Bagi yang benci dan muak dengan Israel pasti tepuk tangan baca tulisan ini. Akan bergumam, "Rasain!"
Sambil menikmati kopi liberika di masa tenang, yok kita bahas negara paling dibenci di dunia, Israel.
Dunia memasuki babak baru drama internasional. Bayangkan wak! Benjamin Netanyahu, sosok yang selama bertahun-tahun menjadi wajah politik Israel, kini menjadi buronan internasional. Sosok yang suka membunuh warga Palestina ini sah jadi buronan. Bukan buronan biasa, melainkan target langsung Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Surat perintah sudah keluar. Bukan satu, tapi ada dua nama dalam daftar, yakni Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant. Tuduhannya? Kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Berat. Bahkan, lebih berat dari skripsi mahasiswa tingkat akhir.
ICC, badan peradilan independen yang berpusat di Den Haag, Belanda, seakan membuka lembaran baru dalam buku hukum internasional. Mereka menunjuk langsung ke 124 negara anggota Statuta Roma. "Tangkap mereka!" Sebuah perintah sederhana, tapi dengan konsekuensi mendalam.
Ente bayangkan, 124 negara diminta menangkan dua manusia itu. Seandainya lewat di depan rumah, langsung teriak, "Tangkap...itu orangnya!" Mungkin sekampung akan mengejarnya.
Tapi mari kita berhenti sejenak dan bertanya, siapa sebenarnya ICC ini? Mereka tidak punya polisi. Tidak punya tentara. Hanya punya dokumen hukum setebal buku ensiklopedia, yang entah bagaimana dipercaya bisa menggoyang dunia. Mereka hanya mengandalkan kerja sama. Ya, kerja sama! Seolah-olah dunia internasional ini seperti grup WhatsApp keluarga besar yang semuanya selalu "seen" tapi tidak pernah "reply." Sementara itu, drama tidak berhenti di sini. Dari 124 negara, ada yang sudah menunjukkan niat untuk bertindak. Prancis, misalnya, memberi sinyal akan mematuhi perintah tersebut. Tapi tunggu dulu, jangan berharap itu terjadi dalam waktu dekat.
Menangkap Netanyahu bukan hanya soal hukum, tapi juga soal mengguncang aliansi, hubungan diplomatik, dan mungkin... menyulut perang kecil-kecilan. Namun, tidak semua negara setuju dengan perintah ICC ini. Hungaria, contohnya, malah dengan bangga mengundang Netanyahu untuk berkunjung. Sebuah langkah yang lebih mirip parodi politik dari pada diplomasi serius. "Tangkap? Tidak, kami malah bikin pesta." Argentina tidak mau kalah. Presiden mereka, Javier Milei, memberikan pembelaan emosional atas nama Israel. Kata Milei, ini semua mengabaikan hak Israel untuk melindungi diri.
Tapi di sisi lain, mari kita pikirkan skenario yang lebih gelap. Bagaimana jika Netanyahu benar-benar ditangkap? Bagaimana jika dunia menyaksikan pemimpin besar ini diborgol dan diadili di hadapan hakim-hakim ICC? Akan seperti apa respons Israel? Akankah ini menjadi katalis untuk konflik yang lebih luas?
Netanyahu mungkin sedang duduk di kantornya sekarang, dikelilingi oleh penasihat hukum dan peta dunia, mencoba memikirkan rute perjalanan yang paling aman. “Ke Hungaria saja? Atau cari negara yang bahkan tidak tahu apa itu ICC?”
Di tengah semua ini, ICC tetap berdiri sebagai simbol harapan bagi sebagian orang. Tapi bagi yang lain, mereka adalah bayangan otoritas yang tidak jelas. Sebuah pengadilan tanpa taring, yang lebih banyak mengandalkan retorika dari pada realita. Namun satu hal yang pasti, dunia sedang menyaksikan. Ini bukan lagi sekadar cerita tentang hukum atau politik. Ini adalah panggung besar di mana moralitas, kekuasaan, dan keberanian dipertaruhkan. Apakah 124 negara akan berdiri tegak atau malah mundur teratur?
Jawabannya, seperti biasa, ada di halaman berikutnya dari drama tak berkesudahan ini. (Rosadi Jamani)