yona Maygita (21019066) JD I-E TRANS JM 9-10 NKALL 21 LM
RazgrizGhost
3 minggu yang lalu
Kelaparan ini bagaikan rumah yang aku tinggali, dan aku ibarat penghuni yang tidak pernah tidur— menunggu uluran tangan yang yang belum kunjung datang, nampaknya tak ada yang berdiri untuk kami, kecuali tenda penuh sesak pengungsi. M. Abi Dzar 210109052 JD I-E Trans JM9-10 NKall21 LM
RazgrizGhost
3 minggu yang lalu
This hunger is like a house I live in, and I am like an inhabitant who never sleeps— waiting for a helping hand that has yet to come, it seems no one stands for us, except the overcrowded tents of refugees. M. Abi Dzar 210109052 JD I-E Trans JM9-10 NKall21 LM
RazgrizGhost
3 minggu yang lalu
Translated directly where the meaning was clear (e.g., "Kelaparan ini bagaikan rumah yang aku tinggali" → "This hunger is like a house I live in"). Retained vivid metaphors to preserve the emotional impact (e.g., "aku ibarat penghuni yang tidak pernah tidur" → "I am like an inhabitant who never sleeps"). Maintained the tension and sense of waiting in phrases like "menunggu uluran tangan yang belum kunjung datang" → "waiting for a helping hand that has yet to come." Preserved the stark reality of the situation (e.g., "nampaknya tak ada yang berdiri untuk kami" → "it seems no one stands for us"). Kept the imagery of refugee tents to maintain the symbolic weight (e.g., "kecuali tenda penuh sesak pengungsi" → "except the overcrowded tents of refugees"). M. Abi Dzar 210109052 JD I-E Trans JM9-10 NKall21 LM
Annisa Tul Khair
3 minggu yang lalu
Angin datang, tapi bukan membawa kesejukan, ia mengunyah perutku, memeras segala yang tersisa di dalam tubuh ini, seperti gurun yang menelan segala yang hijau Annisa Tul Khair 21019029 24 JD I-E Trans JM9-10 NKall21 LM
Annisa Tul Khair
3 minggu yang lalu
Terjemahan: The wind comes, but it does not bring coolness, it gnaws at my stomach, squeezing out everything left inside this body, like a desert swallowing everything green. Annisa Tul Khair 21019029 24 JD I-E Trans JM9-10 NKall21 LM
Annisa Tul Khair
3 minggu yang lalu
Style and Strategy: This translation employs formal equivalence, closely mirroring the structure and imagery of the original poem while adapting it to sound natural in English. The comparison to the desert "swallowing everything green" is maintained to illustrate the destructive, consuming force at play. By adhering closely to the original phrasing, the translation preserves the stark and painful imagery while making it accessible and emotionally resonant in English. Annisa Tul Khair 21019029 24 JD I-E Trans JM9-10 NKall21 LM
Desma Fauziah
3 minggu yang lalu
Kelaparan ini bagaikan rumah yang aku tinggali, dan aku ibarat penghuni yang tidak pernah tidur— menunggu uluran tangan yang yang belum kunjung datang, nampaknya tak ada yang berdiri untuk kami, kecuali tenda penuh sesak pengungsi. Desma Fauziah 21019006 24 JD I-E Trans JM9-10 NKall LM
Desma Fauziah
3 minggu yang lalu
This hunger is like the house I live in, and I am like the inhabitant who never sleeps— waiting for the outstretched hand that has yet to arrive, it seems no one stands for us, except the overcrowded tents of refugees. Desma Fauziah 21019006 24 JD I-E Trans JM9-10 NKall LM
Desma Fauziah
3 minggu yang lalu
The translation uses dynamic equivalence, ensuring that the emotional weight and meaning of the original poem are preserved in English, while adapting the language for natural flow. The comparison of hunger to a house emphasizes the oppressive, inescapable nature of the experience. The expression "outstretched hand that has yet to arrive" evokes the waiting and longing for help, while "overcrowded tents of refugees" reflects the harsh conditions of displacement. This method ensures that the emotional impact and the context of suffering are clearly communicated in English.
