Simbol Garuda Biru kembali mengudara. Bukan sebagai lambang kebangsaan, tapi lambang perlawanan warganet yang mulai muak dengan kebijakan serba naik. Kali ini, ia hadir menolak PPN 12% yang katanya akan dimulai 1 Januari 2025. Serius, ini 2024 atau 1924? Kenapa rakyat masih harus demo hanya untuk makan dengan damai?
"PPN naik, rakyat makin tercekik." Itu slogan yang viral di media sosial. Garuda Biru seperti superhero. Ia tidak menyelamatkan dunia, hanya menggambarkan jeritan hati rakyat yang, maaf, sudah sampai di ubun-ubun.
Skenarionya begini. Semua barang naik harga. Dari kopi sachet, kerupuk, sampai tisu gulung. Rakyat berpenghasilan rendah? Ya, selamat, mereka dapat bonus stres gratis. Sementara itu, para ahli ekonomi dengan penuh senyum menjelaskan, “Ini demi pembangunan.” Tapi pembangunan untuk siapa? Jalan tol untuk mobil mewah? Gedung pencakar langit yang tidak bisa dijangkau mata uang receh?
Ada satu lagi drama tambahan, Tax Amnesty Jilid III. Ini favorit netizen. Katanya, program ini dirancang agar para pengemplang pajak bisa kembali ke pangkuan ibu pertiwi tanpa takut diciduk. Wah, jadi enak ya jadi pengemplang? Tinggal tunggu amnesti, bayar diskonan, bebas perkara. Sedangkan rakyat jelata? Lari ke warung, ngeluh harga telur, eh malah dipajakin.
Konspirasi mulai merajalela. Ada yang bilang simbol Garuda Biru ini sebenarnya diciptakan oleh generasi Z yang bosan sama TikTok. Ada juga teori kalau Garuda Biru ini sebenarnya pesan tersembunyi dari elite global. “Ayo bayar pajak, jangan cuma ngamuk di media sosial.” Siapa tahu, kan?
Intinya sederhana. Rakyat ini capek. Pajak naik 12% di tengah segala kenaikan biaya hidup adalah kisah yang tidak pernah diminta siapa pun. Kalau kebijakan ini terus jalan, jangan salahkan kalau nanti muncul simbol lain, Garuda Abu-Abu, lambang resign berjamaah dari akal sehat bangsa.
Selamat datang di drama pajak 12%. Ente sedang berada di tengah cerita penuh tangis dan kebingungan kolektif. Siapkan kopi liberika. Tapi, ingat, harga kopi juga naik. Pajaknya kan 12%. (Rosadi Jamani)