/1/
Waktu yang Tak Pernah Menghapus Jejak Kita
Meski jarak merenggangkan tangan kita,
dan waktu mencoba memutar ulang kenangan,
ingatlah, jejak kita tak pernah hilang.
Seperti akar yang menggenggam tanah,
meski di bawah batu, di bawah tanah yang keras,
kita tetap terhubung-tak bisa dipisahkan.
Waktu bisa merubah wajah kita,
tapi tak akan pernah mampu menghapus jejak yang kita tinggalkan.
UGM, Jogyakarta, 2009
/2/
Di Mana Pun Kau Berada
Kau mungkin tak lagi di sini,
tapi setiap angin yang menyapu,
adalah aku yang menemanimu.
Setiap petir yang menggelegar di langit,
adalah suara kita yang berbicara,
setiap hujan yang jatuh di bumi,
adalah airmata yang tumpah bersama,
meski kita terpisah oleh waktu dan jarak,
aku di sini, denganmu, seperti dulu.
UGM, Jogyakarta, 2009
/3/
Kapan Pun, Di Mana Pun, Engkau Ada
Mungkin kita tidak lagi saling bertemu
seperti dulu,
tapi aku selalu ada di ujung setiap doamu.
Aku adalah bayangan yang selalu ada
di setiap malam gelap yang kau rasakan,
aku adalah cahaya yang menyala dalam hatimu
meski kau tak bisa melihatku lagi.
Jarak hanya sekadar angka,
waktu hanya sekadar ketik,
aku tetap ada, di mana pun kau berada,
selalu ada, selalu menemani.
UGM, Jogyakarta, 2009
/4/
Langkah Kaki yang Tak Pernah Gentar
Kau mungkin merasa sendirian,
terombang-ambing oleh dunia yang seakan berputar lebih cepat.
Namun, ingatlah, setiap langkahmu adalah langkah kita.
Meski tak lagi bersama,
langkah kaki kita telah menyatu dalam takdir.
Jarak tak pernah menakutkan kita,
waktu tak pernah mengurangi keberanian kita.
Kita adalah dua jiwa yang tak pernah gentar,
jalan yang berbeda hanya membuat kita lebih kuat.
UGM, Jogyakarta, 2009
/5/
Rindu yang Tak Pernah Padam
Waktu telah memisahkan kita,
namun rindu itu tetap membara.
Seperti api yang tak pernah padam,
meski hujan mencoba memadamkannya.
Jarak hanya menunda pertemuan,
tapi tak akan pernah mampu menghalangi
keinginan untuk kembali bersama.
Aku di sini, di setiap angin yang kau rasakan,
di setiap malam yang kau lewati,
karena rindu kita adalah api yang tak bisa dipadamkan.
Bangka Belitung, 2013
/6/
Jejak Yang Tak Terhapus Waktu
Kau jauh di sana,
tapi jejakmu tetap ada di setiap detak jantungku.
Meski dunia memisahkan kita,
meski waktu mencoba memupus kenangan,
aku tahu—jejak itu tak akan pernah hilang.
Kita adalah dua kaki yang berjalan bersama,
dan meskipun satu melangkah ke arah lain,
kita tetap berjalan di jalan yang sama.
Karena tak ada waktu yang cukup untuk menghapus kenangan kita.
Bangka Belitung, 2013
/7/
Suara yang Tak Pernah Berhenti
Kau tidak mendengar suaraku lagi,
tapi percayalah, suara kita tetap bergema.
Di dalam setiap ruang yang kita lewati,
di dalam setiap angin yang kita hirup,
suara itu tak pernah berhenti,
terus bergema dalam setiap langkah kita.
Waktu bisa membuat kita terdiam,
tapi tak akan pernah membuat kita terputus.
Aku di sini, dalam setiap bisikan yang kau dengar,
karena kita adalah dua suara yang tak akan pernah hilang.
Bangka Belitung, 2013.
/8/
Dalam Diam, Kita Tetap Bersama
Meski kata-kata jarang kita ucapkan lagi,
perasaan kita tetap berbicara.
Dalam diam, kita tetap bersama,
meski dunia mencoba memisahkan.
Seperti dua bintang yang tak tampak di langit,
tapi tetap ada dalam kegelapan malam.
Kau mungkin tak melihatku,
tapi aku tahu, kau merasakannya-
bahwa kita tetap bersama, meski tak terucap.
Bangka Belitung, 2013
/9/
Rangkaian Waktu yang Tak Terhenti
Waktu telah membawa kita ke tempat yang berbeda,
tapi jangan pernah ragu,
rangkaian waktu kita tak pernah terhenti.
Seperti sungai yang mengalir ke laut,
meski belokan terpisah jauh,
aliran itu tetap menghubungkan kita.
Aku di sini, dalam setiap detik yang kau lewati,
menunggu untuk bertemu kembali,
karena waktu kita tak akan pernah habis.
Bangka Belitung, 2013
/10/
Aku, Engkau, Kita—Tak Terpisahkan
Aku mungkin tak bisa lagi mendengarmu,
tapi hati kita tetap berbicara dalam bahasa yang tak terucapkan.
Engkau di sana, aku di sini—
tapi kita tetap berjalan pada jalan yang sama,
karena kita adalah satu,
tidak terpisahkan oleh jarak,
tidak tergoyahkan oleh waktu.
Di dalam setiap detik,
ada aku, ada engkau, ada kita—
terikat dalam ikatan yang tak bisa diputuskan oleh dunia.
Bangka Belitung, 2013
----------------------------
Riwayat Singkat Penulis:
Kumpulan puisi ini awalnya ditulis oleh Leni Marlina hanya sebagai hobi dan koleksi puisi pribadi tahun 2008 & 2013. Tahun 2009, sebagian puisi ini ditulis selama penulis menjalani magang di PTIK UGM Jogyakarta. Tahun 2013, sebagian puisi ini ditulis saat mengunjungi tempat bekas penahanan Bapak Sukarno dan pejuang kemerdekaan lainnya di Muntok Bangka, kepulauan Bangka Belitung.
Kumpulan puisi tersebut direvisi kembali serta dipublikasikan pertama kalinya melalui media digital tahun 2024.
Saat ini, Leni Marlina merupakan anggota aktif Asosiasi Penulis Indonesia, SATU PENA cabang Sumatera Barat. Ia juga merupakan anggota aktif Komunitas Penyair & Penulis Sastra Internasional ACC di Shanghai, serta dipercaya sebagai Duta Puisi Indonesia untuk ACC Shanghai Huifeng International Literary Association. Selain itu, Leni terlibat dalam Victoria's Writer Association di Australia. Sejak tahun 2006, ia telah mengabdikan diri sebagai dosen di Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang.
Leni juga merupakan pendiri dan pemimpin sejumlahkomunitas digital yang berfokus pada sastra, pendidikan, dan sosial, di antaranya:, (1) Komunitas Sastra Anak Dunia (WCLC): https://rb.gy/5c1b02, (2) Komunitas Internasional POETRY-PEN; (3) Komunitas PPIPM (Pondok Puisi Inspirasi Masyarakat): https://tinyurl.com/zxpadkr; (4) Komunitas Starcom Indonesia (Starmoonsun Edupreneur Community Indonesia): https://rb.gy/5c1b02.