Desma Fauziah
3 minggu yang lalu
The translation uses dynamic equivalence, ensuring that the emotional weight and meaning of the original poem are preserved in English, while adapting the language for natural flow. The comparison of hunger to a house emphasizes the oppressive, inescapable nature of the experience. The expression "outstretched hand that has yet to arrive" evokes the waiting and longing for help, while "overcrowded tents of refugees" reflects the harsh conditions of displacement. This method ensures that the emotional impact and the context of suffering are clearly communicated in English. Desma Fauziah 21019006 24 JD I-E Trans JM9-10 NKall LM
Fahra Salsabilla
3 minggu yang lalu
Lautan tanpa Ikan Di Palestina, laut itu ada, tapi ia kosong, seperti perutku yang menunggu sesuatu yang tidak pernah datang. Fahra Salsabilla 21019010 24 JD I-E Trans JM9-10 NKall LM
Fahra Salsabilla
3 minggu yang lalu
Sea Without Fish In Palestine, the sea is there, but it is empty, like my stomach waiting for something that never comes. Fahra Salsabilla 21019010 24 JD I-E Trans JM9-10 NKall LM
Fahra Salsabilla
3 minggu yang lalu
This translation follows literal equivalence, staying as close as possible to the original structure and wording while ensuring clarity in English. The metaphor of the sea being "empty" mirrors the profound emptiness and unfulfilled expectations in the original. By maintaining the simplicity and directness of the language, the translation conveys the emotional depth and sense of desolation that the original poem evokes, without overcomplicating the imagery. Fahra Salsabilla 21019010 24 JD I-E Trans JM9-10 NKall LM
yurika tiara
3 minggu yang lalu
Yurika Tiara Ramanda 21019114 JD I- E TRANS JM 9-10 NKal|21 LM stanza Tanah ini tidak lagi memberi hasil, ia memuntahkan air mata yang tertimbun di dalamnya, sungai-sungai yang dulu memberi kehidupan, sekarang hanya aliran darah dan debu.
yurika tiara
3 minggu yang lalu
Yurika Tiara Ramanda 21019114 JD I- E TRANS JM 9-10 NKal|21 LM Translation in English: This land no longer yields results, it spits out tears that have been buried within it, rivers that once gave life, now only flows of blood and dust.
yurika tiara
3 minggu yang lalu
Yurika Tiara Ramanda 21019114 JD I- E TRANS JM 9-10 NKal|21 LM Translation Techniques Used: Literal Translation (Terjemahan Harfiah): "Tanah ini tidak lagi memberi hasil" becomes "This land no longer yields results," keeping the direct meaning intact. Modulation (Modulasi): "Ia memuntahkan air mata yang tertimbun di dalamnya" is rephrased as "it spits out tears that have been buried within it," maintaining the emotional intensity while adapting the phrase for a more natural flow in English. Equivalence (Padanan): "Sungai-sungai yang dulu memberi kehidupan" is translated as "rivers that once gave life," preserving the metaphor of life-giving rivers. Adaptation (Adaptasi): "Sekarang hanya aliran darah dan debu" is adapted to "now only flows of blood and dust," ensuring the imagery remains vivid while making it more accessible for an English-speaking audience. Transposition (Transposisi): The structure is adjusted slightly for readability, such as changing "sungai-sungai yang dulu memberi kehidupan" to "rivers that once gave life," placing the important descriptive elements at the beginning for emphasis.
