Politik, dalam pandangan filsafat, bukanlah sekadar permainan kekuasaan atau sarana untuk mencapai tujuan pragmatis belaka. Secara mendalam, politik mengandung makna etis dan estetis yang menuntut tanggung jawab serta keterlibatan aktif demi kebaikan bersama. Di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), arti politik yang sejati dapat digali melalui perspektif yang menitikberatkan pada tiga hal: keadilan, kebijaksanaan, dan kemanusiaan.
1. Keadilan sebagai Dasar Politik
Keadilan adalah pilar utama dalam politik yang sejati. Filsafat klasik, seperti yang diajarkan oleh Plato dan Aristoteles, menekankan bahwa politik seharusnya berfungsi untuk menegakkan keadilan, bukan untuk melayani kepentingan kelompok atau individu tertentu. Di Kabupaten TTU, isu keadilan sering kali berhubungan dengan akses masyarakat terhadap layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Dengan tingkat kemiskinan yang masih tinggi, pemerintah dan para pemangku kepentingan seharusnya berfokus pada pemerataan layanan agar tidak terjadi ketimpangan yang semakin dalam di masyarakat.
Pandangan filsafat mengenai keadilan sosial ini menuntut para pemimpin untuk memandang politik sebagai panggilan moral untuk memastikan bahwa sumber daya yang ada digunakan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat. Kebijakan yang tidak adil atau bias terhadap segelintir golongan bertentangan dengan konsep politik yang sejati, dan justru menjauhkan masyarakat dari harapan akan perubahan yang lebih baik.
2. Kebijaksanaan dalam Pengambilan Keputusan
Dalam filsafat politik, kebijaksanaan atau phronesis menjadi sifat utama yang diharapkan dimiliki oleh seorang pemimpin. Kebijaksanaan bukan hanya kecakapan intelektual, tetapi juga kemampuan untuk memahami konteks lokal dan permasalahan masyarakat dengan hati nurani. Di TTU, keputusan-keputusan politik sering kali diwarnai oleh pertimbangan politis jangka pendek, seperti kepentingan elektoral atau dukungan kelompok tertentu.
Pemimpin yang bijaksana seharusnya mampu melampaui kepentingan pribadi dan kelompok serta berani membuat keputusan berdasarkan prinsip-prinsip yang mendalam. Dalam konteks TTU yang kaya akan budaya dan nilai-nilai adat, kebijaksanaan politik juga harus mengakomodasi nilai-nilai lokal agar masyarakat merasa dihargai dan diakui dalam kebijakan yang dibuat. Kebijaksanaan ini juga mencakup keberanian untuk berinovasi serta memikirkan program-program pembangunan yang tepat bagi karakteristik wilayah TTU yang sebagian besar adalah daerah perdesaan.
3. Kemanusiaan sebagai Tujuan Akhir Politik
Pandangan filsafat humanistik memandang politik sebagai sarana untuk memperjuangkan kemanusiaan, bukan sekadar mekanisme administrasi atau pengelolaan kekuasaan. Politik yang sejati harus memiliki dimensi kemanusiaan yang berakar pada kepedulian dan perhatian kepada nasib rakyat. Di TTU, permasalahan seperti rendahnya kualitas pendidikan, keterbatasan akses kesehatan, dan kemiskinan menjadi tantangan kemanusiaan yang harus diperhatikan serius.
Pemimpin yang memiliki pemahaman filsafat kemanusiaan akan melihat politik sebagai jalan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, bukan sekadar panggung untuk memperjuangkan posisi atau popularitas. Politik di TTU akan mencapai esensinya ketika para pemimpin memiliki keberanian untuk mendengarkan dan memahami kebutuhan rakyat yang berada di lapisan bawah, lalu bekerja untuk memberikan solusi nyata. Dalam semangat kemanusiaan, politik yang sejati berupaya memberdayakan masyarakat, sehingga mereka dapat berdiri tegak dan mandiri di atas kaki mereka sendiri.
Tantangan dan Harapan
Kabupaten TTU, sebagai bagian dari NTT yang dikenal dengan tingkat pembangunan manusia yang relatif rendah dibandingkan daerah lain di Indonesia, menghadapi tantangan berat dalam mencapai politik yang sejati. Pengaruh oligarki lokal, politik uang, dan patronase masih kerap menjadi penghambat lahirnya pemimpin yang memiliki visi filosofis tentang politik. Namun, harapan selalu ada. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan arti politik yang sejati, diharapkan muncul generasi pemimpin yang mengutamakan nilai-nilai keadilan, kebijaksanaan, dan kemanusiaan.
Masyarakat TTU dapat mulai melihat politik sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar perebutan kursi kekuasaan, tetapi sebagai usaha kolektif untuk membangun kehidupan yang lebih baik, lebih manusiawi, dan lebih adil bagi seluruh lapisan masyarakat.
Kesimpulan
Pandangan filsafat terhadap politik di Kabupaten TTU mengarahkan kita pada pemahaman bahwa politik bukan sekadar strategi atau alat kekuasaan, tetapi panggilan untuk mengabdi kepada sesama. Politik yang sejati adalah politik yang adil, bijaksana, dan humanis—politik yang berakar pada pemahaman mendalam tentang kemanusiaan dan kesejahteraan bersama. Di tengah tantangan dan realitas politik yang kompleks, Kabupaten TTU bisa menjadi contoh bagi daerah-daerah lain jika mampu mewujudkan politik yang berdasarkan pada nilai-nilai filsafat tersebut.
*Penulis Adalah Seorang Pemuda Kab. TTU, Pegiat Sosial Media, Alumnus Fakultas Filsafat Seminari Tinggi Santo Mikhael Penfui-Kupang