Selasa, 10 Desember 2024
lidahrakyat.com
id
en
LidahRakyat

Deeplearning dan Kebangkrutan Jiwa

Dalam Pandangan Hukum Kritis

Oleh: Al Ghozali Hide Wulakada*
Senin, 11 November 2024 100
LidahRakyat
Dok. Penulis Al Ghozali Hide Wulakada
Dr. Imam Al Ghozali Hide Wulakada, Pakar Hukum

Deeplearning itu terdiri dari tiga elemen : mindfull, meaningfull, joyfull. Mindfull tentang sistem pikir, meaning tentang pengetahuan, Joy tentang pelibatan diri.

Medium belajar siswa dalam sistem deeplearning adalah mesin bernama komputer dan komponen pendukung lainnya. Ini berarti pikiran dan fisik siswa itu bersama dengan /atau berada dalam mesin, sedangkan mesin merupakan perangkat atau media objek pengetahuan, bukan objek itu sendiri. Jadi apa artinya; siswa kita belajar pada mesin, bukan belajar pada objek realitas dunia.

Dalam pandangan hukum kritis, inilah salah satu keadaan sosial yang dilawan oleh Unger pada awal 1970 dengan keluarnya critical legal studies (aliran hukum kritis). CLS lahir dari tiga krisis utama di Amerika pada periode tahun 1960 yaitu krisis ras, krisis gender dan krisis ekonomi akibat liberalisasi perdagangan. Dalam satu buku yang dituliskan Unger berjudul "Free Trade Reimagined", dijelaskan olehnya bahwa negara-negara padat modal mencari negara negara padat orang. Negara negara pada modal mengirimkan mesin mesin ke negara-negara pada orang untuk mengkaryakan mereka sembari menghasilkan keuntungan kapital bagi sekelompok yang mengendalikan negara padat modal. Target dari kekuasaan modal ialah menjadikan orang pandai sebagai tukang di perusahaan mesin lalu menjadikan orang-orang di dunia sekaligus pemerintah pada negara mereka berada pada kondisi dependensi. Para padat modal tidak memerlukan orang-orang di negara pada orang itu bekerja, tetapi memerlukan orang-orang untuk tunduk pada mesin, dan biarkan mesin yang bekerja atas nama mereka yang luaran keuntungannya kembali pada para padat modal.

Kembali ke kurikulum deeplearning. Kurikulum jenis ini mengarahkan alam dan dunia hanya milik orang bermodal. Semua alam tidak bisa dijangkau atau diakrabkan dengan pembiasaan sosial secara langsung, melainkan hanya bisa dijangkau oleh mesin di laboratorium yang selanjutnya proses itu menjadi mesin lalu mayoritas siswa di Indonesia mengenal alam dari mesin. Itu lah kepalsuan sejati dari sistem pendidikan  deeplearning yang kini sulit disadari oleh para perumus kurikulum di Indonesia akibat ketakutan mereka terhadap negara negara padat modal yang datang mendesak dengan genjatan mesin teknologi.

Bagaimana sikap negara ? Kini telah jelas yang dikatakan Menteri Pendidikan bahwa kita akan menerapkan deeplearning. Jawaban itu menandakannya sebagai pejabat di negara padat orang yang  sedang di jajah oleh negara pada modal. Negara yang dependensi yang tunduk pada dikte-dikte global. Dependensi negara itu kini menyebarkan kelemahannya pada rakyat hingga semua rakyat menjadi dependens. Apakah kita bisa keluar dari pilihan tersebut ? Tentu bisa, jika kita kini memiliki pilihan ideal. Tetapi kemauan politik untuk membuat pilihan ideal itu kini telah dipunahkan.

Bagaimana performa kedunguhan yang akan kita tonton di masa depan nanti; dicontohkan  (1) dalam hal biologis misalnya, siswa dikenalkan dengan sakit kanker melalui penjelasan AI, tetapi siswa tidak mengetahui perilaku sosial apa; makanan jenis apa dan bagaimana pola konsumsi; perilaku diri seperti apa; yang menyebabkan tumbuh kanker pada tubuh. Dalam hal hukum, siswa hanya mengetahui bagaimana cara menemukan kesalahan lalu menghukum yang demikian terbawa sampai menjadi Polisi Jaksa dan Hakim. Dalam hal perdagangan, siswa hanya mengenal bagaimana untung berlipat lipat. Dalam hal politik, siswa hanya mengenal bagaimana menang lalu berkuasa atau bagian dari kekuasaan.

Siswa tidak mengenal argumentasi dibalik masalah sama dengan siswa kehilangan logika dasar berpengetahuan maka itu lah sebenarnya kebangkrutan intelektual sekaligus kebangkrutan jiwa.***



*Penulis adalah Pakar Hukum, Dosen Filsafat Hukum, Fakultas Hukum Universitas Surakarta. Telah Menyelesaikan Disertasi Hukum dengan judul: Dekonstruksi Hukum Partai Politik Dalam Pandangan Filsafat Hukum Dengan Predikat Cumlaude.

Komentar
Silakan lakukan login terlebih dahulu untuk bisa mengisi komentar.