Siti Aurora Putri Ardsya
3 minggu yang lalu
But I know, perhaps I am stronger than fire, for I burn even without flames consuming me. This verse is powerful because it challenges conventional ideas of strength and resilience, presenting an image of internal power that defies destruction. The metaphor of "burning without flames" suggests an inner fire fueled by something intangible, such as willpower, passion, or purpose. This self-sustaining fire becomes a symbol of strength that exists independently of external forces, making the verse both introspective and empowering. The poet employs paradox and metaphor to create an evocative and thought provoking statement. The idea of "burning without flames" is a paradox that compels the reader to consider unconventional forms of power and endurance. The use of fire as a central metaphor connects to themes of transformation, energy, and resilience. The simple yet profound phrasing makes the verse universally relatable while leaving space for individual interpretation, inviting the reader to reflect on their own inner strength. Siti Aurora Putri Ardsya 21019111 JD I- E TRANS JM 9-10 NKall 21 LM
Siti Aurora Putri Ardsya
3 minggu yang lalu
I swallow that soil, as if swallowing a wounded world, and choke on the hope that is lost. This verse is deeply emotional and symbolic, portraying the act of swallowing soil as an intimate and painful connection to the wounded world. The imagery of "choking on lost hope" captures the overwhelming grief and despair that comes with confronting loss and broken dreams. The juxtaposition of the physical act of swallowing with the abstract concepts of pain and hope creates a visceral experience, making the verse both haunting and evocative. The poet uses stark symbolism and layered imagery to convey a profound sense of sorrow and struggle. The soil represents the tangible weight of the world's wounds, while the act of choking suggests the suffocating effect of hopelessness. The progression from "swallowing a wounded world" to "choking on lost hope" builds an emotional crescendo, highlighting the burden of bearing pain. The simplicity of the language enhances the rawness of the emotion, leaving a lasting impact on the reader. Siti Aurora Putri Ardsya 21019111 JD I- E TRANS JM 9-10 NKall 21 LM
Siti Aurora Putri Ardsya
3 minggu yang lalu
I stand still, like a tree without roots, blown by winds that never come to nurture. This verse is striking because it uses the imagery of a rootless tree to reflect a sense of instability and stagnation. The wind, often a symbol of change or growth, is here portrayed as absent in its nurturing role, adding a layer of longing and futility. This creates a poignant reflection on feelings of detachment and the struggle to find grounding or purpose. The contrast between the tree's stillness and the implied motion of the wind evokes a tension that resonates emotionally. The poet employs metaphor and contrast to illustrate themes of disconnection and unfulfilled potential. The rootless tree symbolizes a lack of foundation or belonging, while the "wind that never comes to nurture" introduces an ironic twist, as wind typically fosters growth by spreading seeds or bringing rain. The verse’s concise structure and layered imagery allow it to express complex emotions with simplicity, leaving space for introspection about resilience, belonging, and the absence of support. Siti Aurora Putri Ardsya 21019111 JD I- E TRANS JM 9-10 NKall 21 LM
Siti Aurora Putri Ardsya
3 minggu yang lalu
The moon hangs low, like traces of hunger that cannot be hidden. This verse is captivating because it draws a haunting parallel between the low-hanging moon and the persistence of hunger. The imagery of the moon, often seen as serene and distant, is reimagined as heavy and inescapable, mirroring the weight of unfulfilled needs. The idea of "traces of hunger" evokes both physical and emotional deprivation, making the verse resonate with a sense of vulnerability and raw humanity. The poet uses metaphor and juxtaposition to create a stark and memorable image. The moon, a symbol of beauty and calm, is contrasted with the harsh reality of hunger, creating a sense of tension. The phrase "traces of hunger" suggests something lingering and pervasive, while the low position of the moon mirrors a burden that feels close and oppressive. The brevity of the verse heightens its impact, leaving readers with a vivid and thought-provoking emotional impression. Siti Aurora Putri Ardsya 21019111 JD I- E TRANS JM 9-10 NKall 21 LM
Siti Aurora Putri Ardsya
3 minggu yang lalu
Its droplets become tears that cannot be held back, wetting wounded skin, making this body even more invisible. This verse is powerful because it conveys an intense emotional and physical vulnerability. The droplets, symbolizing persistent sorrow, merge with the wounds, blurring the line between emotional and physical pain. The final line, "making this body even more invisible," speaks to the profound isolation and fading identity experienced in suffering, creating a deeply poignant and relatable image of despair. The poet uses metaphor and sensory imagery to evoke a visceral response. The "droplets" and "tears" symbolize uncontainable grief, while the imagery of wet, wounded skin creates a tactile sense of pain. The concept of invisibility adds a layer of existential sadness, highlighting themes of neglect and erasure. The gradual progression from external expression (tears) to internal consequence (invisibility) gives the verse a sense of emotional depth and layered meaning. Siti Aurora Putri Ardsya 21019111 JD I- E TRANS JM 9-10 NKall 21 LM
Siti Aurora Putri Ardsya
3 minggu yang lalu
