Untungnya bukan di negeri ini, melainkan di negeri tetangga. Antara presiden dan wakil presiden malah “nak saling bebunoh,” kata budak Pontianak.
Negeri Filipina, tetangga kita sedang panas, wak! Mirip panggung teater kelas dunia. Tidak ada hari tanpa drama. Kali ini, giliran Presiden Ferdinand Marcos Jr. dan Wakil Presiden Sara Duterte yang naik panggung. Keduanya lengkap dengan naskah penuh intrik, ancaman pembunuhan, dan dendam pribadi. Kalau Shakespeare masih hidup, dia pasti iri.
Sara Duterte, putri mantan Presiden Rodrigo Duterte, melontarkan ancaman yang bukan main. Dalam konferensi pers yang penuh emosi (atau mungkin amarah terpendam), dia terang-terangan menyatakan siap membunuh Marcos Jr. Sebagai bonus, istrinya serta Ketua DPR Filipina juga. Ini bukan politik, ini festival thriller kriminal!
"Saya bilang, jangan berhenti sampai mereka mati.” Begitu ancam Sara dengan nada yang lebih cocok untuk karakter penjahat di film James Bond. Ancaman ini, tentu saja, langsung membuat publik Filipina geger. Kantor Komunikasi Kepresidenan pun buru-buru pasang tameng. Lalu, mengumumkan bahwa ancaman ini akan ditangani Komando Keamanan Presiden. Karena, ya, ancaman pembunuhan terhadap kepala negara memang tidak bisa ditanggapi dengan sekadar "Nanti kita bahas, ya?" Namun, kantor Sara Duterte? Diam seribu bahasa. Mungkin mereka sedang sibuk mencari "tarif promo" pembunuh bayaran, siapa tahu ada diskon Black Friday.
Keretakan ini, seperti dalam semua tragedi besar. Ini dimulai dari hal yang tampak sepele, anggaran. Sara yang pernah jadi sekutu kuat Marcos dalam pemilu 2022, mulai meradang ketika anggaran kantornya dipangkas oleh Ketua DPR Romualdez, sepupu Marcos. Oh, drama keluarga! Apa ini politik, atau sinetron siang hari?
Sara menyebut Marcos Jr. sebagai "tidak kompeten" dan "pembohong." Marcos, di sisi lain, memilih diam. Mungkin dia sedang menghitung berapa lapis pengamanan yang perlu ditambah di istananya.
Ancaman ini bukan sekadar amarah seorang wakil presiden yang tersinggung. Ini adalah babak terbaru dalam perseteruan antar-dinasti politik yang telah lama mewarnai sejarah Filipina. Jika ente pikir politik Indonesia rumit, coba kunjungi Filipina. Di sana bahkan ancaman pembunuhan punya konferensi pers resmi.
Ketegangan ini juga mengingatkan publik pada masa kelam pembunuhan Senator Benigno Aquino pada 1983, saat ayah Marcos Jr. memimpin dengan tangan besi. Namun, berbeda dengan ayahnya, Marcos Jr. tampaknya lebih memilih strategi "bertahan sambil tersenyum."
Dengan pemilu paruh waktu yang semakin dekat, semua mata tertuju pada bagaimana drama ini akan memengaruhi popularitas kedua tokoh ini. Apakah ancaman ini hanya pemanasan sebelum pertarungan yang lebih besar? Atau, seperti biasa, rakyat Filipina hanya akan menjadi penonton dalam pertarungan ego yang tidak ada habisnya? Yang jelas, Filipina membuktikan satu hal, di sana, politik bukan hanya tentang ideologi, tapi juga tentang siapa yang memiliki naskah drama paling menarik. Shakespeare, geser sedikit. Duterte dan Marcos sedang mengambil alih panggung .(Rosadi Jamani)