Selasa, 10 Desember 2024
lidahrakyat.com
id
en
LidahRakyat

Cagar Alam Mutis: Menimbang Manfaat dan Risiko Perubahan Status

Pandangan Orang Muda Kekinian

Oleh: Koka Masan, S.Fil.*
Sabtu, 16 November 2024 65
LidahRakyat
Foto Pribadi Koka Masan

Cagar Alam Mutis, sebuah kawasan di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur, memegang peran penting dalam menjaga kelestarian keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem di kawasan tersebut. Namun, belakangan ini muncul wacana untuk menurunkan statusnya menjadi taman nasional, suatu langkah yang tentunya membawa dampak, baik positif maupun negatif. Untuk menelaah isu ini, kita bisa menggunakan pandangan filsuf lingkungan Aldo Leopold yang menekankan "etik lingkungan" di mana manusia tidak hanya melihat alam sebagai objek eksploitasi, tetapi sebagai komunitas biotik yang harus dihormati dan dijaga.

Dampak Positif dari Penurunan Status Menjadi Taman Nasional
Dari sudut pandang ekonomi dan pariwisata, perubahan status ini dapat memberikan keuntungan bagi Kabupaten TTU dan Provinsi NTT secara keseluruhan. Dengan status taman nasional, akses publik ke kawasan ini akan lebih mudah, yang dapat menarik wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Kedatangan wisatawan dapat memicu pertumbuhan ekonomi daerah, menciptakan lapangan kerja, serta memberdayakan masyarakat lokal melalui kegiatan pemandu wisata, kerajinan lokal, dan produk-produk budaya. Selain itu, dengan status taman nasional, Mutis akan mendapatkan anggaran tambahan dan akses ke sumber daya yang lebih besar dari pemerintah pusat untuk pengelolaan lingkungan. Ini berarti, secara teori, kawasan tersebut bisa dijaga dan dilestarikan dengan lebih baik berkat dukungan pendanaan yang lebih kuat.

Dampak Negatif dari Penurunan Status Menjadi Taman Nasional
Namun, dari sudut pandang etika lingkungan yang dipegang oleh Aldo Leopold, membuka cagar alam sebagai taman nasional berisiko pada keseimbangan ekosistem. Sebagai cagar alam, kawasan Mutis memiliki tingkat perlindungan yang lebih ketat dibanding taman nasional, terutama dalam hal pembatasan akses publik dan kegiatan yang dapat merusak flora dan fauna yang dilindungi. Jika statusnya berubah, aksesibilitas yang lebih luas bisa meningkatkan risiko perusakan habitat alami karena polusi, vandalisme, dan eksploitasi sumber daya.

Perubahan status ini juga mengarah pada dilema etis terkait hubungan manusia dengan alam. Leopold mengajarkan bahwa manusia adalah bagian dari komunitas biotik dan memiliki kewajiban moral untuk melindunginya. Jika kita mengorbankan kelestarian ekosistem Mutis demi pertumbuhan ekonomi jangka pendek, kita mungkin akan melanggar prinsip etik lingkungan tersebut, yang memandang alam bukan sekadar sumber daya, tetapi sebagai entitas yang memiliki hak untuk hidup dan berkembang sesuai sifat aslinya.

Kesimpulan
Sebagai tokoh muda, penting bagi kita untuk mempertimbangkan pandangan yang holistik dalam isu ini, termasuk etika lingkungan dan kepentingan ekonomi. Dampak baik dari perubahan status cagar alam Mutis menjadi taman nasional adalah potensi peningkatan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat lokal, namun dampak buruknya adalah ancaman terhadap kelestarian lingkungan dan pelanggaran prinsip etik lingkungan. Dalam keputusan ini, kita harus berhati-hati agar tidak mengorbankan keberlanjutan jangka panjang demi keuntungan jangka pendek, dan mungkin mencari model pengelolaan yang menggabungkan pariwisata berkelanjutan tanpa mengorbankan kelestarian cagar alam tersebut.

Sebagai penutup, pandangan Aldo Leopold dapat menjadi pegangan, yaitu bahwa kita perlu merangkul alam sebagai bagian dari komunitas kita, bukan sebagai objek eksploitasi.


*Penulis adalah Pegiat Sosial Media, Alumnus Fakultas Filsafat Seminari Tinggi Santo Mikhael Penfui-Kupang. Kolumnis Portal Berita Online lidahrakyat.com
Komentar
Silakan lakukan login terlebih dahulu untuk bisa mengisi komentar.