Selasa, 10 Desember 2024
lidahrakyat.com
id
en
LidahRakyat

Jepang Malah Memuji Timnas

Pelajaran Untuk Sebuah Kemenangan

Oleh: Meja Redaksi Lidah Rakyat
Sabtu, 16 November 2024 59
LidahRakyat
Ilustrasi
Ilustrasi Hajime Moriyasu, Pelatih Timnas Jepang

Jepang menang 4-0. Skor bagi sebagian orang, sinyal kehancuran. Tapi, tidak bagi Hajime Moriyasu. Pelatih Samurai Biru ini entah diberkahi kesabaran dewa atau dilatih di akademi memuji orang lain meskipun tak ada yang perlu dipuji. Di tengah sorak sorai kemenangan, Moriyasu memilih jalur berbeda. Ia memuji lawannya,Timnas Indonesia. Seakan empat gol itu hanyalah angka di papan skor.  

Katanya, Indonesia itu agresif. Serius. Agresif. "Saya tak menyangka mereka menyerang sejak awal," ucapnya dalam bahasa diplomasi tingkat tinggi. Padahal, seluruh penonton yang ada di stadion dan layar kaca tahu, serangan Indonesia mirip nyamuk malam har, terdengar bising, tapi sulit menusuk.  

Gol pertama Jepang, menurut Moriyasu, adalah titik balik. Tapi apa yang harus dibalik, wahai pelatih bijak? Bukankah sejak peluit pertama, Indonesia sudah bermain seperti gajah di hutan yang lupa cara berlari? Ah, tapi tak apa. Dalam narasi Moriyasu, ada drama yang hanya dia bisa ciptakan.  

“Kami sempat kesulitan di lini pertahanan,” katanya. Oh, tentu. Karena, selama tiga menit pertama, Indonesia berhasil menekan Jepang dengan kekuatan penuh. Setidaknya dengan niat penuh. Tapi setelah itu? Zion Suzuki, sang kiper Jepang, bisa membaca puisi di bawah mistar gawang tanpa terganggu.  

Moriyasu juga tak lupa memuji suporter Indonesia. Katanya, tekanan dari tribun begitu dahsyat, seperti gelombang tsunami. Sebuah analogi, mengingat pemain Jepang tetap berlari seperti mesin. Sementara pemain kita terkadang berhenti untuk mengingat apa itu pressing.  

Ada momen emas. Moriyasu bilang squad Garuda punya peluang besar untuk mencetak gol. Ini mungkin adalah bentuk cinta tertinggi. Ia memuji sesuatu yang bahkan tidak pernah benar-benar terjadi. Zion Suzuki, katanya, adalah penyelamat. Penyelamat dari apa? Mungkin dari imajinasi kolektif kita bahwa laga ini bisa berakhir berbeda.  

Begitulah, dengan elegan dan tanpa cela, Hajime Moriyasu mengajarkan pelajaran penting. Di saat sedang menikmati kemenangan telak, ente bisa tetap merendah. Seperti mengangkat lawan yang tergeletak lemas untuk bisa berdiri lagi.

Di akhir hari, ini bukan hanya soal menang atau kalah. Ini tentang bagaimana kita memahami sepak bola sebagai seni dan keberadaban. Mari tepuk tangan untuk Hajime Moriyasu, pelatih yang bukan hanya tahu cara memenangkan pertandingan, tapi juga cara membuat kita merasa kalah dengan penuh gaya.

Komentar
Silakan lakukan login terlebih dahulu untuk bisa mengisi komentar.