I stare at the fire, and the fire stares back at me, like hope burned to prevent it from growing. This verse is haunting and introspective, using fire as both a symbol of destruction and confrontation. The act of mutual gazing between the speaker and the fire creates a tense, almost defiant dynamic, as if the fire embodies a deliberate effort to extinguish hope. The notion of "burning hope to prevent growth" speaks to despair and the suppression of potential, crafting an image of resistance and lost possibilities. The poet employs personification and metaphor to evoke deep emotional conflict. By giving the fire the ability to "stare back," the verse creates an unsettling sense of reciprocity, making the fire an active participant in the struggle. The final line transforms the destructive act of burning into a premeditated suppression of hope, emphasizing themes of control and loss. The concise structure allows the verse to be direct and impactful, leaving readers with a lingering sense of tension and reflection on resilience amidst adversity. Siti Aurora Putri Ardsya 21019111JD I- E TRANS JM 9-10 NKall 21 LM
Siti Aurora Putri Ardsya
3 minggu yang lalu
The falling droplets do not soothe, but erode a body already thin, like the sea wearing down the shore. This verse is powerful and melancholic, drawing a parallel between the relentless erosion of the shore by the sea and the gradual depletion of a fragile body. The droplets, often seen as a source of relief or nourishment, are reimagined here as agents of decay, subverting expectations. This imagery conveys a profound sense of exhaustion and helplessness, as even the smallest elements contribute to the body's deterioration. The poet employs metaphor and contrast to evoke a vivid sense of fragility. The "falling droplets" symbolize forces that, though seemingly minor, accumulate to cause significant harm. The comparison to the sea eroding the shore introduces a natural and inevitable quality to this process, emphasizing the inevitability of loss or depletion. The verse’s rhythm mirrors the slow, unyielding nature of erosion, enhancing its emotional weight and leaving readers with a poignant reflection on vulnerability and endurance. Siti Aurora Putri Ardsya 21019111 JD I- E TRANS JM 9-10 NKall 21 LM
Siti Aurora Putri Ardsya
3 minggu yang lalu
The waves crash against the shore, leaving behind dry sand and a weaker body. This verse uses the naturaly imagery of waves to symbolize a relentless, cyclical force that takes more than it gives. The waves, often associated with renewal, here signify exhaustion and depletion. The juxtaposition of the vibrant motion of waves with the stark stillness of dry sand and a weakened body highlights the toll taken by repeated struggles, creating a poignant reflection on endurance and the cost of resilience. The poet employs contrast and symbolic imagery to depict the effects of an unrelenting force. The waves, dynamic and powerful, serve as a metaphor for external challenges, while the dry sand represents what is left after the turmoil barren and lifeless. The weakened body reinforces the personal impact, grounding the verse in a deeply human experience. The starkness of the language enhances the emotional weight, leaving a lingering sense of quiet devastation and perseverance. Siti Aurora Putri Ardsya 21019111 JD I- E TRANS JM 9-10 NKall 21 LM
Siti Aurora Putri Ardsya
3 minggu yang lalu
Outside the tattered tent, I seem to pluck stars, but they fall before I can hold them. This verse is striking because it juxtaposes the dreamlike, almost magical image of "plucking stars" with the harsh reality of their elusiveness. The tattered tent symbolizes struggle, vulnerability, and impermanence, while the falling stars evoke the fleeting nature of hope or dreams that are just out of reach. The verse captures a sense of yearning and disappointment, highlighting the gap between aspiration and reality. The poet uses vivid imagery and metaphor to convey a deep sense of longing and frustration. The stars represent distant goals or dreams, and the action of "plucking" them suggests an attempt to grasp something beyond one's reach. The falling stars introduce an element of futility, illustrating the difficulty of achieving these dreams. The simple but evocative phrasing amplifies the emotional tone, leaving readers with a sense of poignancy and unfulfilled desire. Siti Aurora Putri Ardsya 21019111 JD I- E TRANS JM 9-10 NKall 21 LM
Siti Aurora Putri Ardsya
3 minggu yang lalu
I chase it, and the dust evades, like time deceiving hope, without giving anything in return. This verse is powerful because it evokes the feeling of futile pursuit chasing after something intangible, like dust, which symbolizes the elusive nature of time and hope. The comparison to time "deceiving hope" adds a layer of frustration and disillusionment, suggesting that time promises much but delivers little. This creates a poignant reflection on the futility of certain pursuits and the emptiness that can come from waiting or hoping for something that never materializes. The poet uses metaphor and personification to express the elusiveness of both time and hope. The "dust" that "evades" mirrors how the most elusive aspects of life often seem within reach, but slip away just as one thinks they have control. The phrase "time deceiving hope" personifies time, making it an active agent that undermines the speaker’s expectations. The structure is simple yet impactful, with a progression that mirrors the feelings of chase, frustration, and loss. This evokes a deep emotional response, leaving the reader with a sense of the fleeting nature of time and the emptiness of unfulfilled desires. Siti Aurora Putri Ardsya 21019111 JD I- E TRANS JM 9-10 NKall 21 LM
Nnadya Aqila
3 minggu yang lalu
he title "Tongue Burned by the Sun" powerfully symbolizes the pain of unfulfilled desires and the suffering that arises from longing for something unattainable. It evokes the image of a parched tongue, desperate for moisture, mirroring the intense thirst for something that remains perpetually out of reach. Favorite Line/Stanza: The line, "Perut ini kosong, seperti laut yang menelan bintang, tak ada gelombang yang datang untuk memberi makan," resonates deeply. This striking imagery of an empty stomach, likened to a star-swallowing sea devoid of nourishing waves, vividly captures the profound sense of hopelessness and the struggle for sustenance in a harsh and unforgiving world.
Azzahrah Olinda Nurva
3 minggu yang lalu
1. To me, the article symbolizes resilience and the enduring hope of those who face extreme hardships, emphasizing the human spirit's ability to persevere despite dire circumstances. 2. I particularly like the lines, *"mungkin aku lebih kuat dari api, karena aku menyala meskipun tidak ada api yang menghanguskan,"* as they convey a powerful message of inner strength and determination. 3. A business idea that comes to mind is creating an NGO that focuses on providing sustainable food resources and empowerment programs for displaced communities. Azzahrah Olinda Nurva, 22018096, 24 JD EPR K1/22 LM KM 9-11
Yusmitha Febriana Hutasuhut
5 hari yang lalu
Menurut saya puisi "Lidah yang Terbakar Matahari" menggambarkan tentang perasaan penderitaan, keputusasaan, dan harapan yang tak kunjung terwujud. Namun, dibalik perasaannya tersebut ada kekuatan untuk tetap bertahan menghadapi penderitaan.
Yusmitha Febriana Hutasuhut
5 hari yang lalu
Puisi "Tanah yang Memuntahkan Air Mata" mencerminkan perasaan sedih akibat kerusakan lingkungan. Tanah yang seharusnya menjadi sumber kehidupan bagi manusia kini rusak yang membuat manusia khawatir dan kehilangan harapan. Selain itu, kekhawatiran itu juga timbul karena kerusakan lingkungan akan mempengaruhi generasi yang akan datang.
Viola Berliana
5 hari yang lalu
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu, saya Viola Berliana izin memberikan pendapat tentang puisi yang berjudul " Lidah yang terbakar matahari" . Puisi ini menggambarkan penderitaan dan ketahanan dalam menghadapi kekosongan dan harapan yang belum terpenuhi. Melalui metafora kelaparan dan rasa terabaikan, puisi ini menyoroti perasaan kesendirian dan penantian yang tak kunjung usai. Meskipun begitu, ada kekuatan dalam diri yang tetap menyala meski dalam kesulitan.
Viola Berliana
5 hari yang lalu
Menurut saya puisi " Bulan di tenda pengungsian" menggambarkan bulan sebagai simbol dari harapan yang pudar dan kenyataan pahit kelaparan. Bulan, yang biasanya menjadi simbol cahaya, namun disini disajikan sebagai pengingat kesulitan dan keputusasaan, yang tak mampu mengusir kegelapan kelaparan yang terus menghantui. Perbandingan ini menyentuh perasaan tentang ketidakpastian dan ketiadaan yang dirasakan oleh mereka yang sedang menderita.
Norick Gading
4 hari yang lalu
Puisi ini menggambarkan rasa sakit akibat kelaparan dan ketidakadilan. Meskipun kehilangan harapan, masih ada harapan untuk bertahan. Di puisi ini kita juga diingatkan untuk menjaga lingkungan dan merenungkan penderitaan, harapan, dan tanggung jawab kita terhadap sesama beserta alam.
Silakan lakukan login terlebih dahulu untuk bisa mengisi komentar.
LidahRakyat